Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Untuk pertama kalinya, pemilihan dan penghitungan suara pada Muktamar Muhammadiyah ke-48 yang akan berlangsung November 2022 berbasis teknologi digital, yaitu dengan cara e-Voting.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Melansir lan.go.id, sistem e-Voting atau electronic voting merupakan metode yang dipakai untuk memungut dan penghitungan suara yang masuk dalam sebuah pemilihan menggunakan perangkat elektronik.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Biasanya e-Voting dilakukan dengan menggunakan smartphone dan komputer melalui web standar kepemerintahan. Ada juga di beberapa negara yang memakai mesin tertentu dan sudah terhubung dengan internet.
Di Indonesia, metode e-Voting tidak terbilang baru. Cara ini pernah diterapkan pertama kali dalam pemilihan Kepala Dusun Jembrana di Bali pada tahun 2009, dan dianggap berhasil. Bahkan di tahun 2021, metode ini pun telah dipakai secara serentak dalam pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di 155 Desa.
Sementara melansir kominfo.go.id, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G. Plate menilai penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2024 dapat menjadi momentum untuk berkomitmen terhadap digitalisasi di Indonesia. Hal ini terdorong karena banyaknya negara di Asia yang telah menerapkan sistem e-Voting.
Melihat pencapaian atas digitalisasi ini, maka pertanyaannya mengapa suatu negara perlu menerapkan metode e-Voting ini? Apakah segudang manfaat dari penerapan metode ini?
Mengapa harus memakai e-Voting?
Berdasarkan jurnal berjudul Prospek dan Tantangan Penerapan E-voting di Indonesia, penerapan e-Voting dilakukan sebagai alternatif permasalahan yang timbul ketika melaksanakan pemilihan secara konvensional. Tak jarang masalah tersebut hingga dibawa ke ranah hukum.
Permasalahan pertama ialah banyaknya kesalahan dalam memproses data peserta. Misalnya dalam Pemilu 2009, banyak penduduk yang sudah meninggal masih tercatat dalam pendaftaran. Sebaliknya, pemilih aktif ada yang tidak tercatat dalam daftar pemilih. Ada pula pengguna dengan identitas ganda yang dapat dimanfaatkan pihak tertentu.
Permasalahan umum lainnya ialah ketika banya pemilih salah memberi tanda suara yang membuat kertas menjadi tidak sah. Selain itu, proses pengumpulan suara terbilang cukup lamban karena perbedaan kecepatan pelaksanaan pemungutan suara di setiap daerahnya. Hal ini akan berdampak pada perhitungan suara karena harus menunggu pendistribusian kartu tersebut.
Manfaat Hadirnya e-Voting
Tentu berbagai permasalah itu akan menurunkan kualitas dari sistem pemilihan secara langsung. Maka dari itu, hadirnya e-Voting diharapkan membantu memperbaiki sistem yang telah ada.
Dalam jurnal berjudul E-Voting: Kebutuhan vs. Kesiapan (Menyongsong) E-Demokrasi, ada beberapa manfaat yang diterima dari penerapan metode ini. Dari segi biaya akan memotong pengeluaran sumber daya yang menjadikannya lebih hemat dan efisien. Lalu dari segi waktu akan menghitung suara dengan kalkulasi serta pendataan yang lebih tepat dan rinci.
Kemudian terkait hasil akan mengurangi terjadinya kasus human error selama sistem beroperasi dari berbagai ancaman kejahatan. Terakhir e-Voting akan lebih transparan kepada public karena dihitung secara otomatis dan bersifat real time online.
Kelemahan sistem e-Voting
Setiap alternatif atau terobosan baru tentu tak lepas dari kelemahan dan tantangannya tersendiri. Begitu pula dalam halnya e-Voting, berbagai pihak banyak menyoroti sejauh mana e-Voting dapat menjaga keamanan data seorang peserta. Hal ini karena diduga e-Voting rentan dengan kemungkinan adanya manipulasi data sebagai hasil suara yang sah.
Selain itu, hal yang menjadi kekurangan ialah dalam segi pengawasan. Tidak ada seseorang yang memastikan proses pemberian suara benar-benar dilakukan. Berbeda dengan cara konvensional mulai dari awal hingga akhir dapat diawasi terus-menerus.
FATHUR RACHMAN
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.