Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Wereng dan lurah yang tidur siang

Ketika bupati pemalang berkunjung ke desa karangasem dan temuireng, kedapatan kedua lurahnya sedang tidur siang. padahal desa tersebut sedang diserang wereng. bupati menurunkan larangan tidur siang.(ina)

20 Desember 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ENTAHLAH, apa yang dirasakan oleh Bupati Pemalang, Jawa Tengah, suatu hari di bulan lalu, kctika meninjau sejumlah desa di wilayahnya yang dikabarkan diserang wereng. Ketika rombongan Bupati sampai di sebuah desa bernama Karangasem, uasana benar-benar sepi. Hanya ada beberapa penduduk terlihat, dan yang menyambut Slamet Haryanto, bupati itu. Lalu bagaimana pula nasib pamong desanya? Segera, penyidikan dilakukam Penduduk yang kebetulan lewat ditanya. Maka, di desa yang sepi itu tiba-tiba sebuah kesibukan muncul: mencari pamong desa di sudut-sudut sawah, atau di mana saja yang mungkin. Akhirnya diperoleh info yang jelas, yang sekaligus membuat Pak Bupati jelas-jelas jengkel. Kepala Desa sedang menikmati tidur siang di rumah. Entah memang ini kebiasaan setempat atau karena pengaruh serangan wereng, di Desa Temuireng pun, kepala desanya sedang asyik mendengkur ketika Bupati tiba. "Coba, siapa yang tidak jengkel. Saat sawah dalam keadaan kritis terkena wereng cokelat, kok enak-enak tidur siang," kata Bupati. Kecemasan mula-mula, kejengkelan kemudian, dari Bupati itu bisa dimaklumi. Kabupaten Pemalang memang termasuk gawat. Separuh dari 22 ribu hektar sawah di kawasan ini digasak wereng. Bahkan Bupati Slamet termasuk yang dipanggil oleh Presiden Soeharto, ketika gerakan mengganyang wereng cokelat dicanangkan. Sepulang dari Jakarta itulah Bupati Slamet aktif bergerak ke desa-desa, dan membangunkan para lurahnya. "Saya sadar itu risiko kepala desa. Tugas ini memang tak bisa dibilang ringan," kata Soewirjo, Kepala Desa Karangasem, yang dibangunkan itu. Memang bukan soal ringan untuk jaga siang, sementara kebiasaan tidur siang sudah bagaikan candu. Tapi pamong desa mana berani melawan perintah bupatinya, yang walau cuma disampaikan secara lisan, ada sanksinya? Jadi, apa akal? "Saya tetap bisa tidur siang, tetapi tidak di rumah," ujar seorang kepala desa, yang sehubungan dengan "kreativitas"-nya minta jangan disebutkan identitasnya. "Saya membawa tikar dan bantal. Di semak-semak dekat sawah tikar itu saya gelarkan dan saya pun lalu tidur. Kalau Pak Bupati datang, saya sudah siap di sawah, he..he..." Tapi apa, sih, kira-kira sanksi yang bisa dijatuhkan dari perintah lisan itu? Jawab Bupati Slamet Haryanto kepada TEMPO "Pokoknya, yang melanggar instruksi saya ini, awas." Akan halnya juklak atau petunjuk pelaksanaan tentang "awas" itu memang belum ada. Harap awas, itu saja.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus