Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Riset Keamanan Siber Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) mengidentifikasi lima ancaman siber yang harus diwaspadai oleh Indonesia pada 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Menurut Pratama Persadha, Ketua CISSReC, ancaman-ancaman tersebut akan semakin berkembang seiring dengan kemajuan teknologi dan kompleksitasnya. “Pada tahun 2025 tentu saja masih akan banyak serangan siber yang dihadapi oleh bangsa Indonesia,” kata dia dalam keterangan tertulis, Selasa, 31 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik disini
Lima ancaman siber itu masing-masing:
1. AI Agentik
AI Agentik diprediksi akan muncul sebagai peluang baru yang menarik, sekaligus vektor ancaman siber. “Agen AI ini dapat mengotomatiskan serangan siber, pengintaian, dan eksploitasi, sehingga meningkatkan kecepatan dan ketepatan serangan,” kata Pratama.
AI agen yang jahat juga dapat beradaptasi secara real-time, mengatasi pertahanan tradisional, dan meningkatkan kompleksitas serangan.
2. Penipuan Berbasis AI dan Rekayasa Sosial
Penipuan menggunakan AI, seperti “pig butchering” dan vishing (phishing suara), diprediksi akan meningkat. “Serangan rekayasa sosial semakin sulit dideteksi, dengan deepfake canggih dan suara sintetis yang memungkinkan pencurian identitas dan gangguan protokol keamanan,” ujar Pratama.
3. Ransomware yang Berkembang dengan Otomatisasi dan AI
Ransomware yang didukung oleh AI dan otomatisasi semakin banyak digunakan untuk melancarkan serangan.
4. Serangan Rantai Pasokan
Penyerang semakin menargetkan ekosistem sumber terbuka dan rantai pasokan cloud yang kompleks. Menurut Pratama, peretas juga akan menargetkan perusahaan pihak ketiga sebagai pintu masuk ke perusahaan besar yang menjadi target mereka.
5. Perang Siber Geopolitik
Pratama memprediksi bahwa perang siber yang didorong oleh agenda ideologis atau politik akan meningkat. “Kampanye spionase oleh aktor besar seperti Rusia, Tiongkok, Iran, dan Korea Utara (big four) akan terus berlangsung, dengan serangan siber yang menargetkan pemerintah, bisnis, dan infrastruktur penting.”
*
Pratama juga menyarankan agar pemerintah Indonesia segera menuntaskan sejumlah pekerjaan rumah di bidang keamanan siber, di antaranya pembentukan Lembaga Perlindungan Data Pribadi (PDP) dan pengesahan Rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber. Pemerintah juga diminta untuk memperkuat Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) agar dapat lebih efektif menangani ancaman siber yang terus berkembang.
Penguatan keamanan dan pertahanan siber di lingkungan pemerintahan, kata Pratama, harus menjadi fokus utama. Ini mencakup penerapan kebijakan keamanan siber yang ketat di semua instansi pemerintah, integrasi sistem keamanan yang interoperabel, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan intensif dan sertifikasi di bidang keamanan siber.