Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pendiri aplikasi pesan Telegram, Pavel Durov, yang kontaknya dilaporkan masuk dalam daftar individu target pemerintah klien NSO Group dengan spyware Pegasus, mengaku sudah mengetahui hal itu setidaknya sejak tahun 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Sudah tahu bahwa salah satu nomor telepon saya termasuk dalam daftar target potensial,” ujar dia, seperti dikutip Gadgets NDTV, Kamis, 22 Juli 2021.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam catatan panjang di saluran Telegramnya, Durov menjelaskan, alat pengawasan yang digunakan oleh pemerintah ini dapat meretas ke ponsel iOS atau Android apa pun. Dia juga menyebutkan tidak ada cara untuk melindungi perangkat pengguna dari spyware itu.
"Tidak masalah aplikasi mana yang Anda gunakan, karena sistemnya dilanggar pada tingkat yang lebih dalam," katanya.
Hasil investigasi Amnesty International dan jurnalisme non-profit yang berbasis di Paris, Prancis, Forbidden Stories, mengklaim ribuan iPhone berpotensi disusupi spyware Pegasus. Mereka mencemaskan itu setelah melakukan investigasi yang disebut Pegasus Project.
Dalam investigasi itu mereka menemukan jejak spyware pada 50.000 nomor telepon target pengawasan potensial, termasuk di dalamnya Durov. “Tapi, saya tidak khawatir, karena sejak 2011, sudah terbiasa dengan asumsi bahwa ponsel saya diretas, ketika saya masih tinggal di Rusia,” kata Durov.
Durov juga mencatat pengungkapan besar yang dilakukan oleh Edward Snowden—mantan anggota CIA yang membocorkan informasi rahasia Badan Keamanan Nasional (NSA)—pada 2013. Durov menyebutkan, baik Google maupun Apple merupakan bagian dari program pengawasan global.
Menurut Durov, raksasa teknologi itu menyiratkan harus menerapkan beberapa hal, antara lain, pintu belakang ke dalam sistem operasi seluler mereka. Pintu belakang ini, biasanya disamarkan sebagai bug keamanan, yang memungkinkan agen Amerika mengakses informasi di ponsel cerdas mana pun di dunia.
Kekhawatiran utama lainnya dengan pintu belakang seperti itu, Durov menambahkan, adalah mereka dapat dieksploitasi oleh sembarang orang, karena tidak pernah eksklusif untuk pihak mana pun. Jadi, jika badan keamanan Amerika dapat meretas ponsel iOS atau Android, organisasi lain mana pun yang mengungkap pintu belakang itu juga dapat melakukan hal yang sama.
“Dan inilah tepatnya yang telah dilakukan Grup NSO Israel, menjual akses ke alat mata-mata yang memungkinkan pihak ketiga meretas puluhan ribu ponsel,” tutur Durov.
Dia juga menggarisbawahi bahwa siapa pun yang meretas teleponnya akan "sangat kecewa". Durov mengklaim bahwa alat pengawasan ini juga digunakan untuk melawan orang yang jauh lebih menonjol daripada dia. Dia kemudian menjelaskan fakta bahwa alat itu dikerahkan untuk memata-matai 14 kepala negara.
“Keberadaan pintu belakang dalam infrastruktur dan perangkat lunak penting menciptakan tantangan besar bagi umat manusia,” kata Durov sambil menambahkan bahwa itulah mengapa dia mendesak pemerintah untuk bertindak melawan duopoli Apple-Google di pasar ponsel cerdas, dan memaksa mereka untuk membuka ekosistem tertutup mereka dan memungkinkan lebih banyak kompetisi.
GADGETS NDTV | THE VERGE