Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Godam dari Washington

Bukan hanya di dunia nyata, di jagat maya Amerika Serikat pun mengatur segalanya, termasuk soal alamat Internet. Penolakan nama alamat khusus situs porno (.xxx) adalah buktinya.

22 Mei 2006 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENDUNG menggantung di wajah Stuart Lawley. Sofa empuk, rumah mewah bergaya Medi-te-rania miliknya, dan semburan udara dari mesin AC tak bisa men-di-ngin-kan kegusaran lelaki berparas tem-bam itu. Kamis yang gerah.

Pangkal soalnya, impian bisnis Lawley, yang ingin menjual alamat Internet khusus untuk industri esek-esek, yakni .xxx (baca: dot-xxx), kandas. Bertahun-tahun ia melobi kiri-kanan, termasuk merangkul mantan pengacara yang berhasil memenangkan Playboy dari gugatan kalangan gereja konservatif. Tapi, Kamis pekan lalu, impiannya sirna. Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN), organisasi nirlaba yang mengurusi penamaan alamat di Internet, menolak proposal alamat .xxx. Lawley cuma bisa geleng-geleng kepala menahan amarah.

Padahal, menurut Lawley, andai usulannya disetujui, kelak bakal ada alamat seperti www.playbloy.xxx atau www.goyang-pinggul.xxx. Akhiran baru yang dijual US$ 60 per tahun itu bisa lebih melindungi anak-anak, karena situs-situs porno lebih mudah diblokir.

Ide akhiran .xxx telah menyulut debat global bertahun-tahun. Tahun 2004, mestinya ICANN mengambil sikap atas proposal itu. Namun, debat panjang soal boleh-tidaknya akhiran .xxx ini membuat organisasi itu mengendapkan kasus ini. Pekan lalu, lembaga itu akhirnya berkata ”tidak” kepada Lawley.

Lawley sangat kecewa. Sebelum membangun impian bisnis dot-xxx ini, pria berusia 43 itu telah pensiun dari ”urusan mengejar dunia”. Ia menikmati hidup di Bahama—mandi matahari, berlatih main golf, dan belajar menombak ikan di laut—setelah sukses memetik keuntungan dari bisnis dot-com. Adalah Jason Hendeles yang menggodanya untuk kembali terjun ke dunia bisnis. Pemuda kaya asal Kanada berusia 29 tahun itu pu-nya ide orisinal: membuat akhiran .xxx untuk situs khusus orang dewasa.

Dulu, Lawley muda cuma penjual me-sin faksimile ke perusahaan-per-usahaan kecil di Inggris. Saat demam In-ternet tiba, ia banting setir mene-kuni jasa pembuatan website. Dengan mo-dal utang sana-sini, 4.000 poundsterling (Rp 67 juta), pria itu mendirikan Oneview.net. Perusahaannya ini ke-mudian diakuisisi dan Lawley pensiun dini dengan mengantongi uang 13,2 juta poundsterling (Rp 222 mi-liar).

Kini, mimpinya berantakan gara-gara penolakan ICANN. ”Kami tahu De-partemen Perdagangan Amerika Se-rikat ikut mencampuri ICANN,” ujar Lawley sambil bersungut-sungut.

Delapan tahun lalu, ICANN didirikan oleh Departemen Perdagangan AS. Tugasnya adalah menyetujui atau menolak soal penamaan alamat Internet sejagat. Nama www.tempointeraktif.com, misalnya, harus dengan perse-tujuan lembaga ini. Badan ini juga mengatur- pem-buatan akhir-an alamat di Internet, seperti .com (untuk perusahaan), .net (untuk penyedia jasa Internet), .edu (untuk pendidikan), dan sederet kode lainnya seperti .tv, .info. Mereka juga menciptakan kode dua huruf untuk 240 negara, seperti .id untuk Indonesia, .de untuk Jerman.

”ICANN ada untuk mengatur hal-hal teknis soal Internet,” kata Martin Selmayr, anggota Komisi Eropa yang mengurusi soal Internet dan telekomunikasi. ”Tak bisa diterima akal bila sebuah keputusan soal alamat Internet lahir karena keputusan politik.”

Tudingan Lawley dan Selmayr itu sejalan dengan temuan The Wall Street Journal. Koran bisnis terbesar di Amerika Serikat itu menemukan dokumen yang menunjukkan organi-sasi pengatur alamat Internet itu tak sepenuhnya independen. Salah satu buktinya: pada 16 Juni (koran itu tak menyebut tahunnya), ada sebuah surat elektronik dari seorang pejabat Departemen Perdagangan. Isinya adalah mencoba meyakinkan kelompok Kristen konservatif bahwa Gedung Putih memang berniat menentang .xxx.

Dan dokumen yang paling menohok ada-lah memo internal Departemen Per-dagangan yang berjudul ”Peme-rin-tah AS Mengontrol Sistem Nama Domain”. Memo itu berisi, ”jika masyarakat internasional memaksakan domain .xxx, pemerintah AS tak akan mengizinkan itu menjadi top level domain (domain dengan akhiran seperti .com yang diatur ICANN).” Inilah godam dari Washington.

Namun, tudingan itu dibantah pejabat ICANN. ”Tak pernah Departemen Perdagangan mengatakan ’ka-mu ha-rus lakukan ini-itu’ ke-pada ICANN,” kata Vinton Cerf, Komisaris ICANN. Michael Galagher dari Departemen Perdagangan AS juga menolak tudingan itu. ”Kami mengintervensi agar ICANN mendapat masuk-an se-mua golongan,” katanya

Apa pun kata Cerf, Lawley masih memendam gundah. Untuk sementara waktu, mungkin ia harus kembali jadi pelancong di Bahama: berlatih golf dan belajar kembali menombak ikan.

BS (The Wall Street Journal, Cnet, AP)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus