Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SUHARSO Monoarfa kehilangan kursi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang dikuasainya sejak 2019. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mengesahkan Muhamad Mardiono sebagai pelaksana tugas Ketua Umum PPP melalui surat bertarikh 9 September 2022. Suharso Monoarfa menilai rapat-rapat partai yang memutuskan pencopotan dirinya tidak sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPP.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekitar empat jam sebelum surat Kementerian Hukum dan HAM beredar ke publik, Suharso menerima tim majalah Tempo di kawasan Senopati, Jakarta Selatan, pada Jumat, 9 September lalu. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional tersebut mengatakan gelagat melengserkannya sudah tampak sejak dulu. “Orang-orang itu seperti berjarak dan mengungkit persoalan domestik saya,” kata Suharso.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bagaimana upaya pencopotan Anda dari kursi Ketua Umum PPP?
Saya sedang dinas di luar negeri lalu menerima pesan teks bahwa akan ada musyawarah kerja nasional ketika perjalanan pulang ke Indonesia. Mengapa mendadak dan tiba-tiba ada undangan? Saya cek siapa yang menandatangani surat itu dan tak ada tanda tangan sekretaris jenderal.
Anda merasa dikudeta?
Saya merasa sedang bekerja untuk bangsa ini tapi tiba-tiba ada yang menusuk saya dari belakang.
Apakah Anda mencium gelagat pencopotan?
Saya merasakan gejalanya karena orang-orang itu seperti berjarak dan mengungkit persoalan domestik saya. Itu sama sekali tidak pantas karena saya menjaga agar perkara itu tak terbuka ke publik. Saya berupaya menjaga syariat saya, tapi jangan digoreng ke sana-kemari.
Baca: Wawancara Suharsono Monoarfa Soal Nasib Ibu Kota Negara
Desakan agar Anda mundur makin kencang setelah insiden pidato “amplop kiai”. Apa tanggapan Anda?
Isu itu difabrikasi karena videonya dipotong-potong. Ada upaya membuat disinformasi yang merugikan saya. Saya sudah minta maaf secara terbuka karena bisa jadi mengambil ilustrasi yang keliru. Saya juga berkeliling ke para kiai di Jawa Timur, pengurus Nahdlatul Ulama, lalu Majelis Syariah PPP dan memohon maaf.
Bagaimana dengan tudingan gratifikasi?
Gratifikasi itu berarti pejabat publik menerima sumbangan untuk memperoleh manfaat tertentu. Namun, kalau sumbangannya kepada partai, tak apa-apa. Ada teman saya yang menyumbang kegiatan partai sejak 2019. Katanya untuk Kang Mas Suharso Monoarfa. Itu jamak di partai politik dan ada aturan sumbangan maksimal untuk kami.
Bagaimana memisahkan kepentingan Anda sebagai ketua partai dengan menteri?
Sumbangan itu yang penting untuk kegiatan partai. Teman saya tidak punya hubungan dengan pekerjaan saya di Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.
Pencopotan Anda kabarnya dimotori pengurus PPP terdahulu. Salah satunya Muhammad Romahurmuziy. Apa tanggapan Anda?
Kami bertemu pada 5 September lalu dan ia menyampaikan beberapa informasi. Saya minta waktu satu-dua hari untuk mengkalibrasi informasi tersebut. Saya mau mundur baik-baik bila informasi yang disampaikan itu benar. Saya tidak posesif dengan jabatan.
(Muhammad Romahurmuziy alias Romy tak merespons panggilan telepon dan pesan yang dikirimkan ke dua nomor kontaknya. Wakil Ketua PPP Arsul Sani menyebutkan bahwa Romy berupaya menjadi mediator konflik karena merasa dekat dengan Suharso Monoarfa.)
Menteri Hukum dan HAM mengesahkan Muhamad Mardiono sebagai pelaksana ketua umum. Tanggapan Anda?
Saya coba mendalami hal ini lebih dulu. Saya dikudeta ketika tidak ada di Indonesia. Mekanismenya juga tidak ada di anggaran dasar dan anggaran rumah tangga partai. Bagi saya, ini sangat aneh.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo