Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Mulai dari A-I-U-E-O

Mahasiswa Universitas Gadjah Mada membuat aplikasi untuk membantu penderita cerebral palsy berlatih berkomunikasi. Sedang dibuat untuk ponsel Android.

12 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SAAT lahir, selama beberapa saat, bayi Tina Matsunaga gagal mendapatkan pasokan oksigen. Namun waktu yang sangat singkat ini mengubah seluruh hidupnya. Ketika dokter akhirnya bisa memaksa bayi Tina bernapas, tanpa oksigen mengalir ke kepala, sebagian otak Tina telanjur rusak.

Dokter yang membantu kelahiran memvonis Tina menderita spastic cerebral palsy. Kepada sang ibu, dokter mengatakan bayi Tina mungkin tidak akan bisa berjalan dan mengalami gangguan mental. "Selama enam minggu, ibuku selalu menangis setiap kali menggendongku," kata Tina beberapa waktu lalu. Tina kini 50 tahun dan tinggal di Casper, Wyoming, Amerika Serikat.

Tina memang tumbuh dengan kaki lumpuh dan fungsi tangan terganggu. "Tapi saya bisa berbicara dan punya otak," kata Tina. Ibunya, menurut dia, percaya, walaupun lumpuh kedua kakinya, si kecil akan bisa tumbuh dan hidup mandiri. Melewati semua kesulitannya, Tina lulus dari jurusan sastra Inggris di Regis University.

Sekarang Tina bekerja sebagai penulis lepas dan pengelola situs Internet milik Modello Media, perusahaan konsultan pemasaran di Philadelphia. Dia juga aktif menulis di laman blognya, ­Living with Cerebral Palsy. Sebagai penulis, gangguan motorik Tina tentu sangat membatasi pekerjaannya. Untuk membantu menuntaskan pekerjaan, dia menggunakan aplikasi Dragon Naturally Speaking. Aplikasi komputer buatan Nuance Communications ini akan mengubah apa pun yang diucapkan Tina menjadi teks. Dragon juga bisa menjalankan beberapa fungsi, seperti mengirim surat elektronik dan menjelajahi Internet dengan perintah suara.

Lumpuhnya fungsi pengendali motorik di otak sampai sekarang belum ada obat atau penanganan hingga tuntas. Sepanjang hidupnya, penderita cerebral palsy harus berjuang melawan kelumpuhan tangan, kaki, pendengaran, penglihatan, dan fungsi-fungsi motorik lainnya serta gangguan keseimbangan tubuh. Sebagian dari mereka juga mengalami gangguan mental. Tina sedikit "beruntung" masih bisa berbicara dengan baik sehingga mampu hidup mandiri.

Menurut Centers for Disease Control and Prevention, dari setiap 1.000 bayi yang lahir di Amerika Serikat, ada tiga bayi yang kemungkinan besar menderita kerusakan pengontrol saraf motorik ini. Data Ikatan Dokter Indonesia pada 2007 menunjukkan jumlah penderita cacat motorik mencapai 2,5 juta orang atau setara dengan 37 persen dari total penderita cacat. Terang ini bukan angka yang kecil. Sebagian besar dari mereka menderita cacat motorik kongenital (sejak lahir) akibat berbagai penyakit bawaan, seperti cerebral palsy, spina bifida, muscular dystrophy, dan infeksi poliomyelitis.

l l l

BERMULA diajak sang dosen mengikuti sebuah seminar mengenai cerebral palsy, perhatian Intan Putri Kusumaningrum tersedot oleh kerusakan fungsi pengendali motorik tersebut. "Ternyata penderitanya tak banyak mendapat fasilitas untuk mengembangkan kemampuan komunikasinya," kata Intan, 24 tahun, pertengahan Agustus lalu.

Padahal sebagian besar penderita cerebral palsy mengalami gangguan berbicara. Sedangkan terapi bagi penderita kelumpuhan ini, seperti di Rumah Belajar Persada, Bekasi, tak gampang didapat di setiap daerah. Kalaupun ada, terkadang biayanya tak murah dan berada di lokasi terpisah-pisah untuk setiap jenis terapi.

Untuk membantu penderita kelumpuhan itu berbicara dan berlatih bicara, mahasiswi Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada angkatan 2005 ini membuat aplikasi terapi cerebral palsy. Intinya, aplikasi buatan Intan ini mengubah suara menjadi teks dan animasi bahasa isyarat dengan menggunakan teknologi pengenalan suara atau speech recognition.

Di pasar komputer memang ada beberapa aplikasi pengubah suara menjadi teks atau sebaliknya, teks menjadi suara, seperti Dragon Naturally Speaking buatan Nuance atau Tazti milik Voice Tech Group. Dragon versi 11.5 harganya US$ 99,9 atau sekitar Rp 850 ribu, sementara Tazti dibanderol US$ 29,9 atau Rp 255 ribu. Persoalannya, kedua aplikasi ini hanya "berbicara" dalam bahasa Inggris. Mendengar bahasa Indonesia, keduanya hanya bungkam tak paham.

Aplikasi asli Yogyakarta buatan Intan dirancang fasih berbahasa Indonesia dan tak jadi soal pula berbahasa Inggris. Intan perlu waktu tiga bulan untuk menggarap aplikasinya dengan program MathLab. "Setiap hari dikerjakan sampai malam, bahkan terkadang tak tidur," Intan menuturkan hasil pekerjaannya.

Cara menggunakan aplikasi Intan tak sulit. Penderita cerebral palsy tinggal berbicara di depan mikrofon yang tersambung dengan komputer yang memuat aplikasi itu. Suara tersebut akan dianalisis dan dibagi menjadi beberapa frame suara per 30 milidetik.

Suara dari penderita kelumpuhan ini biasanya kurang jelas lafalnya. Aplikasi Intan akan mencocokkan kemiripan kata demi kata dengan bank data suara yang disimpan dalam aplikasi. Setelah dicocokkan, suara itu akan ditampilkan pada layar komputer dalam bentuk teks dan animasi bahasa isyarat.

Saat ini aplikasi Intan baru menyimpan 50 sampel kata. Aplikasi ini juga masih perlu penyempurnaan untuk mengenali bahasa serta kalimat yang lebih kompleks. "Aplikasi ini memang masih tahap uji coba di laboratorium," kata Intan. Ternyata hasilnya lumayan akurat. Percobaan Intan menunjukkan aplikasi buatannya bisa mengenali 97 persen kata-kata yang diucapkan para penderita kelumpuhan ini.

Menurut Intan, aplikasinya bisa menyimpan jutaan kata bahasa Indonesia dan bahasa Inggris. Syaratnya, sampel suara yang akan dijadikan pembanding harus dilafalkan secara akurat dan direkam dalam kondisi benar-benar senyap. Sebab, bank data suara dan teks ini akan menjadi acuan penderita cerebral dalam berlatih melafalkan kata-kata. "Jadi mereka bisa berlatih belajar mandiri," kata Intan. Yang agak sulit barangkali membuat animasi bahasa isyaratnya. Tentunya sangat berat membuat animasi untuk jutaan kata.

Sekarang Intan sedang membuat aplikasi terapi cerebral palsy ini untuk telepon seluler Android. Jika aplikasi versi Android-nya kelar, penderita kelumpuhan ini bisa gampang berlatih berbicara di mana pun dan kapan pun. "Anak kecil bisa mulai berlatih dengan melafalkan a-i-u-e-o," ujar Intan. Baru kemudian mereka berlatih melafalkan kata demi kata dan merangkai kalimat.

Sapto Pradityo, Bernarda Rurit (Yogyakarta)


Intinya, aplikasi buatan Intan ini mengubah suara menjadi teks dan animasi bahasa isyarat dengan menggunakan teknologi pengenalan suara atau speech recognition. Penggarapannya menggunakan aplikasinya dengan program MathLab, hasilnya lumayan akurat. Percobaan Intan menunjukkan aplikasi buatannya bisa mengenali 97 persen kata-kata yang diucapkan para penderita kelumpuhan ini.

Cara menggunakan

  1. Penderita cerebral palsy berbicara di depan mikrofon yang tersambung dengan komputer yang memuat aplikasi itu.
  2. Suara akan dianalisis dan dibagi menjadi beberapa frame suara per 30 milidetik.
  3. Suara dari penderita kelumpuhan yang kurang jelas lafalnya akan dicocokkan kemiripan kata demi kata dengan bank data suara yang disimpan dalam aplikasi.
  4. Setelah dicocokkan, suara itu akan ditampilkan pada layar komputer dalam bentuk teks dan animasi bahasa isyarat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus