Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Digital

Obat Buat Pecandu TV

Ponsel televisi lokal menjajal pasar. Perlu upaya perbaikan citra.

19 November 2007 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menonton televisi adalah menu wajib Suyanto setiap hari. Apalagi kalau ada tayangan MotoGP, balap motor kegemarannya. Namun listrik di wilayah Sepinggan, Balikpapan, itu selalu byar-pet secara ”teratur”: sehari hidup, sehari mati. Suyanto, 27 tahun, mangkel bukan main. Karyawan swasta bidang jasa ini akhirnya menemukan cara jitu mengatasi kejengkelan. Dia membeli ponsel yang bisa menayangkan siaran televisi. Tanpa listrik, dia tetap bisa menikmati tayangan televisi melalui HiTech H38. Syaratnya, baterai ponsel masih bertenaga.

Ponsel dengan televisi analog jauh lebih praktis ketimbang televisi kecil. Apalagi harganya kompetitif, di bawah Rp 2 juta. Cukup hemat bila kita membeli televisi dan ponsel secara terpisah. Maka Suyanto memutuskan membeli HiTech di Makassar Trade Center, Karebosi, Oktober lalu. ”Saya sudah berminat sejak produk ini diluncurkan pada Agustus lalu,” katanya.

HiTech H38 membuat kita dapat menikmati televisi tanpa biaya, tanpa kartu SIM. Intinya, ini ponsel bertelevisi. Siaran televisi berbayar juga bisa ditonton di atas layar HiTech, sekitar 2,6 inci, melalui kabel yang tersedia (lihat gambar). Nah, kualitas gambar bergantung pada jangkauan penerimaan frekuensi stasiun televisi. Di Balikpapan, misalnya. Tak semua wilayah bisa menerima siaran dengan sukses. Di daerah Sepinggan, gambarnya kebanyakan ”bersemut”. ”Tapi saya bisa menggunakan televisi kabel,” ujar Suyanto.

Tempo menjajal keandalan ponsel ini beberapa waktu lalu. Hasilnya, perjalanan dari Jakarta ke Pandeglang, Banten, amat menyenangkan. Tiga jam dalam kendaraan terasa singkat karena ditemani aneka siaran televisi. Ponsel ini bisa menangkap hampir semua stasiun televisi swasta dengan gambar lumayan jernih. Dan pemiliknya tetap bisa berhalo-halo sembari menonton tayangan.

HiTech bukan satu-satunya yang terjun ke bisnis ponsel TV. Pada akhir 2004, Nokia 7710 masuk ke pasar. Harga saat itu sekitar Rp 5,2 juta—jenis yang bekas masih di atas Rp 2 juta. Kini Nokia 7710 sulit ditemui di pusat belanja ponsel Jakarta. Perusahaan asal Thailand I-mobile serta Gigabyte dari Taiwan pun mengedarkan ponsel televisi. Nasib keduanya sama dengan Nokia 7710. Begitu pula Sony Ericsson V800, Motorola V980, Samsung SCH-B100. Tapi tiga yang terakhir tidak masuk pasar Indonesia, sehingga menyisakan celah cukup besar bagi perusahaan lain.

Celah tersebut menjadi berkah bagi HiTech. Kusuma Ruslan, Marketing Manager PT Tirta Citra Nusantara, pemegang hak merek HiTech, mengatakan pihaknya sempat kehabisan stok beberapa bulan setelah peluncuran. Sebanyak 4.000 unit terjual dalam waktu satu setengah bulan sejak peluncuran. ”Relatif kecil dibanding merek terkenal lain. Tapi, untuk merek baru, lumayanlah,” kata Kusuma. Sukses ini membuat PT Tirta Citra Nusantara siap merilis produk penerusnya, HiTech H39, di pasar Indonesia tahun depan.

Pasar Indonesia memang masih amat terbuka buat pemain ponsel. Apalagi trennya terus meningkat. Asosiasi Telepon Seluler Indonesia memperkirakan jumlah pengguna ponsel hingga kuartal kedua tahun ini mencapai 75 juta orang. Tahun kemarin sekitar 70 juta orang.

HiTech merupakan pemain baru dalam jajaran ponsel di Indonesia. Ini merek asli dalam negeri. Tapi ponsel berikut teknologinya diproduksi oleh Cina. Ibaratnya, PT Tirta Citra Nusantara hanya menempelkan merek pada ponsel buatan Cina. ”Kami mengupayakan bisa membangun pabrik di Indonesia,” ujar Kusuma.

Menurut Ruslan, ponsel dengan cap lokal dan buatan Cina masih perlu berbenah memperbaiki citra. Caranya? Menjaga kualitas produk dan layanan. Ruslan mengatakan, pabrik di Cina sebenarnya memiliki kualitas tinggi serta menawarkan harga relatif rendah. Alhasil, hampir separuh ponsel di dunia berasal dari pabrik di Cina. Market Intelligence Center Taiwan dalam Cellular News menyebutkan produksi ponsel di Cina pada kuartal kedua 2007 mencapai 132,2 juta unit, lebih dari setengah ponsel yang beredar di seluruh dunia (264 juta unit).

Pemain lain yang turun gelanggang setelah HiTech adalah Nexian, melalui NX G-500. Ponsel keluaran PT Inti Pisma International ini sebelumnya lebih membidik ponsel CDMA. Adapun NX G-500 sudah bisa diperoleh di pasar sejak pertengahan Oktober lalu dan baru grand launching pada minggu ketiga November ini.

Direktur PT Inti Pisma International, pemegang merek Nexian, Herbert Tobing, mengatakan kebutuhan pasar akan ponsel televisi di Indonesia masih amat besar. Namun ketersediaan handset masih terbatas karena belum banyak vendor yang membidik pasar ponsel televisi. Akibatnya, NX G-500 langsung diserap pasar. Dalam sebulan, terjual sekitar 1.500 unit di seluruh Indonesia.

Nexian juga merupakan merek lokal di tengah kepungan nama internasional. Produksi handset NX G-500 masih mengandalkan pabrik di Cina. Tapi pabrik perakitannya ada di Karawang, Jawa Barat. Mereka mulai memproduksi beberapa komponen seperti keyboard yang sudah dipakai di beberapa tipe Nexian CDMA.

”Ke depan, mudah-mudahan kami bisa memproduksi ponsel 100 persen buatan Indonesia,” ucap Herbert.

Dia optimistis, ponsel dengan perangkat televisi analog masih bisa diterima pasar beberapa tahun ke depan. Pangsa pasar ponsel di Indonesia masih luas. Apalagi di luar Jakarta, yang lampunya sering mati tiba-tiba.

Yandi M.R.


Nexian NX-G500

  • Harga: Rp 1.999.000
  • Jaringan: GSM 900/1800 MHz
  • Dimensi: 118 x 57cm x 16.5mm
  • Berat: 120 gram
  • Layar: LCD touchscreen 3 inci (262 K warna)
  • Memori: Memori internal 87 MB
  • Kamera: 2.0 Megapiksel
  • Koneksi: Kabel data USB, PC Sync
  • File audio/video : MP3/MP4/WAV
  • Hiburan: TV tuner, radio FM, pemutar musik, perekam suara, perekam dan pemutar video, video player, game, dan lain-lain.

    HiTech H30

  • Harga: Rp 1.980.000
  • Jaringan: GSM 900/1800 MHz
  • Dimensi: 106 x 55 x 18 mm
  • Berat: 120 gram
  • Layar: TFT touchscreen 2,6 inci (262 K warna)
  • Memori: Memori internal 760 KB
  • Kamera: 1.3 Megapiksel
  • Koneksi: Kabel data
  • File audio/video: MP3, AAC, AAC+, M4A, 3gp, MPEG4
  • Hiburan: TV tuner, radio FM, pemutar musik, perekam suara, perekam dan pemutar video, video player, game, dan lain-lain.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus