Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Tak sedikit orang yang suka melakukan capture (screen-capture) percakapan WhatsApp. Tentunya, dengan berbagai alasan. Salah satunya dijadikan sebagai bahan bercandaan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Namun, mulai sekarang, sebaiknya Anda berpikir dua kali untuk melakukan screen-capture percakapan di WhatsApp atas alasan apapun. Musababnya, karena hanya hal sepele tersebut, Anda bisa digugat oleh korban yang Anda screen capture pesan WhatsAppnya dan Anda sebarkan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ya, tindakan pengambilan capture isi percakapan yang bersifat pribadi tanpa seizin nama yang tercantum dalam percakapan tersebut bisa kena hukuman. Itu tertuang dalam Pasal 26 ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Pasal tersebut berbunyi:
"Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan." Kemudian ayat 2 pada pasal yang sama membolehkan siapa saja yang merasa diragukan atas tindakan tersebut bisa mengajukan gugatan.
Menurut Deputi Direksi Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi, orang yang melakukan screen capture pesan WhatsApp tanpa izin memang bisa kena gugat. "Selama isi pesannya mengandung unsur data pribadi seseorang dan berakibat merugikan," kata dia saat dihubungi, Kamis, 19 Juli 2018.
Misalnya, Wahyu memberi contoh, komunikasi inter-personal, menurut dia, itu komunikasi dua pihak. Kalau disebar dan kemudian menyinggung salah satu personal, kata dia, itu bisa digugat. Namun, sepanjang itu isinya bukan bersifat pribadi tidak bisa.
Wahyu juga menjelaskan, jika salah satu individu merasa tersinggung dan screenchoot tersebut bersifat pribadi maka individu tersebut berhak menggugatnya. "Kasus itu merupakan kasus perdata. Kasus perdata itu, dimana orang perorangan merasa dirugikan, dia bisa melakukan gugatan. Beda halnya dengan pidana yang ada prosesnya melalui penyelidikan, penyidikan dan tuntutan, ada persidangannya juga," tambah Wahyu.
Kata kunci yang sangat penting itu adalah menyangkut data pribadi. Pasal 26 Undang-undang ITE itu hanya mengatur tentang data pribadi seseorang. Menurut dia, di luar itu sah-sah saja, tidak ada larangan, tidak semua screenshot itu bisa digugat.
Kemudian Wahyu memberikan contoh lebih datil, "Misalnya, suatu grup WhatsApp lalu kemudian ada yang memasukkan KTP, KK atau menyangkut preferensi agama atau seksualitas seseorang gitu kan, kita screenshoot dan disebarluaskan itu juga bisa mengacu kepada pasal 26 UU ITE," tambah dia. "Karena sistem elektronik yang berisi data pribadi seseorang telah disalahgunakan dan telah dipindahtangankan dengan semana-mena, tanpa ijin dari pemiliknya itu baru berlaku gugatan pasal 26 ayat 1 UU ITE".
Beda persoalan, lanjut Wahyu, kalau isinya tentang misalnya membicarakan jalan raya atau yang tidak ada kaitannya dengan data pribadi itu tidak masalah. Jika gugatan terbukti maka tergugat akan dihukum dengan ganti rugi materil atau immateril. Menurut Wahyudi, masalah screenshoot WhatsApp masuk dalam gugatan perdata, Pasal 26 hanya menyediakan mekanisme perdata bukan mekanisme pidana.
Jadi, masih mau sembarangan melakukan capture percakapan tanpa izin orang yang bersangkutan?
Simak artikel menarik lainnya tentang WhatsApp hanya di kanal Tekno Tempo.co.
Keterangan: Pada Kamis, 19 Juli 2018, pukul 11:15 WIB, berita ini diperbaiki dengan menambahkan keterangan dari Deputi Direksi Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Wahyudi. Selain itu dilakukan perbaikan redaksi pada kalimat kedua paragraf kedua, dengan menghilangkan soal ancaman penjara dan menggantinya dengan ancaman gugatan.