Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Digital

Bedah Data SIM Card yang Bocor: Satu NIK Bisa Seribu Nomor

Angka data 1,3 miliar terdengar berlebihan jika dibandingkan dengan jumlah SIM Card aktif di Indonesia yang sekitar 300 juta. Nyatanya ...

7 September 2022 | 01.50 WIB

Ilustrasi - Kartu SIM (Subscriber Identity Module) atau SIM Card ponsel. ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo/Spt. (ANTARA FOTO/PRASETYO UTOMO)
Perbesar
Ilustrasi - Kartu SIM (Subscriber Identity Module) atau SIM Card ponsel. ANTARA FOTO/Prasetyo Utomo/Spt. (ANTARA FOTO/PRASETYO UTOMO)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat keamanan siber dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, memastikan heboh data Kartu Subscriber Identity Module (SIM Card) telepon Indonesia yang bocor bukan isapan jempol. Data yang ditemukan berusaha diperjualbelikan seharga 50 ribu dolar AS itu otentik dan bahkan masih aktif.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

Vaksincom menguji secara acak dari antara 2 juta sampel data itu yang sengaja dibukakan aksesnya oleh si penjual. Data itu terdiri dari NIK, Nomor Telepon, provider, dan tanggal pendaftaran. Seluruhnya diketahui didapatkan pada Agustus tahun lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Alfons menuturkan, data sampel yang diberikan secara gratis memiliki detail, nama file (phone2Monly.csv), ukuran (143,2 MB) dan database dari 2 juta pendaftaran kartu SIM. Dia lalu memberi analisa bahwa penjual mengklaim seluruh data berukuran 87 GB (87.000 MB) dalam format CSV (Comma Separated Value) dan mengandung 1,3 miliar database.

Menurut Alfons, dengan asumsi ukuran data adalah text yang tidak akan jauh berbeda, maka berdasarkan ukuran sampel data yang dibagikan, bisa diperkirakan data sebesar 87 GB itu memuat 1.215.083.799 database. "Dapat disimpulkan angka 1,3 miliar data registrasi SIM yang diklaim cukup masuk akal dengan toleransi perbedaan data kurang lebih 10 persen," katanya dalam keterangan tertulis. 

Klaim data 1,3 miliar versus data pengguna aktif 300 juta

Alfons juga menuturkan kalau angka 1,3 miliar terdengar berlebihan jika dibandingkan dengan jumlah kartu SIM aktif di Indonesia yang aktif adalah sekitar 300 juta. Satu-satunya cara untuk memastikannya, kata Alfons, adalah masuk ke data dimaksud dan menganalisa lebih jauh.

Karena sampel yang diberikan berisi 2 juta database dan program spreadsheet hanya mampu mengelola 1 juta database, maka Vaksincom menganalisa 1 juta data yang bisa dibuka oleh Microsoft Excel. Ia memperlihatkan sebaran datanya, Excelcom (77.840 atau 7,42 persen), Tri (50.496 atau 4,82 persen), Indosat (137.458 atau 13,11 persen), Fren (17.600 atau 1,68 persen), Telkomsel (765.181 atau 72,97 persen).

Tangkapan layar jual beli data 1,3 miliar kartu SIM telepon Indonesia. FOTO/Twitter

Setelah pengecekan dan penggunaan beberapa rumus simpel di spreadsheet untuk mengelompokkan data, Vaksincom menemukan beberapa fakta menarik yang bisa menjawab selisih antara data aktif 300 juta dan klaim 1,3 miliar yang dimiliki si penjual.

“Ternyata diam-diam satu nomor NIK bisa digunakan untuk mendaftarkan kartu SIM lebih dari banyak dari aturan yang ditetapkan,” kata Alfons sambil menerangkan aturan Kominfo, setiap nomor NIK maksimal boleh digunakan untuk mendaftarkan 3 kartu SIM.

Satu NIK seribu kartu SIM

Jika dilihat dari bedah 1 juta sampel data, Alfons menerangkan, terlihat semua operator melanggar ketentuan itu. Ia memperlihatkan beberapa tangkapan layar dari berbagai operator yang memiliki pelanggan dengan 1 NIK untuk puluhan, bahkan ratusan dan ribuan kartu SIM.

Diantaranya, operator dengan awalan 62831 meloloskan registrasi 91 kartu SIM untuk 1 NIK. Operator lain juga mendaftarkan 1.287 kartu SIM untuk satu NIK dengan nomor 73160547****. Dan mendaftarkan NIK dengan nomor 3215236*** untuk registrasi 1.368 kartu SIM, operatornya lain lagi.

“Perhitungan kasarnya, jika 1 NIK digunakan untuk mendaftarkan 5 kartu SIM saja, maka registrasi oleh 300 juta pengguna aktif bisa lebih dari 1,5 miliar," katanya.  

Ungkap fakta di balik teror telepon dan SMS penipuan

Data itu, Alfons menjelaskan, membuka fakta lainnya yakni menjawab soal ramai SMS berisi spam, telepon penipuan, teror debt collector, pinjol dan telemarketer, tampaknya bedah data di atas bisa menjadi jawaban.

Alfons menduga, para pelaku kegiatan tersebut bisa terus tanpa henti menjalankan operasinya karena mudahnya berganti-ganti nomor telepon. Secara tidak langsung praktek setengah tutup mata yang dilakukan oleh semua operator seluler ini mendukung aktivitas kriminal.

“Dan yang memprihatinkan, hal ini didiamkan oleh otoritas pengawas yang ketika data registrasi kartu SIM bocor malah berlomba lepas tangan dan menyalahkan masyarakat karena tidak melindungi NIK dengan baik,” kata Alfons.


Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus