Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kriminal

Belajar Dari Setan Judi

Sejumlah penjudi memaparkan pengalamannya. seorang direktur mengatakan, penjudi hanya bisa menang kalau ia kuat melawan hawa nafsu dan punya target. yang lain mengatakan harus tahan godaan.

21 Februari 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIDAK seorang pun bisa kaya karena main judi," ucapan klise ini terdengar mantap dari telepon di ujung sana. Warna suaranya khas, diseling "hua ha ha" yang juga khas. "I've learned my lesson, " lanjut Samsi, (bukan nama sebenarnya), bapak dari 10 anak dan kakek dari 12 cucu itu. Arena judi sudah ditinggalkannya sejak tiga tahun silam. Hartanya tidak sampai ludes, tapi cukup terkuras. Baginya judi sudah mendarah-daging. "It is in my blood," katanya, lagi-lagi dalam bahasa Inggris. Ia berjudi mula-mula karena ingin mencoba-coba, tapi akhirnya mencandu. Sebelum hwa hwe, bahkan jauh sebelum ada NIAC (New International Amusement Centre) dan Copacabana, Samsi yang mengaku besar dan tua di Jakarta, sudah kenal judi yang pada mulanya di-backing baju hijau. Pernah bertobat? "Ou, lebih dari sekali. Tapi main lagi, ha ha ha. Ya, makan sumpah sendiri." Samsi tidaklah terlalu kaya, tapi ada saja uangnya untuk keliling dunia dan berjudi di mana-mana. Dia memperoleh kesan bahwa Genting Highland, pusat judi di Malaysia itu, horrible, sedangkan Las Vegas businesslike. Hanya di Jakarta ia menemukan suasana ramah bersahabat. Kalau di Macao penjudi boleh memberi tip pada pelayan, di Jakarta justru dilarang keras. Gara-gara tip yang terlalu besar, di beberapa tempat judi di luar negeri pernah terjadi persekongkolan antara penjudi dan karyawan rumah judi. Ketika akhirnya ketahuan, karyawan serupa itu dipecat, sedangkan penjudi yang nakal tidak diizinkan lagi menginjakkan kaki di sana. Seperti umumnya penjudi, Samsi tidak bersedia mengungkapkan berapa besar kekalahannya. "Itu relatif," ujarnya mengelak. "Tapi kalau kalah, saya tidak ngotot. Saya tidak ke rentenir." Kemudian ia menyitir sebuah peringatan yang terbaca olehnya di arena judi Macao "Only lose what you can affort to lose." -- kalahlah sekedar kemampuanmu. Sebuah peringatan yang baik, tapi sulit dilaksanakan. Memang, tidak sedikit penjudi yang lupa daratan dan jatuh dalam cengkeraman rentenir. Seorang pemuda yang berasal dari keluarga usahawan yang tersohor kaya, pernah diserbu rentenir secara beramai-ramai. Mereka ber"kemah" di pekarangan rumahnya dan tidak mau pergi sebelum piutang dilunasi. Tapi Samsi tidak sampai begitu. Kalau kalah ya sudah. Pulang. Tapi apakah Samsi pernah menang dalam jumlah besar? Tanpa sedikit pun rasa bangga, penjudi kawakan itu berucap bahwa menang itu soal biasa. Boleh percaya boleh tidak, ia mengaku dalam sekali main pernah memungut hasil sebanyak Rp 12 juta. Bicara tentang uang berjuta-juta sungguh mengasyikkan, apalagi kalau hisa terkumpul dalam tempo beberapa jam saja. Hassan (juga bukan nama sesungguhnya) pernah menikmati hal yang sama. Kini ia lebih banyak senyum jika mengingat masa dulu, masa "kesetanan judi". Sambil membetulkan letak dasi, direktur yang mengaku sebagai pengusaha ekonomi lemah itu, mulai bercerita. "Penjudi hanya bisa menang kalau ia kuat melawan nafsu. Dan punya target. Juga harus dapat berhenti main pada waktu yang tepat," tuturnya. Pengalaman mengajarkan pada Hassan bahwa yang disebut hokki itu mengunjungi penjudi dan bandar secara bergiliran. Nah, kalau giliran penjudi tiba, katanya, rebutlah ia, segera bawa pulang. "Jangan tunggu sampai hokki berpindah ke tangan bandar." Tapi itu tidak mudah. "Setan judi luar biasa pengaruhnya," ujar Hassan pula. "Saya sampai menghentak-hentakkan kaki ke lantai supaya mau berdiri." Lalu, apa yang dimaksudnya dengan target? Hassan tersenyum lagi. "Seorang penjudi yang baik, harus main dengan modal dan sasaran tertentu. Misalkan ia ke kasino dengan modal « juta, maka harus diingat bahwa hanya jumlah sekian itulah yang boleh dihabiskan. Begitu juga kalau mau menang. Tentukanlah targetnya lebih dulu, 1 juta umpamanya. Kalau target 1 juta sudah tercapai, apa lagi. Jangan ingin lebih banyak dan jangan tunggu lebih lama. Hassan mengaku ia mulai berjudi karena iseng. Dengan perhitungan yang cukup matang itu, tak urung Hassan tersungkur jua. Memang, kekalahannya tidak banyak, karena seperti katanya, "modal saya juga tidak seberapa." Tanpa menyebut-nyebut soal target, Oom Boyke (tak mau disebutkan nama sebenarnya), dalam garis besarnya sependapat dengan Hassan. Dalam gaya santai ia memperhatikan bola rolet menggelinding di piringnya, di Kasino Copacabana, Ancol, Jakarta. "Saya tiap hari ke sini. Judi sudah jadi mata pencarian saya," katanya tanpa ragu. Pengalaman belasan tahun telah mencetak si oom ini menjadi penjudi tangguh. "Main tidak boleh ngotot. Buat saya, satu hari bisa menang Rp 50.000, sudah cukup. Langsung berhenti terus pulang. Tidur bisa enak," katanya. Ia tersenyum. Bagaimana kalau kalah? "Ya, misalkan modal Rp 100.000. Kalah sebanyak itu, ya pulang. Besok datang lagi. Fight again," ujarnya dalam gaya seorang penjudi profesional. Menurut Oom Boyke resep utama seorang penjudi cuma ini: "Harus kuat, tahan godaan. Kalau tidak, kita tidak pernah menang." Dia sudah membuktikannya sendiri. Berkali-kali. Tapi sesudah 1 April nanti mau main di mana? "Apa macam la," jawabnya tersenyum, "ya main di rumah." Apa tidak sulit? "Ya memang. dangerous, " ucapnya datar sambil melihat berkeliling, mencari-cari kursi black jack yang kosong. Oom Boyke agaknya tidak punya pilihan lain. Hidupnya sudah tergantung pada judi. Samsi menyesalkan mengapa Bang Ali tidak dulu-dulu memindahkan judi ke pulau. "Di sana kan aman." Sementara Hassan berlagak seolah ingin kembali mengadu nasib. "Mumpung masih ada waktu 1« bulan lagi," ujarnya setengah bercanda....

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus