PADA mulanya di tahun 1970. Sebuah perusahaan bernama PT Amal
Rahardja berdiri di Jakarta untuk menampung beberapa pemilik
mikrobus yang biasa mengangkut penumpang umum. Kericuhan
terjadi, tak lama setelah itu. Yaitu pada saat beberapa
pimpinannya dianggap oleh pengurus lainnya hendak memonopoli
sebagian besar saham yang ada. Perpecahan terjadi dan beberapa
pengurus mengundurkan diri dari perusahaan itu.
Kericuhan itu rupanya cukup ramai juga. Sehingga Sarbini, yang
ketika itu menjadi Menteri Koperasi menganjurkan kepada beberapa
anggota yang keluar untuk mendirikan Koperasi Angkutan Jakarta
(Kopaja). Kesan bahwa suatu saat beberapa orang pimpinan suatu
PT akan memonopoli sebagian besar saham perusahaan, antara lain
tetap menghantui pengurus-pengurus Kopaja ketika akhir tahun
1976 lalu terbentuk PT Metro Mini. Dalam surat keputusan yang
dikeluarkan Gubernur DKI Ali Sadikin tentang perusahaan ini
disebutkan bahwa semua angkutan jenis mikrobus di Jakarta harus
menggabungkan diri ke dalam PT Metro Mini. Artinya dari 78 buah
mikrobus milikpara anggota Kopaja harus menggabungkan diri dalam
badan usaha baru itu. Jika tidak kendaraan-kendaraan itu
dilarang beroperasi.
Kontan reaksi datang dari para anggota Kopaja. "Kami tak
keberatan adanya Metro Mini, tapi janganlah usaha kami
dimatikan", ujar Ali Syah, Ketua I Kopaja. "Kita kan orang
miskin, yang cocok hanya koperasi sebab bentuk PT hanya untuk
orang-orang kaya yang sanggup beli 4 sampai 5 bus", tambah
Mudjono pemilik 2 buah mikrobus yang terpaksa nongkrong saja di
samping rumahnya sejak Metro Mini terbentuk. "Apalagi beberapa
orang bekas pengurus PT Amal Rahardja sekarang duduk pula
sebagai pengurus Metro Mini", tambah seorang anggota pengurus
Kopaja. Menurut Mudjono pula, dari 51 orang anggota Kopaja
(dengan 78 buah mikrobus) sampai sekarang hanya 11 orang saja
yang mau masuk Metro Mini. Tapi menurut Hatta Marlaut, seorang
bekas anggota Kopaja yang telah menggabungkan diri ke dalam
Metro Mini "sudah 22 orang anggota Kopaja dengan 32 buah yang
masuk Metro Mini".
Bantuan Beras & Uang
Yang pasti sebagian besar anggota Kopaja masih tetap bertahan.
Risikonya, sejak bulan Pebruari lalu praktis mobil-mobil mereka
tak jalan. Tentu juga para supir dan keneknya. Memang ada
beberapa orang anggota yang tak tahan dan nekat menjalankan
mikrobusnya untuk sekedar mencari belanja keluarga. Tapi belum
sempat menggaet seorang penumpang pun, para petugas DLLAJR sudah
menghadang. Surat-surat mobil disita dan disuruh datang ke
kantor Metro Mini jika surat-surat itu mau diurus. Untung,
tambah Ali Syah, sejak bulan Pebruari pihak Ditjen Koperasi
memberi bantuan berupa beras dan sekedar uang kepada para
anggota Kopaja yang masih menganggur itu. "Sekitar 1.500 jiwa
merasakan parahnya penderitaan ini", kata Ali Syah lagi.
Bahkan tanggal 2 Pebruari lalu Menteri Nakertranskop Subroto
juga telah melayangkan surat kepada Menteri Dalam Negeri. Isinya
meminta agar Kopaja diberi kesempatan meneruskan kegiatannya
seperti semula. Subroto juga meminta agar Menteri Dalam Negeri
langsung turun tangan memecahkan persoalan Kopaja ini, sehingga
Gubernur Ali Sadikin dapat meninjau keputusannya. Surat serupa
juga ditujukan kepada pihak Departemen Perhubungan dan langsung
kepada Gubernur DKI. Bahkan sebelumnya pihak Dewan Perwakilan
Rakyat DKI juga meminta kepada Gubernur Ali Sadikin agar "tetap
memberikan hak hidup kepada Kopaja" di samping adanya Metro
Mini.
Ayat 2
Pembentukan PT Metro Mini dimaksudkan "agar pengusaha-pengusaha
mikrobus yang terdiri dari pengusaha-pengusaha lemah dapat
menjadi lebih kuat", jawab Kepala Humas DKI Syariful Alam kepada
TEMPO. Maksudnya, agar para pemilik dapat meremajakan kendaraan
mereka. Menurut Syariful, gagasan pembentukan Metro Mini ini
"belajar dari lahirnya Presiden Taksi yang sukses itu". Pejabat
ini menolak tuduhan seakan-akan Pemda DKI menyia-nyiakan usaha
koperasi. "Di Jakarta sekarang terdapat 608 buah koperasi yang
dibina DKI, malah lebih berhasil dari daerah lain", tambahnya.
Ia mengakui koperasi dijamin oleh UUD. Tapi diingatkannya bunyi
ayat 2 dari pasal 33 UUD itu: "Cabang-cabang produksi yang
penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak,
dikuasai oleh negara".
Nah, kata juru bicara Pemda DKI itu, angkutan umum di Jakarta
menyangkut hajat hidup orang banyak, lebih-lebih karena sekitar
1,5 juta penumpang masih berada di luar daya tampung bus kota.
Karena itu pula. pihak DKI ingin menguaai angkutan umum dengan
mikrobus.
Syariful Alam juga mengungkapkan, bahwa jauh sebelum PT Metro
Mini terbentuk telah dilakukan beberapa kali pendekatan terhadap
kelompok-kelompok mikrobus yang ada. Terakhir setelah ribut soal
Kopaja, pihak DKI juga mengundang Dirjen Koperasi. "Tapi mereka
tak datang", kata Kepala Humas DKI itu. Mengapa? Tak dijelaskan.
Tapi pihak Kopaja dengan keras menolak tudingan Syariful Alam,
seolah-olah usaha koperasi ini hanya rajin menarik uang iuran
harian dan bulanan dari para anggotanya saja. "Hendaknya
Syariful Alam sekali-sekali jadi Humas koperasi, jangan jadi
humas Metro Mini saja", sindir Ali Syah. Ketua I Kopaja ini
memang mengakui seperti lazimnya usaha koperasi mengutip uang
iuran dari anggotanya. Dalam hal Kopaja, kata Ali,
anggota-anggotanya diwajibkan membayar uang simpanan pokok Rp
2.500. Lalu, uang simpanan wajib setiap bulan Rp 2.000. Tapi ada
lagi, para anggota juga diwajibkan membayar dana taktis Rp 500
per-hari dari tiap anggota. Untuk apa? "Supaya anggota kami
selamat dari oknum petugas polisi lalu-lintas dan LLAJR", kata
Ali Syah.
Di pihak lain Ali Syah mengakui pula, bahwa para anggota Kopaja
belum meremajakan kendaraan mikrobus mereka. "Karena selama ini
kami sibuk mengurus trayek anggota yang selalu
dipindah-pindahkan", tutur Ali. Ia mengungkapkan, sejak Kopaja
terbentuk tahun 1971 mereka telah merintis rute Blok M-Cililitan
lewat Cawang dan Blok M-Kebon Binatang lewat Kemang. Ketika itu
jalan di sini masih sangat buruk dan terbilang rute kurus
penumpang. Tapi setelah jalan di sini bagus dan penumpang
banyak. DLLAJR menginstruksikan agar rute mikrobus di sini
dipindahkan ke rute kering. Yaitu Blok M-Veteran dan Pasar
Minggu-Ciganjur. "Karena itu kami selalu berjuang agar
anggota-anggota kami mendapat rute yang lumayan. Ada yang
berhasil, banyak yang tidak", tambah Ali. Menurut dia karena
itulah maka peremajaan mikrobus anggota-anggotanya selalu
terlambat. Sampai terjadi kericuhan karena terbentuknya Metro
Mini.
Menurut Ketua I Kopaja itu, dalam beberapa hari terakhir ini ia
telah berusaha menemui Adnan Buyung Nasution SH dari Lembaga
Bantuan Hukum DKI. Akan berperkarakah? "Tergantung kemauan
anggota-anggota",jawabnya, "tapi yang jelas saya mau minta
nasehat hukum dalam soal ini".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini