Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Gamelan dalam Genggaman

Mahasiswa Institut Teknologi Bandung menciptakan game untuk Nokia. Dimainkan lebih dari 29 ribu orang dalam tiga bulan.

23 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gong, bonang, saron, gambang, gendang, dan jengglong. Enam pilihan itu muncul di halaman awal Gamelan Player, permainan anyar di telepon seluler Nokia. Tanpa gangguan monster ataupun target skor, pemain bisa dengan damai memainkan alat yang dipilihnya dengan ujung jari. Setiap pijitan lembut pada gambar gendang, misalnya, mengeluarkan bunyi tabuhan dari alat yang sama. Lebih asyik dimainkan berbarengan sampai enam orang, sehingga tercipta ansambel. Nada-nada saron mengalun diiringi dentuman gong. Ning-nong-ning-gong....

Game itu merupakan buah tangan Adam Ardisasmita, 21 tahun. Mahasiswa Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung ini tergerak membuatnya setelah mendengar dari dosennya pengumuman tentang Nokia Tap That App, sayembara pembuatan game oleh pabrikan ponsel Nokia, Oktober tahun lalu. Kantor perwakilan pabrikan ini di Singapura mengundang mahasiswa dari berbagai universitas di Asia Tenggara untuk membuat aplikasi dan dipasarkan kepada pengguna lewat Ovi Store. Kebetulan Adam sedang mengambil mata kuliah sistem multimedia, yang mempelajari proses produksi game. ”Jadi sekalian belajar,” katanya kepada Tempo pekan lalu.

Aplikasi perdananya ini terinspirasi maraknya klaim negara tetangga atas hasil budaya Indonesia. Jadilah Adam mengedepankan gamelan, instrumen musik pukul yang banyak ditemui di Jawa, Madura, dan Bali, mewakili budaya Indonesia. Penggemar game Angry Birds ini mendesain jalan cerita atau game play yang sederhana: sentuhan di bagian berbeda mengeluarkan nada yang berlainan. Pemain seolah memukul langsung instrumen yang dipilih.

Adam menuturkan, setelah desain cerita, proses dilanjutkan dengan pengkodean. Bagian ini terdiri atas penerap­an infrastruktur untuk menampilkan gambar dan suara saat game berjalan. Meski terasa njelimet, berbekal kegemarannya membedah coding berbagai game kesukaannya, Adam melewati tahap ini dengan mudah. Dia baru mentok saat pengambilan sampling suara. Dia kesulitan mencari perangkat gamelan dan alat perekam yang andal. Padahal, dengan jalan cerita yang dibuatnya, suara merupakan jantung permainan.

Setelah hilir-mudik mencari pemilik gamelan, dia baru tahu kampusnya memiliki perangkat gamelan yang lengkap. Tapi ruangan tempat gamelan disimpan, di lantai dasar kampus di Jalan Ganesha, Bandung, tak memungkinkan perekaman. ”Terlalu berisik,” katanya.

Opsi memboyong alat-alat itu ke ruang akustik di lantai empat ditinggalkan karena terlalu berat bobotnya. Mau tidak mau Adam harus menunggu sepi. Celakanya, kampus seakan tidak pernah tidur. Pukul sembilan malam pun anggota marching band masih ngak-ngek-ngok berlatih. ”Baru bisa mulai pukul dua malam,” katanya. Dengan mikrofon dan mixer pinjaman, dia merekam satu per satu nada dari alat-alat itu. Satu alat sampai 20 nada.

Proses ini paling lama makan waktu. Dari total satu setengah bulan, rekaman menghabiskan satu bulan. Dia harus tiga kali begadang di ruang gamelan untuk bisa merekam nada-nada yang dihasilkan enam alat. Setiap waktu di sela kuliah ia gunakan untuk memuluskan kualitas rekamannya.

Pertengahan Desember, Gamelan Player rampung. Total biayanya, kata Adam, nyaris nihil. Program-program dia dapatkan gratis di Internet. Begitu juga alat rekaman, dipinjam tanpa biaya. ”Keluar duit cuma buat traktir teman yang bantu-bantu,” katanya tersenyum.

Begitu rampung, dia mengetes game itu ke teman-temannya. Kebanyakan mengacungkan jempol. Dengan sumringah, Adam mengirimkannya ke kantor Nokia Asia-Pasifik di Singapura lewat surat elektronik, bersaing dengan puluhan peserta dari berbagai universitas di Malaysia dan Singapura.

Namun panitia menilai game itu tidak lengkap. Alasannya macam-macam, mulai gagal diaplikasikan karena tidak menyertakan smart installer sampai tidak berjalan pada tipe ponsel tertentu. Setelah menambah ini-itu, pada hari terakhir Februari 2011, game itu nongol di Ovi Store dan bisa dinikmati sonder fulus oleh semua pengguna Nokia di seluruh dunia. Pada bagian pengantar tertulis, game ini merupakan simulasi musik yang memungkinkan pengguna menikmati dan mempelajari musik tradisional Indonesia.

Sejak itu, game Adam jadi favorit. Hingga pertengahan pekan lalu, pengunduhnya mencapai lebih dari 29 ribu orang. Berpredikat bintang empat, dari lima. ”Untuk developer pemula, diunduh sebanyak itu dalam dua bulan merupakan prestasi,” kata Sidarta Upik, Manajer Pengembangan Bisnis Forum Nokia.

Sebagian besar pengunduh berkomentar positif. Adam mencatat setiap komentar, sebagai bahan masukan, termasuk yang berbahasa Rusia dan Turki. ”Diterjemahkan dengan Google Translate,” Adam tertawa.

Dia mendapati hampir semua penikmat game-nya ada di negeri seberang. Pengunduh dari Indonesia cuma 686 orang, tak sampai 2,5 persen. Menurut dia, angka itu menunjukkan alat musik tradisional kita sangat menarik perhatian dunia.

Di antara sepuluh karya anak Indonesia, semuanya dari ITB, Gamelan Player menjaring pengguna terbanyak di barisan game terbaru Ovi Store. ”Unik, membawa kebudayaan Indonesia ke luar negeri,” kata Niki Tsuraya Yaumi, 21 tahun. Dia teman satu angkatan Adam, juga membuat game untuk ajang yang sama, Juice Mania, aplikasi yang bisa menyajikan informasi campuran jus sesuai dengan kebutuhan. Menurut Niki, game buatan rekannya tergolong lebih komplet dan menghibur. Kalaupun ada kekurangan, katanya, ”Cuma perlu ditambah instrumen lain biar lebih lengkap.”

Kesepuluh peserta mendapat beasiswa US$ 8.000 (sekitar Rp 68 juta). ”Untuk modal lanjut S-2,” kata Adam. Mahasiswa tingkat III ini bercita-cita melanjutkan pendidikan master di tempat kelahirannya, Prancis. Alasannya, negeri itu maju dalam teknologi animasi. Ini mendukung mimpinya mendirikan perusahaan pengembang content khusus perangkat bergerak. Sebagai peserta yang meraih pengguna terbanyak, dia didapuk mewakili rekan-rekannya dalam konferensi Nokia di Singapura, 20 Juni mendatang.

Meski mendulang banyak pujian, Adam belum puas dengan permainan ciptaannya. Dia ingin mengembangkan Gamelan Player. Misalnya membuatnya bisa dimainkan di iPad. Dengan layar 10 inci, tablet buatan Apple ini memungkinkan permainan yang lebih lengkap dari ponsel, yang rata-rata cuma seperempatnya. Ide lain di benaknya adalah menggunakan momentum sebagai kewajiban memijit, seperti game musik masyhur, Dance Dance Revolution dan Guitar Heroes. ”Supaya lebih menantang,” katanya.

Reza M., Anwar Siswadi (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus