Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 29 artefak dari tengkorak manusia purba sampai manuskrip turut hadir dalam pameran riset tahunan terbesar di Tanah Air, Indonesia Research and Innovation atau INARI Expo 2024. Pameran digelar Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) di kawasan Sains dan Teknologi Soekarno, Cibinong, Bogor, pada Kamis hingga Ahad lalu, 8-11 Agustus 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di antara artefak itu adalah replika tengkorak Homo Erectus Sangiran 17 dan Homo Floresiensis. Pengunjung bisa memegangnya untuk kepentingan edukasi atau pengetahuan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Fosil Homo Erectus Sangiran 17 ditemukan di Sangiran, Sragen, Jawa Tengah, dan biasa disebut peneliti dengan S17. Ini satu-satunya tengkorak Homo Erectus di Asia yang lengkap, menunjukkan tulang wajah dan tengkorak belakangnya. Tengkorak S17 ini pula yang sering dijumpai di buku-buku sejarah di sekolah.
Manusia purba S17 adalah contoh Homo Erectus yang hidup di Pulau Jawa sekitar 700-800 ribu tahun yang lalu. Saat itu lingkungan Sangiran telah berubah menjadi dataran sabana dengan jalinan sungai-sungai yang saling menganyam. Mereka mampu mencapai daratan kepulauan Indonesia saat terjadi pendangkalan laut global pada masa Pleistosen.
Adapun manusia purba Homo Floresiensis termasuk penemuan yang masih diperdebatkan oleh para ahli hingga saat ini. Perdebatan mengenai status taksonominya dalam rumpun besar manusia purba di dunia.
Diperkirakan, Homo Floresiensis hidup antara 100 hingga 60 ribu tahun yang lalu. Ukuran tengkorak, lewat replikanya, terlihat sangat kecil untuk golongan manusia purba. Tertera keterangan kapasitas rongga otak sebesar 417 cc. Ukuran tengkorak manusia kerdil dari Liang Bua Flores ini hanya sebesar buah jeruk bali.
Peneliti Ahli Muda di Pusat Riset Arkeometri BRIN, Mohammad Ruly Fauzi, mengatakan seluruh artefak yang dihadirkan berasal dari berbagai museum dan tempat penyimpanan BRIN. "Setiap artefak ada yang direplika, tujuannya supaya bisa tetap menjaga yang asli dengan menjaganya tidak disentuh atau rusak," kata Ruly di lokasi pameran.
Khusus untuk tengkorak manusia purba, kata Ruly, hingga kini masih dimanfaatkan untuk penelitian ihwal keberadaan dan ciri khas masa lalu. Walaupun sudah ditemukan hipotesa awal akan jenis tengkorak itu namun, menurut dia, BRIN sebagai lembaga penelitian masih tetap dan perlu untuk terus menemukan inovasi dari penemuannya.
"Tengkorak yang asli masih tersimpan, misalnya di BRIN Pejaten, Museum Geologi Bandung," katanya sambil menambahkan, "Hingga kini masih diteliti, perawatan yang aslinya juga masih terus dilakukan, misalnya dengan konservasi dan konsolidan untuk menguatkan strukturnya."