Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebuah video beredar di Instagram [arsip] berisi klaim bahwa Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) memperingatkan terjadinya peningkatan peradangan jantung pada anak muda setelah menerima vaksinasi COVID-19.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Konten itu memperlihatkan potongan berita televisi yang mengabarkan CDC sedang menginvestigasi kasus remaja laki-laki yang mengalami radang inflamasi setelah mengikuti vaksinasi Covid-19. Berikut bunyi narasinya: CDC; Peradangan Jantung Pada Anak-anak Muda Terkait Dengan Vaksin Covid!
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, benarkah CDC menyatakan kasus-kasus peradangan jantung itu berkaitan dengan vaksinasi Covid-19?
PEMERIKSAAN FAKTA
Hasil verifikasi Tempo menunjukkan hasil penelitian terbaru CDC justru menemukan tidak ada bukti bahwa vaksin COVID-19 mRNA menyebabkan serangan jantung fatal atau masalah jantung mematikan lainnya pada remaja dan dewasa muda.
Dikutip dari NBC News, temuan dalam laporan baru ini berasal dari analisis hampir 1.300 surat kematian penduduk Oregon berusia 16 hingga 30 tahun yang meninggal karena kondisi jantung atau alasan yang tidak diketahui antara 1 Juni 2021 dan 31 Desember 2022.
Selama periode ini, hampir 1 juta remaja dan dewasa muda di negara bagian tersebut telah mendapatkan vaksin COVID, tulis para peneliti. Para penulis memfokuskan perhatian mereka kepada orang-orang yang mendapat vaksin Covid mRNA dari Pfizer atau Moderna dan meninggal dalam waktu 100 hari setelah divaksinasi.
Dari 40 kematian yang terjadi di antara orang yang mendapat vaksin Covid mRNA, tiga terjadi dalam jangka waktu tersebut. Dua dari kematian tersebut disebabkan oleh kondisi kesehatan kronis yang mendasarinya. Kematian ketiga tercatat sebagai “penyebab alamiah yang tidak dapat dipastikan,” dengan hasil tes toksikologi yang negatif untuk alkohol, ganja, metamfetamin, atau zat terlarang lainnya.
Pemeriksa medis tidak dapat memastikan atau mengecualikan vaksinasi COVID sebagai penyebab kematian; namun, tidak ada satu pun surat kematian yang menghubungkan kematian tersebut dengan vaksin.
Meskipun masih belum jelas apakah vaksin tersebut menyebabkan kematian ketiga, Cieslak mencatat bahwa analisis menunjukkan bahwa 30 orang meninggal karena Covid selama jangka waktu tersebut, sebagian besar di antaranya tidak divaksinasi.
Bagi orang yang berusia di bawah 35 tahun, penyebab henti jantung sering kali tidak jelas. Bisa jadi akibat cacat genetik atau malfungsi jantung, seperti masalah pada katup jantung.
Bahkan dengan jangka waktu yang panjang, Cooper menambahkan, analisis menunjukkan bahwa risiko kematian mendadak pada orang dewasa muda setelah divaksinasi secara signifikan lebih rendah daripada risiko kematian jantung mendadak karena semua penyebab — sekitar 1 dalam 500.000 per tahun, dibandingkan dengan 1 dalam 100.000 per tahun, menurut perkiraannya.
CDC pada publikasi mereka tertanggal 30 Oktober 2024, menyatakan bahwa masyarakat bisa mengandalkan vaksin COVID-19 agar terlindung dari penyakit COVID-19. Hal itu berdasarkan pengawasan yang mereka lakukan selama ini, dan menyatakan akan terus mengawasi keamanan vaksin COVID-19.
Tim peneliti dari Universitas Yale, Amerika Serikat, yang dipimpin profesor di bidang imunologi Carrie Lucas, menyatakan bahwa kasus miokarditis yang muncul setelah vaksinasi tipe mRNA tersebut tidak disebabkan pertumbuhan antibodi terhadap virus Covid-19 yang dirangsang vaksin.
Miokarditis tersebut justru merupakan respons tubuh yang lebih umum, yang melibatkan aktivitas sel imun dan peradangan. Menambah waktu jeda atau waktu tunggu dari suntikan vaksin sebelumnya, dari empat menjadi delapan minggu, dapat mengurangi risiko efek tersebut. “Sistem imun individu-individu ini menjadi sedikit terlalu aktif dan memproduksi sitokin serta respons seluler secara berlebihan,” kata Lucas.
Lucas juga menjelaskan, bahwa menurut temuan CDC, orang yang terkena sakit COVID-19 berisiko mengalami miokarditis yang lebih parah daripada mereka yang merasakan miokarditis setelah vaksinasi Covid-19 berbasis mRNA.
Laporan Factcheck.org menyatakan Dr. Matthew Elias yang merupakan seorang kardiolog Rumah Sakit Anak Philadelphia, Amerika Serikat, juga mengatakan terdapat pasien yang mengalami masalah jantung parah karena penyakit Covid-19 yang membuatnya trauma. Sebaliknya, yang mengalami miokarditis setelah menerima vaksinasi, kondisinya tidak parah.
Hasil verifikasi dua video dalam konten juga menunjukkan bahwa video itu diambil dari peristiwa pada 2021. Saat itu, CDC memang melakukan investigasi terkait hubungan miokarditis atau radang jantung dengan vaksinasi COVID-19 mRNA.
Video 1
Video pertama dalam konten yang beredar merupakan video yang diunggah saluran YouTube Fox59 News, pada tanggal 5 Juni 2021. Video itu membahas bahwa radang jantung merupakan hal yang jarang terjadi setelah remaja menerima vaksinasi COVID-19.
Video 2
Video kedua sesungguhnya merupakan unggahan saluran YouTube KCTV5 News, tertanggal 24 Mei 2021. Video itu menyatakan bahwa para pejabat CDC mengatakan bahwa mereka masih melihat hubungan antara suntikan vaksin COVID-19 Pfizer dan Moderna dengan radang jantung. Para peneliti saat itu mengatakan belum ada cukup bukti untuk mengatakan vaksin menjadi penyebab masalah jantung atau kardiovaskular. Tetapi mereka memperingatkan para dokter untuk memonitor dan mewaspadai tanda-tandanya.
KESIMPULAN
Verifikasi Tempo menyimpulkan bahwa klaim CDC memperingatkan terjadinya peningkatan peradangan hati pada anak muda setelah menerima vaksinasi COVID-19 adalah keliru.
Laporan terbaru CDC pada April 2024 justru menunjukkan tidak ada bukti bahwa vaksin COVID-19 mRNA menyebabkan serangan jantung fatal atau masalah jantung mematikan lainnya pada remaja dan dewasa muda.
TIM CEK FAKTA TEMPO
**Punya informasi atau klaim yang ingin Anda cek faktanya? Hubungi ChatBot kami. Anda juga bisa melayangkan kritik, keberatan, atau masukan untuk artikel Cek Fakta ini melalui email [email protected]