Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Garis Batas: Perjalanan di Negeri-negeri Asia Tengah
Penulis: Agustin Wibowo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Tahun: 2011
Tebal: xiii + 510 halaman
Garasimov, arkeolog Rusia, menemukan kuburan Timur Leng di Registan, Samarkand, pada 1941. Pada penutup peti raja yang bengis itu tertulis "Barang siapa mengutak-atik jasad Amir Timur akan dihancurkan musuh yang lebih beringas." Seolah wujud dari nujum itu, beberapa jam sesudah kuburan Timur Leng dibongkar, pasukan Hitler menyerbu dan menduduki Uni Soviet.
Di Uzbekistan, Amir Timur adalah kebanggaan. Di Samarkand, kota terbesar kedua di Uzbekistan, patungnya duduk anggun di singgasana, menggenggam sebilah pedang. Pada masa kegemilangannya di abad ke-14, Samarkand merupakan sentra peradaban Islam, kota di Jalur Sutra.
Agustin Wibowo, jurnalis dari Lumajang, Jawa Timur, yang kini bermukim di Beijing, menuturkan kemegahan Islam di Asia Tengah itu melalui Garis Batas: Perjalanan di Negeri-negeri Asia Tengah. Inilah dokumentasi petualangannya menjelajahi pelbagai negeri pecahan Uni Soviet—Tajikistan, Kirgistan, Uzbekistan, Kazakstan, dan Turkmenistan. Di negeri-negeri itu terjadi perkembangan yang berbeda-beda. Tajikistan terkapar dalam kemiskinan. Kirgistan dan Kazakstan tetap menggandrungi Uni Soviet. Uzbekistan sangat anti-Rusia. Kazakstan bergelimang kemakmuran kapitalisme. Dan Turkmenistan diliputi nostalgia sosialisme utopis.
Tradisi Islam telah dipenggal Uni Soviet. Peradaban Islam meredup, hampir punah. Salat, puasa, huruf Arab, dan azan jauh dari kehidupan kebanyakan muslim Uzbekistan. Ucapan "assalamualaikum" berubah menjadi "halo" dalam bahasa Uzbek. Masjid jadi obyek wisata. Madrasah disulap jadi gudang dan toko. Tempat ziarah dijadikan museum ateisme—ruang pamer dogma tanpa Tuhan. Muslim Uzbekistan akrab dengan vodka.
Agustin melihat, sejak Uzbekistan merdeka, Islam dihidupkan kembali dengan cara dan tujuan berbeda. Presiden Islam Karimov menjadikan Amir Timur simbol untuk melibas gerakan Islam radikal. Padahal Amir Timur, pendiri Dinasti Moghul, orang Mongolia. Masjid terus dikontrol pemerintah. Azan tak boleh dikumandangkan. Isi khotbah Jumat disensor. Jenggot lelaki jadi masalah sensitif. Kaum militan ditangkapi. Jika teroris tertangkap, bapaknya juga diciduk. Teroris dianggap produk kesalahan orang tua mendidik anak.
Uzbekistan paling anti-Soviet. Negeri ini memiliki sejarah dan peradaban kuno Jalan Sutra, masa lalu buat mengukuhkan identitas. Bahasa Persia pernah menjadi lingua franca. Rudaki, Rumi, dan Ferdowsi menulis syair yang memuja Samarkand dan Bukhara dalam bahasa Persia. Kesusastraan Persia berjaya ketika Umar Kayam menggubah Rubaiyat, Amir Kusro menulis Gazhal, dan Ferdowsi mengarang epos Shahnama. Tapi kebesaran masa lalu itu kini hanya jadi latar belakang modernitas.
Tajikistan, yang terjepit dan terpencil di daratan Asia, lebih buruk lagi: teronggok di jajaran sepuluh negara termiskin di dunia. Ekonominya berantakan sejak Uni Soviet bubar. Birokrasinya korup dan ruwet. Pengangguran tersebar di sekujur negeri. Banyak orang tak punya tujuan jelas. Kaum lelaki melepas kebosanan dengan menenggak vodka sampai geloyoran. Kriminalitas akibat alkohol, vodka terrorism, membuat malam penuh horor.
Umat Islam Syiah sekte Ismaili di Tajikistan tak berhaji. Mereka juga bisa dikatakan tak berpuasa. Mereka beribadah bukan di masjid, melainkan di jemaatkhana, rumah jemaah. Menyediakan tumpangan dan makanan bagi musafir seperti Agustin merupakan ibadah haji mereka. Menolong muÂsafir wajib hukumnya. Konsep tamu, mehman, mengakar kuat di masyarakat yang hidup di Pegunungan Pamir ini. Tamu adalah anugerah Tuhan.
Kirgistan dan Kazakstan merupakan bangsa nomad Asia Tengah. Mereka penganut Sunni. Turkmenistan negeri bangsa pengembara padang pasir yang diperintah diktator Turkmenbashi. Rakyat dicuci otak dengan bilasan ideologi. Orang hanya boleh tahu sesuatu jika penguasa menganggap perlu. Diktator Turkmenbashi menulis buku panduan jiwa Ruhnama. Konon, dia sudah meminta izin Tuhan siapa yang membaca bukunya tiga kali langsung masuk surga. Turkmenistan memang bukan lagi negeri komunis tapi tetap terisolasi dalam utopianya sendiri.
Kazakstan, mirip Uni Emirat Arab, negeri kaya baru: menikmati kemakmuran mendadak berkat minyak dan gas. Sejak merdeka, Kazakstan terus memordernisasi diri. Negara ini paling gandrung pada Uni Soviet. Ada ungkapan, kalau mau jadi orang Rusia, belajarlah menjadi Kazak.
Kazakstan merupakan negeri terakhir yang mendapat pengaruh Islam. Kultur nomad yang tak terikat aturan ketat membuat Islam dijalankan sangat longgar. Hampir tak ada umat Islam yang bisa membaca huruf Arab. Dan kini negeri ini menjadi budak materialisme. Di Tajikistan orang-orang miskin tapi murah hati mengundang Agustin menginap. Di Kazakstan bahkan buat bertegur sapa pun orang tak punya hasrat. Modernitas, kemajuan, dan kemakmuran berbanding terbalik dengan kedekatan hubungan antarmanusia. Kekayaan menjadi sekat relasi manusia.
Di bukunya ini, Agustin menunjukkan bahwa ia bukan sekadar explorer, melainkan observer. Ia pernah dua tahun bermukim di Afganistan. Petualangannya sebagai backpacker didukung kecakapan etnografi. Buku ini tak ubahnya kitab Agustin terdahulu, Selimut Debu, tentang Afganistan: ia mampu menyingkap kesuraman sekaligus kemolekan dan keindahan pelbagai negeri bangsa "stan" yang dikunjunginya.
J. Sumardianta, guru SMA Kolese de Britto Yogyakarta
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo