Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) meminta pemerintah mengungkap nama 28 rumah sakit, klinik, dan rumah bersalin yang ditengarai menggunakan vaksin palsu. Alasannya, masyarakat perlu mengetahui sarana kesehatan itu agar tidak salah memilih tempat imunisasi bagi anak balitanya. "Kalau nama-namanya dibuka, masyarakat juga bisa segera meminta anaknya divaksin ulang," kata Wakil Ketua YLKI, Sudaryatmo, saat dihubungi, kemarin.
Sudaryatmo meminta pemerintah memfasilitasi masyarakat yang menjadi korban vaksin palsu. Fasilitas tersebut meliputi penunjukan satu rumah sakit untuk melakukan vaksin ulang serta pembiayaan yang ditanggung pemerintah. "Masyarakat berhak mendapat pela-yanan kesehatan yang baik," kata dia.
Seruan YLKI ini merespons temuan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bahwa vaksin palsu telah beredar ke sembilan provinsi. Sedikitnya, ada 28 sarana pelayanan kesehatan, se-perti rumah sakit swasta, klinik, dan rumah sakit bersalin yang kedapatan memakai vaksin palsu. "Sarana pelayanan ke-sehatan tersebut tersebar di Pekanbaru, Serang, Bandung, Yogyakarta, Denpasar, Mataram, Palu, Surabaya, dan Batam," tutur pelaksana tugas Kepala BPOM, Tengku Bahdar Johan Hamid, kemarin.
Bahdar tak bersedia menyebutkan nama-nama rumah sakit tersebut. Ia mengatakan akan berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan terlebih dulu. Hasil koordinasi dengan Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, kata Bahdar, menemukan bahwa lima daerah menjadi rantai peredaran vaksin palsu. Di antaranya, Pondok Aren di Tangerang Selatan, Bekasi, Subang, Semarang, dan Jakarta. Khususnya dari Subang, tutur dia, vaksin-vaksin tersebut disalurkan ke kawasan Indonesia timur. "Pengawasan terhadap vaksin palsu masih terus berlanjut di 32 provinsi."
Kepala Pusat Penyidikan BPOM, Hendri Siswandi, mengatakan kasus vaksin palsu terjadi karena produsen dan distributor tidak resmi terus berope-rasi. "Distributor agen resmi itu ada, tapi yang main ini adalah pihak produsen dan distributor ilegal," ujar Hendri, di Mabes Polri, kemarin. Menurut Hendri, meski sudah ada aturan soal distribusi vaksin asli oleh pemerintah, faktanya vaksin palsu tetap beredar. "Sejak awal, mereka memiliki niat jahat karena uang," kata dia.
Kemarin, Bareskrim kembali menangkap seorang tersangka pengedar vaksin palsu. Salah satunya berinisial R, yang berperan sebagai distributor vaksin palsu di Jakarta Timur. "Sehingga, jumlah total tersangka kasus ini menjadi 16 orang," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskris Polri Brigadir Jenderal Agung Setya. DANANG FIRMANTO | FRISKI | MUH SYAIFULLAH | PUTRA PRIMA
Tergoda Harga Murah
Pelaksana tugas Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Tengku Bahdar Johan Hamid, merilis 12 vaksin palsu. "Produk yang dipalsukan ini berasal dari PT Biofarma, PT Sanofi Grup, dan PT Glaxo Smith Kline (GSK)," kata Bahdar di kantornya, kemarin.
Perusahaan Biocef tidak termasuk dalam daftar yang memproduksi vaksin palsu. Hal ini sekaligus meluruskan berita sebelumnya, yang berjudul "Mencegah TBC hingga Meningitis". Sebab, Biocef tidak termasuk perusahaan farmasi dalam grup PT OTTO Pharmaceutical Indonesia yang produknya dipalsukan.
Menurut Bahdar, harga murah menjadi salah satu faktor sejumlah rumah sakit dan klinik pelayanan kesehatan membeli vaksin yang ditawarkan distributor ilegal. "Ada pihak yang bermain dengan membuat vaksin ilegal agar harga jualnya lebih murah," ucapnya.
Berikut ini vaksin asli yang dijual di pasar. Harga vaksin palsu bisa sepertiga atau seperempat lebih murah dari vaksin asli.
- Havrix Rp 236.000,-
- Engerix B Rp 65.800,-
- Pediacel Rp 484.200,-
- Euvax B Rp 48.000,-
- Campak Rp 45.000,-
- BCG Rp 40.000
- Tripacel| Rp 181.000,-
- Pentabio Rp 170.000,-
- TT (Tetanus) Rp 70.000-150.000,-
- Hepatitis B Rp 120.000,-
- Polio bOPV (Polio) Rp 87.000,-
- PPDRT 23 Rp 638.000,-
Jenis vaksin produksi PT Biofarma yang dipalsukan berdasarkan temuan BPOM.
Nama | Masa Kedaluwarsa |
Pentabio | 2 tahun sejak diproduksi |
Polio | 2 tahun sejak diproduksi |
BCG | 2 tahun sejak diproduksi |
Pelarut BCG | 5 tahun sejak diproduksi |
TT (Tetanus) | 3 tahun sejak diproduksi |
Campak | 3 tahun sejak diproduksi |
Pelarut Campak | 3 tahun sejak diproduksi |
Hepatitis B | 26 bulan sejak diproduksi |
ATS | 2 tahun sejak diproduksi |
MITRA TARIGAN | BERBAGAI SUMBER
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo