ANAK-ANAK sangat perlu makan. Tapi, kalau ada anak di bawah usia 5 tahun tak nafsu makan? Ini dulu memang soal. Sekarang mungkin tidak lagi. Sebab, di pasaran terutama di kota-kota besar kini banyak beredar obat penambah nafsu makan. Datang saja ke dokter dan minta obat itu, selesai. Setidak-tidaknya itulah yang terjadi selang beberapa tahun terakhir ini. Kebiasaan yang tampaknya mulai biasa ini, ternyata, tak sehat. Paling tidak, menurut pandangan Dokter F.J. Suryapranata, 50. Baru-baru ini, dokter spesialis anak lulusan FK UI ini menulis di kolom surat pembaca Kompas, membeberkan kecemasannya tentang praktek "tak terpuji" yang disinyalirnya berlangsung lewat pembuatan obat yang biasa disebut dengan istilah apetikum itu. Ada ikhtiar memperdayai konsumen mulai dari pembuatan penerapan pemakaian, hingga promosi serta penjualan obat penambah nafsu makan, itulah inti maksud surat Dokter Surya. Dalam pembuatan, misalnya menurut Surya, apetikum itu di-make up dengan vitamin dan asam amino hingga tampak sebagai vitamin. Dia lalu menyebutkan contoh Cyproheptadine, Pizotifen, dan Reserpin. "Ketiga macam obat tersebut, bila dikaji sepintas, memang ideal untuk memenuhi tuntutan orangtua, karena ketiganya berefek samping: menyebabkan mengantuk dan nafsu makan yang berlebih," tulis Surya. Tapi dia gusar. Sebab, sebenarnya itu semua sekadar pemutarbalikan efek obat. Yakni efek samping yang diputarbalikkan menjadi efek utama lewat obat yang kemudian disebut-sebut sebagai vitamin penambah nafsu makan. Jika sekadar itu saja, mungkin Dokter Surya tak geram. Dia akhirnya mengangkat pena karena ternyata ada bahaya yang cukup serius akibat pemakaian vitamin yang ditimbulkan oleh ketiga jenis obat penambah nafsu makan tadi. Misalnya ketergantungan obat. Sebab, anak yang sudah biasa makan obat ini dan jadi kuat makan jadi rewel kembali dan susah mau makan kalau tak makan obat, yang juga diketahui punya khasiat penenang itu. Dan ada lagi. Ketiga obat tadi masing-masing membawa akibat buruk tambahan bagi peminumnya. Cyproheptadine misalnya. "Bisa menambah gemuk badan, karena ia menahan air dalam tubuh. Tapi ia juga menghambat pertumbuhan," tambah Dokter Surya pada Ahmed Soeriawidjaya dari TEMPO. Dia tak menjelaskan secara rinci bagaimana pertumbuhan tadi dihambat oleh obat yang sebenarnya diketahui juga sebagai obat antialergi itu. Namun, ia mengingatkan bahwa akibat lanjutan obat tadi ialah anak bakal bertubuh pendek, saraf matanya bisa terganggu (neoritis), dan bisa pula kena radang otak. Boleh jadi begitu serius, maka Dokter Surya sampai perlu membeberkan nama dagang sekitar 20 vitamin yang ditudingnya kini beredar di pasaran. Obat itu biasa diberikan dokter dengan resep. Namun, tak tertutup kemungkinan pula dibeli para orangtua di kedai atau depot-depot obat. Ia lalu merinci nama-nama obat itu. Yang mengandung Cyproheptadine: Actinal, Apetisin, Appestim, Aspiron plus, Cendoctin, Cyp, Cyprolysin, Cypron, Cypro Vita, Daboran, Elotin Vita, Heptasan Vita, Nelactin, Protadin, Triactin, Triactin plus, Vitadex, dan Voracin Vita. Sedangkan yang mengandung Pizotifen: Mosegor dan Mosegor Vita. Dan yang mengandung Reserpin: Antanorex. Benarkah ada efek negatif serius ditimbulkan obat-obat itu? Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Midian Sirait tak menyangkalnya. Malah dia membenarkan, obat-obat itu sudah lolos penelitian dan boleh beredar di pasaran. Tapi, karena sudah menetapkan obat itu hanya bisa dibeli dengan resep, dia tak melihat perlunya pelarangan beredar obat-obat itu. "Semua obat itu dikategorikan wajib resep," katanya kepada Agus Basri dari TEMPO. Karena itu, "Jangan beli bebas dan biarkan dokter yang menentukan kapan obat itu dipakai." Secara pribadi, Midian Sirait memang mengakui obat penambah nafsu makan itu yang baik adalah yang alamiah. "Kepada anak sendiri, saya biasanya menyuruh mereka makan bawang goreng yang dicampur air," ujarnya. Sebab, selain tak ada efek samping berbahaya, rempah dapur tradisional itu, katanya, lebih mujarab. Memang, ini salah satu jalan keluar, agaknya. Sebab, menurut farmakolog terkenal Prof. Iwan Dharmansjah, soal obat nafsu makan tadi masih merupakan sesuatu yang kontroversial di sini. Ada yang mendukung prinsip Dokter Surya, tapi banyak juga yang tak menyetujuinya. Maklum, soal anak yang mogok makan di sini lain dengan di negara maju. "Anak di Indonesia biasanya lebih manja, karena banyak tangan pengasuh yang ikut menanganinya. Dari mulai orangtua, tante, opa-oma, sampai babu," kata Iwan. Maka, mengapa sang anak tak mau makan, harus diteropong secara rinci sebabnya. Misalnya seorang dokter perlu mengadakan psikoterapi. Setelah itu, baru jika memang diperlukan, obat penambah nafsu makan tadi bisa diberikan pada sang anak. "Asal dokter tak sembrono dalam memberikan dosis dan ia sudah mengadakan pengecekan detail terhadap anak yang bersangkutan, tak ada salahnya memberi anak obat nafsu makan," kata Iwan lagi. Tentang efek samping, "semua obat mesti punya efek samping," kata Djoharsyah, Manajer Humas PT Pharos Indonesia, produsen obat Voracin Vita, salah satu obat yang disebut Dokter Surya punya dampak berbahaya tadi. Itu bisa berarti, kalau tak mau kena efek samping, ya, jangan makan obat. Marah Sakti Laporan Biro Jakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini