Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Surat Pembaca

Surat Pembaca

14 November 2005 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tewasnya Dr Azahari

TEWASNYA Dr Azahari bersama dua rekan terorisnya setelah terlibat kontak senjata di Perumahan Flamboyan, Kota Batu, Jawa Timur, telah mengentak banyak pihak. Amerika, Australia, dan negara-negara lain ikut menyambut baik kinerja intelijen dan Polri dalam memburu teroris ahli bom tersebut.

Pengintaian bertahun-tahun yang sangat melelahkan terbukti tidak mematahkan semangat, moral, dan profesionalisme institusi intelijen dalam memburu dan menangkap kelompok yang telah beberapa kali meresahkan masyarakat domestik ataupun internasional.

Tidak hanya itu. Prestasi yang sangat baik telah diukir kalangan intelijen dan Polri di Poso, yang dapat mengindikasikan siapa dalang pelaku pemenggalan kepala tiga siswa dan penembakan terhadap dua siswa beberapa waktu lalu.

Dengan tewasnya Dr Azahari yang kerap disebut sebagai The Demolition Man itu bukan berarti di masa mendatang pekerjaan intelijen dan Polri semakin mudah. Bisa jadi tewasnya Dr Azahari justru akan menyulitkan petugas dalam mengungkap lebih jauh figur teroris lainnya yang berada di belakang layar dan mengendalikan operator di lapangan tersebut. Artinya, ada tugas berat yang harus dipikul di masa datang.

Karena itu, menjadi kewajiban semua pihak, terutama politikus di parlemen, praktisi hukum, untuk mendukung pelaksanaan tugas mereka, termasuk bagaimana merumuskan peraturan yang dapat memperkuat kewenangan institusi tersebut. Jangan sebaliknya, bersikap apriori, sinis, dan mengeluarkan pernyataan yang dapat menimbulkan citra negatif pada sosok intelijen dan Polri di masyarakat.

RIZAL SYARIFUDDIN Pengadegan Timur, Jakarta Selatan


Masalah Bantuan Langsung Tunai

PENYALURAN dana bantuan langsung tunai masih mengalami banyak masalah. Ada rumah tangga yang tidak mendapatkan kartu kompensasi bahan bakar minyak. Tanpa bermaksud menyalahkan salah satu institusi, hal ini merupakan kesalahan yang secepatnya harus ditanggulangi bersama oleh instansi terkait, dan jangan sebaliknya, saling menyalahkan atau menyudutkan.

Pemerintah pusat harus segera mengambil sikap, inisiatif, dan kebijakan yang tepat soal permasalahan bantuan itu. Jangan menunda dan menyimpan masalah. Jika terlambat, dikhawatirkan dapat memicu terjadinya kerawanan sosial, ketertiban, keamanan, dan mungkin juga politik. Sebab, bukan tidak mungkin masih ada pihak-pihak yang membidik dan menjadikan isu-isu kekisruhan seputar penyaluran dana itu sebagai komoditas politik.

Sebagai urun rembuk, saya sampaikan beberapa hal yang perlu dilakukan pengambil kebijakan. Pertama, perlu pendataan ulang keluarga miskin secara lebih selektif dan harus sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, dengan melibatkan tenaga pencatat data atau perangkat desa yang kredibel dan jujur. Kedua, penerapan sanksi hukum yang tegas terhadap oknum-oknum birokrat dan masyarakat yang memanipulasi data dan surat keterangan diri serta aksi penyelewengan lainnya atas penyaluran dana.

Ketiga, tingkatkan pengawasan dan sosialisasi guna memberikan pemahaman yang menyeluruh kepada masyarakat dengan melibatkan unsur mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, dan tokoh masyarakat.

Tepatnya sasaran, waktu, dan jumlah penyaluran dana itu diyakini dapat mengurangi beban ekonomi keluarga miskin. Untuk jangka panjang, diharapkan adanya solusi, terobosan, atau formula baru dalam penyalurannya tanpa ada lagi masalah.

SYIFA KOMALASARI Jalan Pramuka Raya, Jakarta Pusat


Nasib Kaki Lima Glodok

TEPAT di hari Idul Fitri lalu, para pedagang kaki lima di Glodok kehilangan tempat mereka menyandarkan hidup. Penggusuran bukan cuma dilakukan di tempat para pedagang manisan, buah, mainan, makanan, termasuk warung kopi, obat, penjual anak kelinci, tukang koran, tetapi sampai ke lapak pengemis cacat tubuh yang biasa mangkal mengharapkan belas kasihan.

Sekarang Glodok terbentang lebar. Bersih dari hamparan kaki lima, walau sejak dulu tempat itu merupakan tempat mangkalnya para pedagang kaki lima. Demi penegakan ketertiban mereka dipaksa untuk menyingkir dari tempat mereka mencari makan selama ini.

Pengangguran tentu akan bertambah jumlahnya. Tetapi sebelumnya pemerintah sudah memberikan pernyataan bahwa bagi mereka akan disediakan tempat penampungan di kios-kios yang dikelola atau dimiliki PD Pasar Jaya. Kalau itu benar, tentunya sangat membantu mereka. Tapi berapa banyak dari mereka yang akan mampu dan dapat masuk ke kios-kios itu?

Jawabannya mungkin hanya bisa diberikan Direktur Utama PD Pasar Jaya itu sendiri. Apakah benar kios itu diberikan dengan harga yang dapat terjangkau kantong atau kemampuan mereka? Sebab, selama ini, walaupun benar ada peraturan, bahkan ketentuan yang dilandasi atas nama hukum dan keadilan, bahwa di semua mal dan pusat perbelanjaan harus ada ruang yang diperuntukkan kaki lima, bukan merupakan rahasia lagi, yang dapat masuk dan mendapatkan ruang itu bukanlah mereka yang pantas dan layak disebut pedagang lemah atau kaki lima. Si pedagang lemah atau kaki lima sendiri cuma bisa gigit jari.

Sampai saat ini pemerintah terkesan cuek atau pura-pura tidak tahu atas kondisi ini. Atau, kalaupun memberikan fasilitas tempat, biasanya tempat itu ”jam pasarnya” cuma 3 jam atau tempat yang tak pernah didatangi pembeli alias kios yang sudah hampir mati karena sepi. Dapatkah pemerintah, di samping menegakkan ketertiban, juga memberi keadilan dengan memberikan tempat berdagang kepada rakyat kecil agar mereka dapat mencari makan dengan tenang tanpa dihantui momok penggusuran?

TAUFIK KARMADI Jakarta


Isu Papua di Kongres Kandas

KONGRES Amerika Serikat telah mencabut isu Papua dalam Rancangan Undang-Undang Apropriasi HR 3057 yang, antara lain, mempertanyakan keabsahan Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969. Pencabutan isu yang berkaitan dengan masalah Papua ini dilakukan pada saat pembahasan tingkat konferensi bersama mengenai RUU Apropriasi HR 3057 pada 1 November. Sebelumnya, DPR dan Senat AS masih mencantumkan berbagai kewajiban laporan mengenai Papua Barat.

RUU Apropriasi HR 3057 diperkirakan akan disahkan menjadi hukum pada pekan depan. Dapat dipastikan HR 2601 yang mencantumkan agenda Papua sudah tidak relevan lagi dan tidak akan menjadi hukum. Resolusi diusulkan Eni Faleomavaega, anggota Kongres Negara Bagian Samoa, dan Donald Wayne, anggota Kongres AS. Faleomavaega dan Payne mendesak berbagai pihak agar memberikan perhatian kepada warga Papua. Menurut RUU itu, Papua, yang didominasi etnis Melanesia, adalah eks koloni Belanda.

Isu Papua tidak layak diteruskan. Usul dua anggota parlemen Amerika itu terbukti tidak mendapatkan dukungan yang memadai di Kongres. Mereka juga menyadari bahwa tidak ada gunanya memasukkan isu Papua ke dalam RUU. Jika memang benar isu itu dicabut, ini hal yang bagus. Sudah sewajarnya Amerika sesekali bersikap positif. Isu Papua sesungguhnya muncul akibat ada orang yang mengada-ada saja.

Meski isu Papua sudah dicabut dari RUU Apropriasi, pemerintah masih harus melancarkan usaha-usaha diplomatik. Para diplomat Indonesia harus menyampaikan perkembangan di Tanah Air, khususnya masalah Papua, kepada dunia.

RYAN TRIKORA Jalan Kutilang Raya 119, Depok


Waspadai Tawaran Bursa Berjangka

PIALANG dari PT Solid Gold Berjangka yang beralamat di Gedung BRI II, Jakarta, mendatangi dan membujuk saya agar berinvestasi dalam bursa berjangka. Mereka menyampaikan hal-hal yang intinya bursa berjangka adalah kegiatan legal, kerugian bisa diminimalkan, bahkan dikompensasi dengan keuntungan yang didapat bila pasar membaik, dan dana bisa ditarik kembali kapan pun.

Pada kenyataannya, yang saya alami jauh benar bedanya. Dana investasi saya, hasil tabungan selama 30 tahun bekerja sebagai dokter pegawai negeri sipil, ludes. Pialang PT Solid Gold Berjangka tidak dapat memenuhi janjinya untuk mengamankan investasi. Kesalahan utama pialang perusahaan ini adalah membohongi nasabah dalam memberikan prediksi pasar. Mereka tidak mengatakan keadaan yang sebenarnya, malah mengembuskan angin surga bahwa keadaan akan membaik, sehingga saya membenamkan dana tambahan. Akhirnya, setelah dana saya ludes, pialang perusahaan ini tidak pernah menghubungi saya lagi.

Kesan saya, karena itu, PT Solid Gold Berjangka melakukan penipuan legal berbentuk bursa berjangka dan hanya berniat mengambil dana dari masyarakat, terutama yang awam. Saya tidak tahu apakah pasar memang tidak bagus atau pialang PT Solid Gold Berjangka yang bodoh dan tidak jujur. Poin ini adalah titik rawan terjadinya manipulasi informasi situasi pasar. Di sini pula audit oleh pihak yang berwenang terhadap perusahaan bursa berjangka bisa dimulai.

Saya sudah bangkrut, tapi saya bertekad membagi pengalaman ini kepada masyarakat agar tidak tertipu dan tidak jatuh korban lebih banyak lagi, terutama oleh PT Solid Gold Berjangka. Kepada Bapak Presiden, jajaran Departemen Perdagangan, kepolisian, anggota DPR, pengacara, dan ahli hukum, mohon lindungi orang kecil dan awam seperti saya dari praktek-praktek curang ini.

Nama dan alamat ada pada Redaksi


Harga Tiket Adam Air Naik Sepihak

SAYA, mahasiswa Universitas Indonesia, ingin menceritakan pengalaman buruk saya ketika membeli tiket penerbangan Adam Air.

Pada 28 September 2005, saya pergi ke Bayu Buana Tours & Travel di Mal Taman Anggrek untuk memesan tiket pesawat Adam Air dalam rangka pulang mudik Lebaran. Selain untuk menghindari kenaikan harga tiket yang cukup tinggi akibat arus mudik, saya juga takut jika nanti kehabisan, sehingga saya sengaja memesan jauh hari sebelumnya.

Di biro travel tersebut saya dilayani oleh petugas yang bernama Bpk. Jayadi dan oleh beliau saya pun direservasikan tiket pemberangkatan pulang ke Makassar tanggal 29 Oktober 2005 dengan harga Rp 559 ribu serta tiket kembali ke Jakarta tanggal penerbangan 6 November 2005 dengan harga Rp 669 ribu.

Karena saya selaku mahasiswa tidak pernah membawa uang lebih, maka saya menyampaikan pada Bpk. Jayadi bahwa saya harus lebih dulu menghubungi orang tua di Makassar agar dikirimi uang tambahan untuk membayar tiket. Oleh Bpk. Jayadi saya diberi batas waktu pembayaran sampai 5 Oktober 2005 pukul 18.00 WIB.

Segera setelah memesan tiket, saya menghubungi orang tua saya agar mereka mengirim uang sesuai jumlah harga tiket yang akan dibayar. Kemudian pada 3 Oktober 2005 (lebih cepat dua hari dari tanggal batas waktu pembayaran) setelah saya menerima kiriman uang dari Makassar, saya datang kembali ke Bayu Buana T&T menemui Bpk. Jayadi untuk membayar tiket yang telah direservasi.

Beliau kemudian membuka komputernya dan terkejut sebab tanggal batas waktu pembayaran telah dimajukan secara sepihak oleh Adam Air dari 5 Oktober 2005 menjadi 30 September 2005 tanpa sepengetahuan biro travel yang bersangkutan dan dengan demikian pemesanan tiket saya dilakukan oleh Bayu Buana T&T dibatalkan secara sepihak begitu saja oleh Adam Air.

Selain itu, di komputer Bpk. Jayadi tertera pula bahwa tiket penerbangan ke Makassar yang semula harganya Rp 559 ribu dinaikkan oleh Adam Air tanpa pemberitahuan terlebih dulu menjadi Rp 929 ribu.

Ketika Bpk. Jayadi mencoba menghubungi pihak Adam Air, beliau justru mendapatkan jawaban dari petugas Adam Air (yang menolak menyebutkan namanya) dengan alasan high season. Begitu pun saya yang mencoba berbicara, meminta penjelasan kepada petugas tersebut justru diputus teleponnya.

Saya yang semula berencana membeli tiket pulang-pergi penerbangan Adam Air, akhirnya terpaksa membeli tiket sekali jalan saja, yaitu tiket pulang ke Makassar dengan harga Rp 929 ribu karena uang saya sudah tidak cukup membeli tiket pulang-pergi akibat pembatalan reservasi dan kenaikan harga mendadak yang secara tidak profesional dilakukan oleh Adam Air.

Hingga hari tulisan ini dimuat, saya belum mendapatkan penjelasan yang logis serta jawaban yang memuaskan atas ”pelecehan” yang dilakukan pihak Adam Air.

Nurani saya tergelitik dan bertanya: apakah pantas seorang pelanggan diperlakukan dengan cara tidak profesional? Apakah demi uang, Adam Air dapat dengan mudahnya mengingkari komitmennya lalu mengecewakan pelanggannya?

ADIPRADANA T.K. Jalan Jend. Sudirman No. 62, Makassar


Ramadhan Tak Berbekas

BELUM kering mulut mengucapkan minal aidzin walfaidzin. Lebaran baru seminggu lewat tapi tayangan seronok di televisi sudah kembali. Satu contoh saja tengok acara ”Sang Bintang” di SCTV. Parade aurat dan eksploitasi tubuh perempuan tetap menjadi sajian utama. Belum lagi acara-acara hiburan di stasiun televisi swasta lain, hampir sama saja.

Setelah semua stasiun TV berlomba-lomba menampilkan citra religius di bulan Ramadhan. Kini saatnya kembali tampil dengan wajah aslinya. Pancaran kesalehan di bulan suci hanyalah kedok belaka.

Pantas negeri ini tak pernah lepas dari bencana. Karena kemunafikan semakin telanjang di depan mata.

SUdarmaDJI Pasar Minggu, Jakarta Selatan

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus