Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Aplikasi Pemilu Elektronik atau E-voting buatan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dikembangkan untuk mengatasi kecurangan dalam proses pengumpulan suara. Ketua Tim Pencipta E-voting BRIN, Andrari Grahitandaru, E-Voting sudah dipakai untuk Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) sejak 2013.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Yang pertama kali menggunakan E-voting di Pilkades adalah Kabupaten Boyolali," kata Andrari di Kantor BRIN, Jakarta, Selasa, 19 Maret 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Setelah Boyolali, pemakaian E-voting menjalar ke 28 kabupaten di 15 provinsi. Jika ditotal, sudah ada lebih dari 1.800 pilkades yang mengadopsi layanan digital ini.
Menurut Andrari, E-Voting sebagai solusi untuk meminimalisir potensi munculnya suara yang tidak sah, sehingga kepala desa yang terpilih murni pilihan masyarakat. "Terbukti E-voting tidak bisa dikondisikan (diakali), karena aman, jujur, dan akurat.”
Secara teknis, pemilihan dengan E-voting hanya membutuhkan dua kali sentuhan. Layar pertama melayani proses pemilihan calon. Sedangkan layar kedua berisi opsi konfirmasi, berupa tombol iya atau tidak, untuk memastikan pemilihan sudah sesuai keinginan pemilik suara.
Dengan adanya opsi konfirmasi, pemilih bisa berulang kali menganti pilihannya, jika merasa belum cocok. "Kalau dalam pemilu manual, (opsi pergantian pilihan) hanya dua kali. Kalau ini berkali-kali.”
Setelah selesai memilih, pemilik suara akan mendapatkan struk audit. Pemilih bisa memeriksa struk tersebut sebelum memasukkannya ke kotak audit. Struk itu akan dihitung juga dan menjadi bukti hukum manual ketika ada sengketa. Hasil hitungan struk dalam satu TPS juga dicetak sendiri.
Dari sisi kesiapan infrastuktur, Andrari memastikan E-voting sudah ramah terhadap kondisi daerah pendalaman. Pada simulasi pemakaian E-Voting di Kabupaten Bantaeng, Sulawesi Selatan, sebagai contoh, terdapat 4 desa yang tidak memiliki listrik.
"Kami menggunakan aki mobil. Untuk listrik tidak menjadi kendala, demikian juga internet,” tutur dia.
Aplikasi pemungutan suara besutan BRIN juga menerapkan open system sehingga bisa memanfaatkan perangkat yang dijual di pasaran. Yang spesifik hanya pengembangan inti aplikasinya saja. Layar sentuh E-voting memakai sistem komputer all in one. Printernya menggunakan thermal yang laziim dijumpai di gerai minimarket.
Printer untuk struk audit juga ditempatkan dengan standar keamanan khusus. Struk audit E-voting itu bisa diambil di luar bilik pemilihan. Tahapan itu untuk menjamin setiap pemilih mengumpulkan kertas struk yang benar, bukan kertas lain.
Menurut Andrari, salah satu perangkat yang penting pada E-voting adalah smart card, lantaran dibutuhkan untuk generate atau produksi program. Setiap pemilih mendapat satu kartu untuk memproses surat suara elektronik. Setiap pemilik suara hanya mendapat jatah satu program hasil generate tersebut. "Bila dia mengantongi kartu yang didapatkan dari tempat lain, (kartu) itu tidak bisa (dipakai), "
Sekretaris Direktorat Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri, Paudah, mengatakan E-voting membantu lembaganya dari sisi transparansi dan akuntabilitas. Meski tidak serumit Pilpres dan Pilkada, Pilkades juga membutuhkan pencetakan kertas yang tentukan berimplikasi dengan anggaran.
Menurut dia, E-voting membantu melalukan penghematan anggaran. "Apalagi hasilnya bisa langsung terlihat dan proses verifikasi tidak berbelit-belit," kata Paudah, Selasa kemarin.
Pilihan Editor: Kajian Peneliti BRIN Ihwal Kekeringan Ekstrem di Kalimantan, Greenpeace: Dipicu Deforestasi