Penyair Kristen Libanon abad ke-19, Kahlil Gibran, mengatakan, "Bila kamu mencapai inti kehidupan, kamu akan mendapati dirimu tidak lebih tinggi dari bajingan, dan tidak lebih rendah dari nabi." Bunyi renungan spiritual itu mirip peran yang dijalani Kiai Hamim Jazuli (1940-1993)—atau Gus Mik, begitu panggilan akrabnya—yang mencerminkan pencapaian batin tersebut.
Dalam sebagian lembaran hidupnya, Gus Mik menjalani dua habitat pergaulan yang bertolak belakang. Ibaratnya, kaki kanan di dunia "orang baik-baik", kaki kiri di dunia "orang-orang yang dianggap sebaliknya". Putra K.H. Achmad Jazuli, pendiri Pesantren Alfalah Ploso, Kediri, itu bergaul di tengah komunitas santri pada suatu waktu, dan di tengah komunitas penikmat hiburan malam pada waktu lain.
Gus Mik adalah tokoh sentral dan pendiri komunitas Semaan Mantab, sebuah forum pengajian yang berdiri pada 1986 dengan menu utama mendengarkan lantunan ayat Quran dan ceramah agama. Diadakan di beberapa tempat di sejumlah kota di Jawa, pengajian itu selalu menyedot ribuan jemaah. Kehadiran Gus Mik di acara semaan, bak seorang superstar, sering disambut dengan histeria massa oleh jemaahnya. Usai pengajian, sebagian jemaah rela menunggu antrean puluhan orang sekadar untuk bersalaman dengan tokoh pujaannya atau berharap bisa berkonsultasi dengannya menyangkut masalah pribadi, peruntungan, dan jodoh.
Sebulan dia pernah dimintai sekitar 120 orang tua yang membutuhkan nama untuk bayinya. Banyak orang yang percaya, Gus Mik memiliki karomah (keunggulan supernatural). Bahkan ada yang menganggapnya manusia suci. Gelas air mineral yang diseruputnya diperebutkan oleh jemaahnya dengan harapan memperoleh berkah. Keunggulan supernatural itu—boleh juga disebut keanehan—disaksikan oleh keluarganya. "Pihak keluarga meyakini bahwa Gus Mik memang memiliki keanehan," kata Gus Sabut Pranoto Projo, anak kedua Gus Mik, kepada Jalil Hakim dari Tempo.
Namun, Gus Mik juga memiliki habitat pergaulan yang sebaliknya. Kiai yang suka berpenampilan trendi, dengan kaus bermerek dan bersih dari aksesori seorang kiai itu sering mengunjungi diskotek, klub malam, dan kafe. Tempat-tempat favoritnya LCC, pub yang menyajikan musik hidup dan arena berdansa, dan Kafe Elmi, restoran hotel yang buka 24 jam—keduanya di Surabaya. Sambil berbincang-bincang dengan komunitasnya, Gus Mik sering tampak menenggak minuman beralkohol, terutama bir hitam. Jemaahnya yang datang dari berbagai profesi antara lain pelawak, penyanyi, pengacara, wartawan, dan polisi itu mendengarkan pembicaraan Gus Mik dengan penuh takzim. Di tengah aroma alkohol yang merebak, kata-kata kiai yang jago berbahasa Arab walau tidak mengenyam pendidikan pesantren itu tetap saja memiliki pesona dan magnet spiritual. Sebagian mereka kembali menjadi orang baik-baik.
Dari penampakan luar, perilaku Gus Mik kontradiktif. Karena itu, ada yang menyebutnya nyentrik. Namun, ada benang merah prinsip Gus Mik dalam menjalankan misi kebenarannya. "Saya dituntut untuk menguasai bahasa kata, bahasa gaul, bahasa hati," kata kiai yang merasa "ditugasi Allah untuk mengantarkan umatnya ke jalan yang benar" ini. Dalam arti lain, komunitas "kelompok malam" yang dimasukinya hanyalah semacam kiat komunikasi yang lain. Dan itu pun, menurut Gus Mik, pernah dijalani oleh Ahmad ibn Hanbal, salah seorang yang paling rasionalis dari empat imam mazhab fikih Islam. Cara-cara umat kebanyakan dengan main larang tak dilakukannya. "Ibnu Hanbal tidak suka model unjuk rasa yang anti ini dan anti itu, " kata Gus Mik, seperti ditulis majalah Matra. Dalam bahasa K.H. Abdurrahman "Gus Dur" Wahid, "Gus Mik mengidolakan ulama yang membunyikan lonceng harapan dan genta kebaikan, bukan hardikan dan kemarahan kepada hal-hal yang buruk."
Dalam pergaulan, wawasan keimanannya pun tidak terkotak oleh tembok teologi. Komunitasnya, karena itu, tidak hanya kalangan muslim, tapi juga penganut Hindu dan Katolik. Memandang manusia memiliki potensi untuk memperbaiki diri sendiri, Gus Mik relatif jarang menggurui terutama kepada komunitas kelompok malam.
Kelik M. Nugroho
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini