Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah video narasi yang beredar di Threads [arsip] memuat klaim adanya indikasi penggunaan senjata biologis (biological warfare) yang diluncurkan menjelang Ramadan dan Lebaran alias Hari Raya Idul Fitri.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Adanya senjata biologis itu dikaitkan dengan sejumlah penyakit seperti sakit tenggorokan, demam, perut dan badan meriang, pilek, sendi-sendi yang linu, dan sakit kepala.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Benarkah ada biological warfare yang diluncurkan jelang Ramadan dan Lebaran?
PEMERIKSAAN FAKTA
Hasil pemeriksaan fakta Tempo menunjukkan bahwa musim penghujan di Indonesia dapat menyebabkan atau memperburuk sakit, akan tetapi hal itu bukan lantaran adanya senjata biologis yang ditujukan untuk membunuh manusia.
Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Prof Zubairi Djoerban, menjelaskan bahwa cuaca buruk pada level tertentu seperti musim hujan di Indonesia seperti saat ini perlu mewaspadai beberapa penyakit tertentu. Antara lain meningkatnya risiko sakit tenggorokan, leptospirosis atau leptospira, diare, dan demam berdarah.
Menurut Zubairi, jika mengalami sakit tenggorokan, maka seseorang harus sering mencuci tangan dan menggunakan masker jika berkumpul dengan banyak orang. Namun, penggunaan masker ini tidak bersifat wajib.
Leptospira adalah penyakit yang penularannya melalui urin hewan yang terinfeksi seperti tikus. “Jadi memang kita perlu menjaga kebersihan dan genangan air akibat hujan, akibat banjir, harus segera diatasi,” kata Zubairi dihubungi Tempo, Kamis, 9 Januari 2025.
Untuk mencegah diare, seseorang harus menjaga kebersihan makanan, tempat makan dan proses memasak. Sedangkan demam berdarah disebabkan oleh virus dengue dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti. Cara pencegahannya adalah dengan menghilangkan jentik nyamuk.
Dikutip dari laman Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya, Vella Rohmayani, Dosen Teknologi Laboratorium Medis (TLM) Program Sarjana Terapan UM, penyakit yang bermunculan saat musim hujan karena kelembaban udara tinggi, sehingga lingkungan menjadi ideal untuk mikroorganisme baik bakteri, virus dan parasit.
Munculnya genangan air baru dan tempat penampungan air lainnya, seringkali menjadi tempat perindukan bagi nyamuk yang berperan sebagai vektor penular penyakit DBD, malaria, chikungunya, kaki gajah dll. Hujan deras juga dapat menurunkan kualitas air minum karena pencemaran terkontaminasi mikroorganisme. Hal ini menyebabkan berbagai penyakit terutama infeksi pada saluran pencernaan.
Vella juga menjelaskan, musim hujan sering kali dibarengi dengan kondisi langit mendung yang menyebabkan minimnya sinar matahari. Hal ini membuat sumber vitamin D alami dari sinar matahari tidak bisa didapatkan secara maksimal sehingga menurunkan sistem kekebalan tubuh dan membuat tubuh menjadi lebih rentan terinfeksi bakteri, virus, maupun parasit.
Tidak Terkait dengan Senjata Biologis
Peneliti virologi dan Ahli Health Security dari Griffith University Australia, Dr. Dicky Budiman, PHD mengatakan biological warfare adalah penggunaaan agen biologis, virus, toxin atau bahkan bakteri untuk menjadi senjata yang fungsinya untuk membunuh, baik itu manusia, hewan dan tanaman.
Melalui Konvensi Senjata Biologis atau Biological Weapons Convention (BWC) telah melarang pengembangan, produksi, perolehan, pemindahan, penyimpanan, dan penggunaan senjata biologis dan racun. Konvensi ini telah mencapai keanggotaan dengan 187 negara pihak dan empat negara Penandatangan.
Konvensi internasional mengenai senjata biologis telah melarang praktik penggunaan senjata biologis. Menurut Dicky, tidak ada laporan adanya penggunaan senjata biologis menjelang Lebaran atau Ramadan. “Narasi semacam ini dapat menciptakan ketakutan massal dan orang mudah tertipu untuk kepentingan tertentu,” kata Dicky.
Senjata biologis menyebabkan penyakit yang tidak terbatas pada negara tertentu dan dapat menyebar dengan cepat ke seluruh dunia. Konsekuensi lainnya dapat menyebabkan kekurangan pangan, bencana lingkungan, kerugian ekonomi yang sangat besar, serta meluasnya penyakit, ketakutan, dan ketidakpercayaan di antara masyarakat.
Penggunaan senjata biologis sudah ada sejak tahun 1346, ketika bangsa Mongol melemparkan mayat-mayat yang terkontaminasi wabah ke atas tembok kota Kaffa di Krimea. Selama Perang Dunia I, senjata biologis digunakan oleh beberapa negara termasuk Amerika Serikat, Inggris, Jerman, dan Prancis. Dalam skala yang jauh lebih kecil, senjata biologis digunakan selama perang oleh agen-agen Jerman yang mencoba menginfeksi ternak yang ditujukan untuk pasukan Sekutu.
Selama Perang Dunia II, beberapa negara semakin tertarik pada penelitian dan pengembangan senjata biologis. Program tersebut kemudian berakhir setelah perang.
Gerakan untuk mengakhiri senjata biologis dimulai dengan sungguh-sungguh pada tahun 1969 ketika Inggris mengajukan rancangan konvensi kepada Konferensi Perlucutan Senjata Delapan Belas Negara (ENDC) yang menyerukan penghapusan perang biologis. Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian mengadopsi resolusi mengenai larangan senjata biologis pada tanggal 10 April 1972.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Cek Fakta Tempo menyimpulkan bahwa klaim ada biological warfare yang diluncurkan jelang Ramadan dan Lebaran adalah keliru.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]