Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Buku

Kisah tentang Koreografi Teror

Pelarian Natascha Kampusch dari penculik yang menyekapnya hampir sembilan tahun menggemparkan Eropa. Kini bukunya laris dan akan difilmkan.

23 Mei 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gadis pendiam itu berambut pirang dan bermata biru, sepintas tak berbeda dengan gadis lainnya. Pandangan matanya memang terkesan menyelidik ketika berbicara, tapi suaranya ramah. Ia kelihatan ”lain” dari gadis-gadis seusianya, sehingga orang kagok mau mengajaknya ngobrol, karena pengalaman hidupnya yang traumatis.

Lima tahun lalu Natascha Kampusch atau Natalie—begitu ia dipanggil—menghebohkan Eropa setelah berhasil melarikan diri dari penculik yang delapan setengah tahun menyekap dan menyiksanya di ruang bawah tanah. Selama dalam penyekapan, ia tak berbicara dengan orang lain selain sang penculik, Wolfgang Priklopil, 44 tahun, laki-laki ”berhidung besar” asal Cek yang penyendiri dan selalu ditolak cintanya serta berangan-angan punya budak perempuan yang bisa melayaninya tanpa banyak cincong. Itu sebabnya Natalie tak bisa rileks berbicara dengan orang asing. ”Saya disiksa lahir dan batin,” katanya kepada Tempo.

Natalie menceritakan penderitaannya dalam buku otobiografi setebal 288 halaman. Berjudul Natascha Kampusch, 3096 Tage (versi bahasa Inggrisnya 3096 Days), buku ini terbit pada September tahun lalu. Selama 3.096 hari itulah Natalie menjadi ”tawanan” di rumah Priklopil, di Desa Strasshof, sekitar 25 kilometer dari Wina, ibu kota Austria.

Buku yang membeberkan kisah penculikannya itu memang ditunggu-tunggu. Sebelumnya memang sempat diterbitkan buku tentang hal itu, yakni The Girl in the Cellar: The Natascha Kampusch Story. Tapi, selain tak memperoleh ”restu” Natalie, buku karya Allan Hall dan Michael Leidig yang terbit tiga bulan setelah Natalie bebas ini oleh pembacanya dianggap membosankan. ”Banyak pertanyaan tak terjawab,” kata seorang pembaca. ”Saya menunggu kisah yang ditulis sendiri oleh Natascha.”

Pelarian Natalie, kini 22 tahun, memang menggemparkan. Semula tak seorang pun menyangkanya masih hidup.

Ia dinyatakan hilang pada 2 Maret 1998 dalam perjalanan ke sekolah. Usianya masih 10 tahun waktu itu. Polisi yang menyisir tempat kejadian gagal menemukannya. Juga ketika mereka menggeledah ratusan kombi putih di kota itu. Sebab, berdasarkan keterangan saksi, Natalie direnggut laki-laki ke dalam mobil jenis itu. Padahal mobil Priklopil juga ikut diperiksa.

Di usia belia itulah Natalie dianiaya lahir dan batin. Dalam bukunya, dia menceritakan dengan terperinci dan gamblang semua jenis siksaan dan perlakuan kasar sang penculik.

Pemaparan kisahnya itu membuat Eropa, yang mudah ”reaktif” terhadap segala bentuk kekerasan terhadap anak, bagai larut dalam kesedihan. Buku Natalie laku keras. Ditulis dengan bantuan Heike Gronemeir dan Corinna Milborn, keduanya wartawan, buku itu terjual hingga 50 ribu eksemplar dalam tempo setengah tahun saja. Rencananya, produser film kondang Jerman, Bernd Eichinger (di antara filmnya adalah Das Parfum dan Der Name der Rose), berencana mengangkatnya ke layar lebar dengan artis Kate Winslet sebagai pelakonnya.

Natalie melukiskan penculikan dirinya sebagai ”koreografi teror”. Dia membeberkan bagaimana dia disekap di kolong sempit, gelap, pengap, lembap, tanpa jendela, dengan lubang pintu sebesar badan orang, terbuat dari beton setebal kira-kira 50 sentimeter. Ia dibentak, digampar, ditendang, bahkan diinjak-injak. Menangis malah membikin Priklopil semakin kalap. Kepala Natalie dibenamkan ke wastafel penuh air dan tenggorokannya dijepit tangan sang penculik, sampai ia megap-megap. ”Tak ada hari tanpa pukulan, seminggu 200 kali tubuh saya dihantam olehnya,” kata Natalie, sambil memperlihatkan memar bekas pukulan.

Priklopil tak perlu alasan untuk memukul. Jotosan bisa melayang kapan saja dan di mana saja. Ketika ia melintas di depan Natalie, misalnya, tiba-tiba saja ia menyepak tulang kering Natalie dan membuat gadis ini terjerembap. ”Kau tak punya keluarga. Mereka tak bisa menebusmu. Mereka senang bisa terbebas darimu. Sekarang kau jadi milikku,” kata Priklopil berulang-ulang.

Natalie baru ”dikeluarkan” dari ruang bawah tanah saat usianya beranjak belasan tahun. Itu pun untuk menjalani instruksi lain, yakni menjadi babu: masak dan bersih-bersih. Jika masakannya tak enak, Natalie dijebloskan lagi ke ruang bawah tanah tanpa lampu selama dua hari, dengan bekal sekeranjang wortel untuk makan.

Pada malam hari ia disuruh menemani Priklopil tidur, dengan tangan diborgol atau badan diikat tali. ”Ini bukan soal seks, tapi soal laki-laki yang haus perhatian,” kata Natalie, yang menolak memanggil ”Tuan”, meski bekas teknisi Siemens itu memaksanya.

Penderitaan telah membuat air mata Natalie kering dan memupuskan ketakutannya pada kematian. ”Kita tidak bisa begini terus-terusan. Salah satu di antara kita mesti mati. Apakah kau membunuhku atau melepaskanku,” kata Natalie, yang pernah dua kali mencoba bunuh diri, kepada Wofgang.

Namun seorang pembaca kritis menilai, ”Jalan ceritanya dibikin penulisnya supaya enak dibaca, tapi apakah sedramatis itu kejadian sesungguhnya?” ujar Lucia, penggemar buku otobiografi, kepada Tempo sambil mengangkat bahu.

Pendapat jaksa Martin Wabl berbeda lagi. Ia mengendus keterlibatan ibu Natalie, Brigitta Sirny, dalam penculikan itu. ”Namun saya senang kalau dugaan saya terbukti salah.” Kepada majalah Stern, bekas tetangga Natalie, Anneliese Glarer, memang mengaku pernah memergoki orang tua Natalie minum-minum di bar dengan Wolfgang Priklopil.

Natalie masih berusia empat tahun ketika orang tuanya yang tidak menikah itu berpisah. Ia tinggal bersama ibunya yang peminum. Hubungan keduanya tak mesra. Mereka kerap berseteru dan berakhir dengan tamparan di pipi Natalie. Ada spekulasi, karena hal itulah Natalie disingkirkan. Spekulasi lain menyebut motif penculikan itu lantaran Priklopil mempersiapkan pasangan masa depannya yang masih perawan. Tapi, ”Itulah spekulasi, semua serba tidak akurat,” komentar Natalie.

Delapan jam setelah Natalie berhasil meloloskan diri, pada 23 Agustus 2006, Priklopil bunuh diri. Ia menabrakkan diri ke kereta api yang sedang melaju. Natalie menangis mendengar berita ini. ”Bagaimanapun dia adalah bagian dari hidupku,” katanya.

Di mata Natalie, Priklopil satu-satunya manusia yang dia kenal. Priklopil memang bengis, tapi sekali waktu tampil juga bak laki-laki yang bertanggung jawab. Ia mengajari Natalie pelajaran sekolah, misalnya. Atau membelikan televisi dan radio. Kebersamaan itulah yang menimbulkan ikatan batin, kalau tak mau dibilang perasaan cinta. Persis seperti kisah nyata di buku Perfect Victim: The True Story of a Girl in a Box, yang ditulis John Glatt. Buku ini juga bercerita tentang perempuan yang jatuh cinta kepada penculiknya.

Kini Natalie sudah bebas, meski masih menjalani terapi kejiwaan. Hidupnya sedikit demi sedikit kembali normal. Ia menjadi pembawa acara di stasiun televisi Austria, membacakan bukunya di Thalia, salah satu toko buku besar di Jerman, diundang wawancara berbagai stasiun televisi internasional, bahkan bergandengan tangan ke disko dengan David Lansky, playboy mahasiswa fakultas hukum, anak pengacara kaya dan terkenal di Austria, Dr Gabriel Lansky.

Popularitas membuat kantongnya semakin padat, sehingga dari lubang gelap di bawah tanah, ia kini tinggal di apartemen Neubau, distrik termahal dan termewah di Austria.

Sri Pudyastuti Baumeister (Jerman)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus