Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Universitas Hawaii telah mengidentifikasi spesies manusia purba baru yang diberi nama Homo juluensis, yang berarti “kepala besar”. Seperti dilaporkan Live Science, Senin, 2 Desember 2024, nama ini diambil berdasarkan penemuan tengkorak besar yang ditemukan di Cina, yang menunjukkan ciri khas manusia purba dengan otak besar. Fosil yang ditemukan di situs Xujiayao dan Xuchang ini diperkirakan berasal dari periode antara 220 ribu hingga 100 ribu tahun yang lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Penemuan ini menambah wawasan tentang keragaman hominin pada Pleistosen Tengah, periode yang terjadi antara 300 ribu hingga 50 ribu tahun yang lalu, di mana berbagai jenis manusia purba hidup. Setelah nenek moyang Homo Sapiens (manusia modern) berevolusi sekitar 300 ribu tahun yang lalu, mereka menyebar ke seluruh dunia, menggantikan atau berinteraksi dengan spesies manusia purba lainnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Peneliti berpendapat bahwa Homo juluensis mungkin merupakan hasil perkawinan silang antara berbagai jenis hominin yang ada pada waktu itu, termasuk Neanderthal dan Denisovans.
Dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan pada Mei 2024 di jurnal Paleo Anthropology, Xiujie Wu dan Christopher Bae, bersama tim mereka, menggambarkan sejumlah fosil hominin yang menunjukkan ciri-ciri unik. Tengkorak yang ditemukan sangat besar dan lebar, dengan beberapa fitur mirip Neanderthal, tapi juga memiliki ciri-ciri yang lebih mirip dengan manusia modern dan Denisovans.
“Secara kolektif, fosil-fosil ini mewakili bentuk baru hominin berotak besar (Juluren) yang tersebar luas di sebagian besar Asia Timur selama Kuaterner Akhir,” tulis para peneliti.
Para peneliti juga menyarankan untuk memisahkan spesies-spesies hominin arkaik di wilayah Asia Timur menjadi setidaknya empat spesies, yakni H. floresiensis, H. luzonensis, H. longi, dan H. juluensis. Hal ini untuk mempermudah pemahaman tentang evolusi manusia.
Dalam laporan Phys.org, Bae dan Xu menjelaskan bahwa mereka dalam studi ini menguji sisa fosil yang ditemukan di Siberia, Laos, dan Tibet dengan cara mencocokkannya dengan fosil-fosil manusia purba yang sudah ditemukan sebelumnya. Menurut Bae, proses pencocokan fosil ini mirip dengan cara mengorganisir album foto keluarga, di mana beberapa gambarnya telah kabur atau sulit diidentifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sisa fosil tersebut tidak cocok dengan fosil manusia purba lainnya, yang mengindikasikan bahwa sisa fosil tersebut kemungkinan besar milik jenis manusia purba baru.
"Studi ini mengklarifikasi catatan fosil hominin yang cenderung mencakup apa pun yang tidak dapat dengan mudah dikaitkan dengan Homo erectus, Homo neanderthalensis, atau Homo sapiens," kata Bae.
Penemuan spesies baru ini diharapkan dapat membantu memperjelas catatan fosil manusia purba di Asia dan memberikan kontribusi penting bagi pemahaman tentang evolusi manusia, termasuk hubungan mereka dengan Homo sapiens. “Pada akhirnya, ini seharusnya membantu dalam komunikasi ilmiah,” ujarnya.
Pilihan Editor: Terjadi di Langit Bulan Ini: Konjungsi Planet, Titik Balik Matahari, Hingga Hujan 120 Meteor per Jam