Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Kritik Itu Datang dari Sekelompok Kecil

Jim Taihuttu, 39 tahun, muncul di jagat perfilman Belanda sekitar sepuluh tahun lalu saat merilis Rabat. Sineas keturunan Maluku ini juga dikenal sebagai disc jockey anggota duo hip hop/dance Yellow Claw.

29 Mei 2021 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sutradara Jim Taihuttu di lokasi syuting film De Oost. New Amsterdam Film Company/Milan van Dril

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEPULUH tahun lalu, Jim Taihuttu hadir di kancah film Belanda dengan Rabat, yang langsung meraih sejumlah nominasi dalam Festival Film Belanda atau Nederlands Film Festival (NFF). Pada 2013, Jim merilis film berikutnya, Wolf. Film ini sekaligus mengantarkan dia menjadi sutradara terbaik dalam NFF tahun itu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain sebagai sutradara dan penulis skenario film, pria kelahiran Venlo, Belanda, 6 Juli 1981, ini dikenal sebagai disc jockey internasional dengan nama panggung Jim Aasgier. Dia anggota duo hip hop/dance Yellow Claw. Boleh dibilang musik adalah bagian dari keluarga Taihuttu. Ayah Jim, Gino Taihuttu, adalah musikus. Gino pulalah yang menggarap musik film De Oost.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Walau Jim menggarisbawahi bahwa “semua film saya amat personal,” dia menyebut De Oost sebagai “perjalanan mencari asal-usul saya”. Kakek buyut Jim, Johan Taihuttu, berasal dari Maluku. Sersan Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau Koninklijke Nederlandsch Indische Leger itu tertembak dan meninggal pada 1949 di Indonesia. Keluarga kakek Jim, yang pindah ke Belanda pada 1951, tidak pernah berbicara tentang sejarah pedih keluarga mereka.

Berikut ini petikan perbincangan Linawati Sidarto, koresponden Tempo di Belanda, dengan Jim Taihuttu.

 

Kapan Anda mulai berpikir untuk membuat De Oost?

Prosesnya sebetulnya sudah lama. Saya lahir dan besar di Belanda dengan kulit cokelat dan nama Maluku saya, tapi saya nyaris tidak tahu apa-apa tentang riwayat keluarga saya. Ketika berkunjung ke Indonesia untuk pertama kalinya pada 2010, saya seakan-akan sudah mengenal tempat ini: aromanya, suaranya, bagaimana orang bergaul satu sama lain. Perkembangan ide untuk film ini seperti berjalan selaras dengan makin sering dan lamanya kunjungan saya ke Indonesia.

Bagaimana persiapan Anda untuk film ini?

Kami melakukan riset bertahun-tahun, di Belanda dan Indonesia. Kami juga pergi ke Sulawesi untuk berbicara dengan penyintas perang kemerdekaan di sana. Di Belanda, kami berbicara dengan beberapa veteran perang ini dan keluarga mereka, juga membaca surat dan buku harian serdadu-serdadu dari periode itu. 

Mengapa Anda memilih berfokus pada Johan de Vries, seorang serdadu Belanda? Ada anggapan bahwa sisi Indonesia kurang ditonjolkan....

Yang terpenting adalah dibukanya dialog tentang bagian sejarah ini karena sebagian besar publik Belanda tidak mengenalnya. Terutama generasi muda Belanda harus tahu bahwa perang itu terjadi, dan mungkin ini lebih mudah dimengerti lewat sosok orang muda seperti Johan. Semoga ini membuka jalan untuk film-film serupa dengan fokus cerita yang berbeda.

Bagaimana tanggapan Anda atas kritik dari berbagai pihak di Belanda terhadap De Oost?

Saya senang orang-orang tersebut mengutarakan opini mereka. Ini mencerminkan keberagaman pendapat orang, dan betapa terbatasnya pengetahuan serta diskusi publik tentang topik ini sampai sekarang. Saya juga hendak menggarisbawahi bahwa kritik itu terutama datang dari sekelompok kecil yang dikenal sebagai orang-orang yang tidak berwawasan luas. Sebagian besar orang, terutama anak-anak muda, meraih kesempatan ini untuk berdiskusi dan belajar sendiri tentang perang tersebut, yang tidak mereka pelajari lewat pendidikan formal.

Menurut Anda, bagaimanakah film ini akan diterima penonton Indonesia?

Harapan saya adalah penonton di Indonesia bisa mengapresiasi bahwa saya sudah berusaha menceritakan kisah ini dengan penuh rasa hormat dan integritas.

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus