Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Penuh Ragu Proyeksi 2021

Pemerintah memproyeksikan pertumbuhan ekonomi berbalik, dari saat ini negatif menjadi positif 4,5-5,5 persen pada 2021. Tantangan besar memulihkan konsumsi masyarakat, investasi, dan realisasi belanja negara.

22 Agustus 2020 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Presiden Joko Widodo menyampaikan pidato pengantar Rancangan Undang-Undang APBN tahun anggaran 2021 beserta nota keuangannya pada masa persidangan I DPR tahun 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, 14 Agustus 2020./ TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Konsumsi masyarakat yang lunglai tahun ini membayangi proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan.

  • Asumsi makro yang dianggap kelewat ambisius.

  • Masalah lain yang juga jadi faktor penghambat pertumbuhan: realisasi belanja negara rendah.

JORJORAN diskon para peretail memeriahkan peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-75. Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia, misalnya, menggelar Hari Belanja Diskon Indonesia selama dua pekan, 14-30 Agustus 2020, dengan menawarkan beragam promosi serba “75”, seperti potongan harga sampai 75 persen dan rabat Rp 75 ribu. Ada juga tawaran buy one get one untuk produk kuliner, fashion, serta kecantikan.

Aplikasi layanan pesan antar makanan, GoFood, juga menggulirkan Promo Foodiskon sampai 29 September nanti. Ini merupakan program lanjutan dari Promo Sambil Berbuat Baik yang diselenggarakan pada 20 Juni-31 Juli lalu. “Kami melihat antusiasme masyarakat dan dampak peningkatan yang dirasakan mitra usaha,” kata Rosel Lavina, VP Corporate Affairs-Food Ecosystem Gojek, Rabu, 19 Agustus lalu.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia Roy Nicholas Mandey menilai keriuhan promo peringatan kemerdekaan itu hanya dinikmati subsektor kebutuhan pokok, termasuk makanan. Masyarakat mengutamakan konsumsi jenis ini, “Bukan yang macam-macam, kosmetik, sepatu, dan lain-lain,” ucap Roy.

Promosi penjualan dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan RI ke-75 di sebuah gerai sepatu di kawasan Pasar Baru, Jakarta, 13 Agustus 2020. Tempo/Tony Hartawan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Konsumsi masyarakat memang tengah lesu terpukul dampak pandemi Covid-19. Badan Pusat Statistik mencatat pengeluaran konsumsi rumah tangga sepanjang triwulan II 2020 merosot 5,51 persen dibanding periode yang sama tahun lalu.

Meski tak sebesar kontraksi pada komponen lain, seperti pengeluaran pemerintah, investasi, dan ekspor-impor, amblesnya tingkat konsumsi rumah tangga menjadi faktor utama penurunan produk domestik bruto pada triwulan itu sebesar 5,32 persen. Sebab, selama ini komponen konsumsi rumah tangga berkontribusi lebih dari separuh PDB.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan konsumsi, bersama investasi, merupakan variabel paling penting. “Sumbangannya mencapai 90 persen dari seluruh ekonomi kita,” ujarnya dalam siaran langsung wawancara dengan TVRI, Senin, 17 Agustus lalu. Masalahnya, menurut dia, memulihkan kedua variabel itu di masa krisis pandemi bukanlah hal mudah. “Berat.”

Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menjelaskan, pemerintah sedang berusaha membangkitkan gairah konsumsi. Salah satunya lewat alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk berbagai bantuan sosial.

Sri Mulyani mengungkapkan, bila suatu negara membukukan angka pertumbuhan tahunan (year-on-year) negatif sedikitnya dalam dua kuartal, berarti negara itu mengalami resesi. “Kita sudah mengalami minus 5,32 pada kuartal kedua. Dan kalau ingin kuartal ketiga enggak negatif, semua (harus) berkontribusi," tuturnya.

Dalam pidato nota keuangan dan rancangan APBN 2021, Jumat, 14 Agustus lalu, Presiden Joko Widodo mengatakan pemerintah menyiapkan anggaran pelindungan sosial bagi masyarakat kelas menengah-bawah sebesar Rp 110,2 triliun tahun depan. Dana itu akan didistribusikan melalui Program Keluarga Harapan, Kartu Sembako, Kartu Prakerja, serta Bantuan Sosial Tunai.

Adapun secara keseluruhan, bujet untuk mendukung pelindungan sosial mencapai Rp 419,3 triliun, termasuk untuk mempercepat pemulihan sosial dan menyokong reformasi sistem pelindungan sosial secara bertahap. Angka ini meningkat dua kali dibanding anggaran pelindungan sosial tahun ini yang hanya Rp 203,9 triliun.

Bantuan subsidi gaji menjadi program terbaru pada anggaran tahun depan. Program ini ditujukan bagi karyawan peserta aktif Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan—kini diperkenalkan sebagai BP Jamsostek—yang memiliki gaji di bawah Rp 5 juta. Kelompok ini akan mendapat bantuan Rp 600 ribu per bulan selama empat bulan. Sasarannya 15,7 juta pekerja dengan alokasi dana Rp 37,7 triliun. Kebijakan ini diharapkan dapat mendorong konsumsi masyarakat sehingga ekonomi bergerak.

Jokowi mengibaratkan kemunduran ekonomi Indonesia, juga semua negara lain, saat ini seperti komputer yang macet. “Sedang hang. Semua negara harus menjalani proses mati komputer sesaat," tuturnya. Jokowi optimistis kemunduran ekonomi dunia menjadi peluang dan momentum untuk mengatasi ketertinggalan, bahkan membalikkan keadaan. "Semua negara mempunyai kesempatan men-setting ulang semua sistemnya.”

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

•••

SEJUMLAH kalangan menyoroti angka-angka yang menjadi target pemerintah pada 2021. Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang dipatok di angka 4,5-5,5 persen dinilai kelewat optimistis di tengah ketidakpastian kapan pandemi akan pergi. “Kami swasta tidak seoptimistis pemerintah,” ujar Ketua Dewan Pertimbangan Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi. Dia memprediksi pertumbuhan ekonomi hanya di kisaran 3-4 persen.

Menurut Sofjan, konsumsi masyarakat kelas menengah-bawah saja tak cukup menggerakkan ekonomi. Pemerintah perlu mendorong segmen menengah-atas agar berbelanja. Sebab, kelompok ini diperkirakan terdiri atas 52 juta orang, yang perannya 60-70 persen dari porsi belanja rumah tangga. "Segmen ini yang paling besar, jadi tergantung mereka, bukan menengah-bawah."

Pemerintah sebenarnya telah mengidentifikasi bahwa masyarakat segmen menengah-atas saat ini cenderung memupuk dananya di perbankan, bukan membelanjakannya. "Berdasarkan data, salah satu masalah adalah dari demand side. Mereka yang mempunyai deposito di atas Rp 200 juta memilih meningkatkan deposito, dan tidak membelanjakan," kata Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Rabu, 12 Agustus lalu.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance, Bhima Yudistira, juga mempertanyakan sederet angka lain dalam asumsi makro ekonomi tahun depan. Pemerintah, misalnya, mematok target inflasi 3 persen. Sedangkan nilai tukar rupiah diasumsikan berada di level 14.600 per dolar Amerika Serikat. “Apa bisa dari resesi kemudian loncat ke 4,5 atau bahkan 5,5 persen? Kita masih menghadapi pandemi yang berpengaruh,” ucapnya.

Kamrussamad, anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat, mengapresiasi optimisme pemerintah yang besar akan kebangkitan ekonomi Indonesia. “Pertanyaannya, mampukah tim ekonomi mewujudkan hal itu dengan mengandalkan sektor konsumsi dan investasi?” tutur politikus Partai Gerakan Indonesia Raya tersebut.


Anggota staf khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, meyakinkan bahwa optimisme dalam nota keuangan 2021 masih berpijak pada realitas. Menurut dia, banyak peluang baru yang diciptakan di era pandemi ini. “Ada sektor baru yang muncul dan berkembang. Di sisi lain, sektor yang terkena dampak Covid diharapkan bisa segera bangkit.”

Di sisi lain, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) mengapresiasi nota keuangan Presiden yang memuat anggaran ketahanan pangan sebesar Rp 104,2 triliun. "Sektor pertanian patut mendapat dukungan lebih karena terbukti mampu berkontribusi terhadap ketahanan ekonomi nasional di tengah potensi resesi ekonomi," kata Sekretaris Jenderal Fitra Misbah Hasan, Sabtu, 15 Agustus lalu.

Belum jelas benar ke mana saja dana Rp 104,2 triliun itu akan ditempatkan. Namun setidaknya Kementerian Pertanian bakal mendapat alokasi belanja tambahan Rp 3,38 triliun. Rencana anggaran sebesar Rp 2,2 triliun akan digunakan untuk mendukung program food estate di Kalimantan Tengah, Sumatera Selatan, dan Papua. Sisanya, Rp 1,18 triliun, digunakan untuk mendanai kegiatan yang berkaitan dengan ketahanan pangan nasional, seperti program Pekarangan Pangan Lestari dan Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian. Total rencana alokasi anggaran untuk Kementerian Pertanian mencapai Rp 21,83 triliun.

Sebelumnya, Presiden Jokowi sempat menyebutkan bahwa Kementerian Pertahanan akan menjadi leading sector dalam pengembangan food estate di Kalimantan Tengah. Dalam RAPBN 2021, kementerian yang dipimpin Prabowo Subianto ini direncanakan mendapat anggaran Rp 136,99 triliun, nomor dua terbesar setelah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Namun tak ada penjelasan eksplisit tentang pengalokasian dana untuk pengembangan food estate dalam rencana anggaran Kementerian Pertahanan.

Kementerian Pekerjaan Umum, yang bakal menerima anggaran Rp 149,811 triliun, dengan jelas mengalokasikan anggaran untuk program food estate tahun depan. Duit terbesar, Rp 5,89 triliun, akan dipakai buat pelaksanaan program di bekas kawasan Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Kalimantan Tengah. Sedangkan program di luar kawasan eks PLG sebesar Rp 750,04 miliar. Dana ini belum termasuk rencana anggaran berupa dukungan ketahanan pangan nasional sebesar Rp 2,2 triliun.

Ekonom Fauzi Ichsan. DOK/TEMPO/Panca Syurkani

Ekonom Fauzi Ichsan mengatakan kunci anggaran bukan hanya dalam urusan makro, melainkan yang utama adalah implementasi. “Seberapa cepat birokrasi bisa mencairkan anggaran dan menyalurkan ke masyarakat,” ujarnya. Masalahnya, Fauzi menambahkan, selama ini masih banyak pejabat dan birokrat yang khawatir akan risiko hukum yang mungkin timbul dalam pelaksanaan program.

Kementerian Keuangan mencatat realisasi belanja negara hingga akhir Juni 2020 mencapai Rp 1.068,9 triliun atau 39,02 persen dari pagu APBN yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2020. Tingkat penyerapan belanja negara ini lebih rendah dibanding periode yang sama tahun lalu. Ketika itu, realisasi belanja negara bisa mencapai 42 persen.

Realisasi belanja pemerintah pusat sepanjang semester I 2020 menjadi yang terendah, yakni mencapai Rp 668,5 triliun atau 33,8 persen dari total pagu Rp 1.975 triliun. Sebagian besar alokasi belanja pemerintah pusat tersebut berupa belanja non-kementerian dan lembaga, yakni Rp 1.138,8 triliun. Namun realisasinya hanya 27,9 persen. Belanja non-kementerian dan lembaga ini termasuk untuk beragam program subsidi dan stimulus penanganan dampak Covid-19.

RETNO SULISTYOWATI, FRANCISCA CHRISTY ROSANA, AHMAD FIKRI (BANDUNG)
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Retno Sulistyowati

Retno Sulistyowati

Alumnus Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur. Bergabung dengan Tempo pada 2001 dengan meliput topik ekonomi, khususnya energi. Menjuarai pelbagai lomba penulisan artikel. Liputannya yang berdampak pada perubahan skema impor daging adalah investigasi "daging berjanggut" di Kementerian Pertanian.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus