Scroll ke bawah untuk membaca berita

Logo
Digital

Mager Seharian Meningkatkan Risiko Kematian? Ini Kata Dosen IPB

Gaya hidup sedenter atau yang biasa disebut mager berbeda dengan inaktivitas fisik biasa.

25 April 2025 | 08.21 WIB

Ilustrasi nonton serial televisi. Unsplash.com/Jeshoots
Perbesar
Ilustrasi nonton serial televisi. Unsplash.com/Jeshoots

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

TEMPO.CO, Jakarta - Gaya hidup mager alias malas gerak ternyata bukan cuma bikin badan pegal. Lebih dari itu, duduk terlalu lama bisa memicu berbagai masalah kesehatan serius, bahkan meningkatkan risiko kematian dini. Hal ini disampaikan oleh Dosen Fakultas Kedokteran IPB University Widya Eka Nugraha.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo

“Gaya hidup sedenter atau yang biasa disebut mager berbeda dengan inaktivitas fisik biasa. Ini adalah kondisi ketika seseorang bahkan tidak melakukan aktivitas ringan,” kata Widya melalui keterangan tertulis, Jumat, 25 April 2025.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut dia, aktivitas fisik dapat diukur menggunakan satuan METs (metabolic ekuivalen). Jika aktivitas memiliki nilai METs ≤ 1,5 maka diklasifikasikan dalam kategori sedentary (lembam). Contoh aktivitas ini meliputi duduk dalam waktu lama, rebahan, atau menonton televisi tanpa bergerak.

“Seseorang disebut punya gaya hidup tenang kalau lebih dari 50 persen waktu bangunnya (± 6 jam) dihabiskan hanya untuk duduk atau aktivitas sejenis,” katanya.

Yang mengejutkan, kata Widya, penelitian terbaru menunjukkan bahwa duduk lebih dari 15 menit dalam satu sesi sudah meningkatkan risiko kematian, dibandingkan duduk kurang dari 10 menit per sesi duduk.

Bahkan, orang yang rutin olahraga pun tetap berisiko jika duduk terlalu lama tanpa jeda. Maka dari itu, kata dia, seseorang yang duduk lebih dari 1 jam per sesi tetap meningkatkan risiko kematian. “Intinya, kita harus jeda aktivitas duduk dengan gerakan ringan seperti berdiri dan berjalan (brisk walk) sebentar,” tuturnya.

Secara umum, lanjut Widya, ada beberapa mekanisme yang berkaitan antara duduk terlalu lama dan masalah kesehatan.

Duduk dalam waktu lama menyebabkan rendahnya METs sehingga metabolisme tubuh menjadi tidak terlalu aktif. Selain itu, duduk terlalu lama juga menyebabkan otot-otot tubuh melemah dan mengurangi massanya.

“Apabila semua hal tersebut terjadi dalam waktu lama, maka akan menyebabkan terganggunya kadar gula dalam darah, kadar kolesterol darah, aliran darah menjadi kurang lancar, memicu otot, hingga meningkatkan risiko kepikunan (demensia) dan kematian dini,” ungkapnya.

Lalu, apa solusinya?

Widya menyarankan agar tetap aktif. "Kalau bisa berdiri, jangan duduk. Gunakan meja berdiri, naik sepeda daripada motor, berdiri di angkutan umum, dan bergabung dalam komunitas olahraga,” katanya.

Tak hanya itu, Widya juga menyarankan untuk menyediakan sarana pendukung agar tubuh tetap aktif, seperti sepatu olahraga, alat workout sederhana, hingga pakaian nyaman untuk bergerak. “Pada dasarnya, tubuh kita memang diciptakan untuk aktif. Jadi, ayo bergerak, jangan terus-terusan mager,” ucapnya.

 

 

 

 

 

Irsyan Hasyim

Menulis isu olahraga, lingkungan, perkotaan, dan hukum. Kini pengurus di Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, organisasi jurnalis Indonesia yang fokus memperjuangkan kebebasan pers.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini

Logo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus