Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Pemerintah Kota Bogor menyatakan lokasi pembangunan GKI Yasmin bergeser 2 kilometer dari titik awal.
Keputusan ini merupakan hasil kesepakatan jemaat gereja, warga, dan Pemerintah Kota.
Kepada Tempo, Wali Kota Bogor Bima Arya menceritakan negosiasi untuk menyudahi polemik yang berlangsung selama 13 tahun ini.
PEMERINTAH Kota Bogor akhirnya menyelesaikan pekerjaan rumah itu: kasus GKI Yasmin. Masalah ini muncul pada 13 tahun lalu, saat sekelompok orang hendak membangun gedung Gereja Kristen Indonesia di Perumahan Taman Yasmin, tapi mendapat penolakan dari sebagian warga permukiman di Kecamatan Bogor Barat tersebut. Persoalan kian pelik karena Pemerintah Kota tak kunjung menjalankan putusan Mahkamah Agung yang membatalkan pembekuan izin gereja tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bima Arya Sugiarto, yang menjabat wali kota sejak 2014, menempatkan isu polemik GKI Yasmin sebagai satu agenda kerjanya. "Ini proses yang panjang. Kami terus bertemu hampir setiap bulan sejak 2017," ujarnya kepada wartawan Tempo, Fransisco Rosarians, Adam Prireza, dan Juli Hantoro, di kantor Tempo, Jakarta, pekan lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selama lebih dari satu jam, dia berbicara blak-blakan soal isu tersebut. Bima, 48 tahun, meminta hasil wawancara dimuat setelah pengumuman resmi Pemerintah Kota Bogor, kemarin siang, yang menyatakan gereja tersebut direlokasi ke lahan milik Pemerintah Kota. Jaraknya 2 kilometer dari titik awal.
Jemaah GKI Yasmin melakukan kebaktian Minggu di trotoar jalan setelah pemerintah kota Bogor membatalkan IMB GKI Yasmin, di Jl Raya Yasmin Bogor, Jawa Barat, 2 Oktober 2011. Dok.TEMPO/Arie Basuki
Setelah lebih dari 13 tahun, bagaimana akhirnya tercapai titik temu antara jemaat gereja, warga penolak, dan Pemerintah Kota?
Ini proses panjang yang saya coba selesaikan secara pelan-pelan. Dimulai dengan diskusi antara Pemerintah Kota Bogor dan perwakilan resmi GKI Yasmin, yang disebut Tim 7. Mereka adalah tujuh pendeta yang ditunjuk resmi sejak 2017 oleh gereja, bukan dipilih Pemerintah Kota. Sejak itu, hampir setiap bulan kami terus bertemu dan berkomunikasi. Awalnya, muncul tiga opsi, yaitu berbagi lahan dengan masjid, menerbitkan izin mendirikan bangunan (IMB) di lokasi lama, atau menerbitkan IMB di lokasi baru. Setelah pembahasan di lingkup internal GKI, opsi pertama dinilai tak mungkin dilakukan sehingga dihapus. Kami kemudian berfokus pada dua opsi.
Mengapa memilih pemindahan lokasi?
Sejak 2017 sampai 2019, Pemerintah Kota dan pengurus Gereja Kristen Indonesia (GKI) mulai memetakan profil warga sekitar lokasi lama. Hasilnya, pemetaan kami sampaikan ke GKI Yasmin bahwa masih ada trauma dan penolakan dari warga sekitar. Bisa saja saya terbitkan IMB di lokasi lama, tapi GKI memilih tidak. Alasannya, percuma ada IMB kalau tetap terjadi gesekan horizontal. Lalu kami tawarkan lokasi lain melalui hibah, yaitu aset pemerintah dari ruilslag atau tukar guling dengan perusahaan. Luasnya 2,7 hektare di Jalan KH Abdullah bin Nuh (jalan yang sama dengan lokasi awal). GKI tak langsung bilang "ya". Mereka minta bantuan pemerintah untuk memastikan dulu dukungan dari warga sekitar lokasi baru itu.
Bukankah Mahkamah Agung memerintahkan Pemerintah Kota Bogor mengizinkan pembangunan di lokasi awal?
Kalau terus membahas persoalan lama, termasuk putusan ini, tentu tak akan ada solusi. Padahal, harus diketahui, bahwa IMB lama GKI Yasmin itu sudah expired. Saya pun sudah bilang ke GKI Yasmin, kalau memang sepakat membangun di lokasi lama, akan dikeluarkan IMB yang baru. Tapi, setelah pemetaan warga, mereka pun memilih pembangunan di lokasi lain.
Seberapa besar keyakinan Anda bahwa tidak ada penolakan di lokasi baru?
Beda, ya. Lokasi baru ini di pinggir jalan besar persis. Jauh dari permukiman. Saya sudah turun langsung. Saya datangi masjid-masjid, temui para tokoh, kiai, ustad, dan warga untuk memberikan penjelasan. Ini kerja tim besar. Selain lobi personal, kami melibatkan jejaring bersama Komnas HAM, Setara, Paramadina, dan Asia Foundation untuk ikut membangun kesadaran keberagaman di masyarakat selama lima tahun terakhir.
Bagaimana Anda menjamin jemaat GKI Yasmin bisa beribadah dengan tenang setelah kesepakatan ini?
Sebenarnya, hanya perlu menyerahkan desain rencana pembangunan gereja. Sebab, syarat pengumpulan tanda tangan warga sekitar itu sudah terpenuhi. Jadi, mungkin sekitar dua pekan ini IMB akan terbit. Persoalan hak ibadah bagi jemaat GKI Yasmin ini sudah bisa selesai 70 persen, kira-kira.
Nyatanya, masih ada penolakan di lingkup internal GKI Yasmin...
Ini proses yang panjang. Kami diskusi dengan wakil GKI Yasmin yang resmi, yaitu Tim 7. Pemerintah sudah hadir dengan membantu pendekatan dengan warga sekitar. Kami pun memberikan hibah lahan kepada mereka. Tadinya mau kami berikan juga bantuan pembangunan, tapi jemaat menolak karena ingin mandiri. Jadi, kami serahkan semua langkah berikutnya kepada mereka, termasuk lokasi lama, apakah akan dijual untuk menambah uang pembangunan atau lainnya. Saya sih pernah menyurati dewan di GKI Yasmin, mungkin bisa dipertimbangkan jika lokasi lama dibangun untuk kepentingan publik. [ ]
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo