Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Konflik lahan di Jalan Pancoran Buntu II masih terus membawa antara warga yang selama ini menempati lahan itu dengan Pertamina. Sengketa ini kembali memunculkan bara setelah kebakaran pada Senin, 11 Desember 2023 lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kebakaran itu menghanguskan 34 rumah kontrakan dan satu pabrik tempe di Jalan Pancoran Buntu II RT 006 RW 002 Nomor 20, Jakarta Selatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan keterangan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Alif Fauzi Nurwidiastomo, kebakaran itu berdampak pada 103 orang. “Ada juga balita 6 orang dan ibu hamil 2 orang,” kata Alif Fauzi, saat ditemui di lokasi Pancoran Buntu II, Selasa, 19 Desember 2023.
Vebrina Monicha (25 tahun) dan tetangganya, Santi LB (48 tahun), merupakan saksi yang melihat kebakaran malalap pemukiman mereka.
Vebrina yang saat itu sedang berada di kontrakan Santi, tidak merasa ada aroma bau gosong tercium. Santi justru sebaliknya, ia sangat mencium aroma yang diduga sebagi tanda kebakaran.
“Bunda-sapaan Santi, pada dinihari itu melihat di dapurnya ada asap hitam ngebul, aku langsung disuruh bunda cek kontrakan di belakang, aku langsung lari dan pas aku buka salah satu pintu kontrakan di belakang langsung asap sama api pada ke atas semua,” kata Vebrina yang jarak antara dia membuka pintu kontrakan itu api langsung menyebar dan 5 menit kemudian api sudah melahap 34 rumah dan 1 pabrik tempe.
Tidak lama setelah kebakaran, warga sekitar merasa ada kejanggalan. Karena, menurut keterangan Santi LB sebagai juru bicara Forum Pancoran Bersatu, saat kejadian kebakaran terjadi, warga mencurigai satu orang yang bukan dari kawasan Pancoran II. “Jadi ada saksi yang lihat dia mondar-mandir dan saat kebakaran dia langsung pergi nggak tahu kemana,” katanya.
Warga sekitar juga menduga kebakaran yang terjadi pada minggu lalu itu merupakan unsur kesengajaan karena kejadian tersebut tidak lama setelah Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) milik PT Pertamina yang ada lokasi itu sudah tidak aktif lagi sejak 23 November 2023.
“Kami diinfokan langsung oleh Kantor Badan Pertanahan (ATR/BPN) Jakarta Selatan, kalau SHGB milik PT Pertamina itu habis di tanggal 23 November,” jelas Santi.
Asal-usul konflik lahan di Pancoran Buntu II
Permasalahan sengketa lahan di Pancoran sudah hadir tahun 1970. Konflik kepemilikan lahan ini terjadi antara Pertamina dan ahli waris keluarga Mangkusasmito Sanjoto.
Perkara ini berawal saat Sanjoto membeli tanah di Gang Buntu II Pancoran, Jakarta Selatan untuk berbisnis dengan Anton Parnoto dan tiga orang lainnya di awal 1970. Namun, Anton dan rekannya menjual tanah itu secara diam-diam ke PT Nagasasra Jayasakti. Perusahaan ini menjual lagi tanah tersebut ke Pertamina.
Pada Agustus 1973, Pertamina membeli tanah itu dan memegang 25 SHGB terbitan 1973. Sebelumnya pihak Sanjoto bersurat ke Pertamina agar tidak membeli tanah itu karena berstatus sengketa.
Pada 26 November 2023 lalu saat SHGB dinyatakan berstatus tidak aktif oleh ATR/BPN Jakarta Selatan, warga Pancoran Buntu II harus berhadapan dengan pemerintah agar mereka bisa mendapat hak tanahnya secara utuh.
Perihal negosiasi terkini antara warga sekitar dengan pemerintah, belum ada titik terang. Bahkan, pemerintah menginginkan agar warga Pancoran Buntu II meninggalkan lokasi tersebut. “Kalau dari pemerintah sih bilangnya kami suruh pergi dari sini. Tapi ya kami kan disini sudah beranak cucu ya, kami disini sudah dari 1970. Pancoran Buntu II ini sudah seperti kampung kami sendiri,” kata Santi.
Pertamina adukan masalah lahan Pancoran ke Heru Budi
Pada Oktober 2022 lalu, PT Pertamina membawa masalah lahan Pancoran Buntu II kepada Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Sengketa ini diadukan ke Heru melalui kanal posko pengaduan warga yang dibuka di Balai Kota DKI.
Kala itu, Koordinator Penanggung Jawab Pemulihan Aset Pertamina Training and Consulting, Aditya Karma, menjelaskan pengaduan ini salah satu upaya mereka untuk melakukan pemulihan aset berupa lahan milik negara di Pancoran Buntu II yang sudah diupayakan sejak 2020.
"Namun pada saat terakhir terhenti hanya karena sisa dari warga ada yang masih berusaha bertahan," kata Aditya di Balai Kota Jakarta, Senin, 24 Oktober 2022 dikutip dari Antara.
Ia menyebut, warga yang masih menempati lahan itu berkolaborasi dengan para mafia tanah, preman dan sebagainya. "Pada saat kami lakukan pendekatan, mereka malah melakukan tindakan anarkis, inilah yang kami adukan," katanya.
Aditya mengatakan Pertamina berharap Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono bisa menegakkan hukum seperti Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 207 Tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak.
"Mengingat 23 kepala keluarga (dari 110 kepala keluarga) yang bertahan cenderung mempertahankan untuk menguasai, padahal ini tanah negara," ucap Aditya.
ANTARA | KORAN TEMPO