Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Halo, Ini Telepon Murah

Perusahaan-perusahaan di Indonesia mulai ketularan memakai telepon Internet. Bisa hemat 50 persen biaya telepon.

14 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Riuh percakapan itu terdengar dari luar bangunan yang besarnya separuh lapangan tenis. Suara cas-cis-cus itu menembus dinding bata berukir khas rumah Bali. ”Have the things you ordered has done?” ujar I Wayan Ramanta. Pria berusia 56 tahun itu duduk manis ditemani laptop menyala. Di kupingnya terpasang earphone lengkap dengan mikrofon yang menjulur di samping pipinya.

Dari luar orang tak menyangka rumah di Jalan Batubulan, Gianyar, Bali itu adalah ”ruang kendali” yang menggerakkan bisnis rempah-rempah miliaran rupiah. Di dalamnya ada selarik gadis manis yang tak berhenti berhalo-halo lewat komputer. Mereka menjawab telepon para pelanggan mereka dari daratan Eropa, Amerika Serikat, hingga Australia.

Di rumah yang asri inilah Ramanta bersama istrinya, I.G.A.A. Murtiati, dosen ekonomi Universitas Udayana, Bali, menyelesaikan transaksi jual-beli rempah-rempah, kapulaga, cengkeh, kayumanis, lada, kunyit, dan vanili. Perusahaannya PT Tripper Batubuana selalu berdenyut.

Tujuh tahun setelah mendirikan usahanya pada 1995, Remata sudah menggunakan teknologi komunikasi Voice over Internet Protocol (VoIP). Berkat informasi rekan bisnisnya di Amerika, Ramanta membeli peralatan itu. Peralatan dari Amerika ini dibeli seharga Rp 2 miliar lebih. Ia lalu menyewa jalur satelit dari PT Telkom.

VoIP merupakan teknologi pengubah sinyal suara menjadi bentuk digital yang kemudian dikirim lewat jaringan berbasis Internet. Banyak perusahaan mengembangkan teknologi ini, misalnya Cisco (peranti keras), Skype (peranti lunak gratis yang bisa diunduh di www.skype.com), dan Asterisk. Yang disebut terakhir adalah peranti lunak yang mengintegrasikan telepon Internet dengan sistem kotak telepon atau private branch exchange (PBX) konvensional.

Di Amerika Serikat, menurut Fortune, sudah 20 persen perusahaan beralih ke teknologi murah ini. Bank pusat tak perlu interlokal bila menghubungi cabang-cabangnya. Sebagian mereka malah menempuh langkah ekstrem: ada maskapai penerbangan yang semua staf layanan konsumennya berkantor di rumah. Ada juga yang memindahkan call center dari AS ke Bangalore, India. Jika ada konsumen mengeluh, telepon itu akan disalurkan melalui VoIP ke Bangalore. Dengan cara itu, mereka hemat biaya, karena gaji operator di India jauh lebih murah.

Di Indonesia revolusi VoIP sudah dimulai sejak pakar Internet, Onno W. Purbo, dan komunitas Internet meluncurkan sistem VoIP Merdeka. Namun dulu hanya dipakai personal. Kini telah merembet ke perusahaan seperti yang dilakukan Ramanta. Dia melirik VoIP. Meskipun investasi awalnya gede, total biaya komunikasinya jadi irit. Ia bisa menghubungi kantor perwakilan di Los Angeles, sama sekali tak mengeluarkan biaya. ”Kami seperti menggunakan interkom,” katanya.

Pengeluaran bulanan dari komunikasi ini paling hanya ketika menelepon pelanggan di Eropa. Teknologi ini memangkas biaya telepon bisnis Ramanta hingga 50 persen, atau sekitar Rp 100 juta per bulan. Luar biasa, bukan?

Meskipun pernah mengalami masalah dan terpaksa menggunakan sambungan langsung luar negeri, secara keseluruhan komunikasi dua arah berlangsung tanpa gangguan.

Bukan cuma Ramanta yang memanfaatkan VoIP di Indonesia, banyak perusahaan lain yang juga mulai menerapkan teknologi ini. Di Jakarta, misalnya, ada perusahaan biro periklanan Hotline dan Jakarta International School.

VoIP bagi Jakarta International School (JIS) dan Hotline adalah pisau efisiensi. Di JIS, telepon Internet bisa membuat tiga gedung terhubung dengan murah. Di Hotline, menurut manajer teknologi informasinya, Andi Gunawan, telepon Internet bisa memotong sampai 20 persen biaya telepon bulanan. Untuk telepon VoIP, mereka menggunakan lebar pita (bandwidth) 64 kilobyte per detik.

Perusahaan yang memiliki sekitar 120 karyawan ini banyak menggunakan telepon Internet di lingkungan kantor, untuk telekonferensi, atau menghubungi klien. ”Kalau mau telekonferensi antar ruang, tak perlu ketemu karena bisa dengan teknologi ini,” kata Andi tampak puas. Ia melempar senyum lebar.

Purwanto, Rilla Angraeni (Bali)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus