Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
MENGENAKAN celana panjang merah dipadu kaus putih ketat, Agnes Monica menirukan karikatur dirinya pada layar yang terpasang di panggung: berdiri dengan kaki kiri ditekuk, tangan menempel ke leher, dan bibir sedikit monyong. Hadirin yang memadati Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, akhir Mei lalu, pun tertawa geli. Tapi penyanyi papan atas Indonesia ini tidak sedang membanyol. Dia tengah menirukan stiker dengan pose dirinya yang segera diedarkan pada aplikasi pesan instan Line itu.
Ada banyak karakter stiker—berbagai gambar dengan karikatur lucu—Agnes yang nantinya bisa diunduh pengguna. Ragam stiker yang berbasis empat karakter standar itu bisa digunakan sebagai pesan kepada lawan bicara. Keempatnya adalah Brown si beruang, Cony sang periang, Moon yang sulit ditebak, dan James yang menawan. "Saat ini kami memiliki 8.000 stiker," ujar Hyunbin Kang, Head of Global Line Business, Line Plus Corporation, Selasa pekan lalu. Yang terbaru, Line bekerja sama dengan World Wide Fund for Nature Indonesia membuat karakter stiker orang utan. Untuk mendapatkan stiker hewan khas Indonesia itu, pengguna Line harus membelinya.
Line adalah satu dari beberapa aliran baru aplikasi bertukar pesan melalui perangkat bergerak yang mencoba menembus pasar Indonesia. Warga lokal lebih dulu sudah akrab dengan WhatsApp—layanan pesan instan pertama yang hadir di Tanah Air. Line akan meramaikan persaingan dengan pendatang baru lain, yakni Kakao Talk dan WeChat. Berbeda dengan BlackBerry ÂMessenger yang hanya bisa digunakan sesama pemegang telepon seluler BlackBerry, pertukaran pesan keempat aplikasi tersebut bisa dilakukan antarmerek perangkat bergerak.
Sebagai pionir, WhatsApp saat ini tentu saja memiliki pengguna terbanyak. Aplikasi ini dibuat oleh duo eks karyawan Yahoo!, Brian Acton dan Jan Koum, yang mendirikan WhatsApp Inc pada 2009. Ketika ponsel cerdas sedang naik daun kala itu, mereka melihat peluang menciptakan aplikasi tukar pesan antarperangkat bergerak tanpa melihat jenis ponsel. Sebagai identitas, WhatsApp menggunakan nomor telepon pengguna.
Supaya menarik, desain WhatsApp dibuat sesederhana mungkin. Tampilan hanya berisi pesan dan tanpa iklan. Selain itu, pengguna bisa membagikan foto, video, pesan suara, dan lokasi dengan memberikan koordinat posisi melalui Global Positioning System kepada lawan bicara. Perbincangan berkelompok juga bisa dilakukan hingga maksimal 50 orang.
Kedua alumnus Yahoo! itu sengaja tidak menyelipkan iklan. Mereka pantang mengikuti jejak bekas perusahaannya yang menghimpun data pengguna untuk dijadikan basis menjual reklame tersebut. Bagi mereka, data pengguna harus tetap menjadi wilayah pribadi. "Kami menghindari iklan dan tak tertarik mengetahui data pengguna," Koum menulis di blog perusahaannya.
Maka, untuk membiayai pengembang dan perawatan server, WhatsApp menarik iuran tahunan. Sebelum itu, pengguna menggratiskan fasilitasnya selama satu tahun pertama. Tagihan layanan itu tak lebih dari Rp 10 ribu per tahun. Meski membayar, nyatanya pengguna aplikasi terus bertambah. Kini WhatsApp memiliki lebih dari 200 juta pengguna aktif di seluruh dunia. Ada 12 miliar pesan dikirim dan 8 miliar pesan diterima saban hari.
Majalah Forbes, Oktober tahun lalu, mencatat WhatsApp menjadi aplikasi berbayar paling banyak diunduh di Apple App ÂStore di 121 negara. Toh, kedigdayaan WhatsApp agak melempem di negeri-negeri Asia Timur: Cina, Korea Selatan, dan Jepang. Di kawasan ini mereka kalah bersaing dengan aplikasi lokal.
Dan, para penantang dari Timur inilah yang sudah merambah bumi Nusantara. Kakao Corp memulai persaingan produk layanan pesan instan asal Asia dengan meluncurkan KakaoTalk, Maret 2010. Aplikasi ini memiliki 90 juta pengguna aktif dari seluruh dunia. Tiga bulan kemudian, perusahaan Korea Selatan yang membuka cabang di Jepang, NHN Corp, merilis Line. Hingga akhir bulan lalu, ada sekitar 160 juta pengguna yang terdaftar. Cina, melalui perusahaan lokal Tencent, tak mau ketinggalan menyambut booming aplikasi pesan instan. Mereka pun meluncurkan WeChat.
Tentu mereka perlu jurus-jurus lain untuk bersaing. Selain fitur berbagi pesan yang menjadi andalan, ketiga aplikasi instan tersebut menambahkan fasilitas panggilan telepon gratis melalui voice over Internet protocol. Mereka juga tak memungut bayaran alias gratis.
KakaoTalk, yang sukses besar di Korea Selatan (dipakai 95 persen pemilik ponsel pintar di Negeri Ginseng), dikembangkan sebagai platform baru. Aplikasi pesan instan pun kini berubah menjadi pasar yang dapat dipakai bertransaksi. Melalui Kakao Page, pengguna bisa berjualan buku digital, lagu bikinan sendiri, hingga kartu ucapan. Pembayaran dilakukan menggunakan kartu kredit.
Namun pendapatan terbesar KakaoTalk didapat dari penjualan game. Belasan game yang mereka luncurkan mampu mendongkrak pendapatan industri mobile gaming Korea Selatan, dari semula US$ 50 juta per tahun menjadi US$ 1,5 miliar, atau naik 300 kali lipat.
Di Indonesia, KakaoTalk berharap meraup kesuksesan dengan cara serupa, yakni jualan game. Beberapa barang yang dipakai dalam game bisa dibeli dengan memotong pulsa. "Keuntungan atas penjualan game atau layanan lain akan dibagi bersama pengembang," ujar Kate Sohn, Global Business Development Kakao Corp, kepada Tempo, Jumat pekan lalu.
KakaoTalk juga menyediakan lapak pemasaran bagi berbagai merek barang atau selebritas yang ingin menjangkau penggemarnya. Tentu saja mereka menarik bayaran dari layanan ini.
Adapun Line saat ini menerobos dengan 23 juta pengguna di Indonesia. Selain memetik fulus dari penjualan stiker, Line menyediakan halaman pemasaran bagi berbagai merek produk dan para selebritas. Oh ya, "Pengguna bisa membeli stiker tambahÂan," kata Kang.
WeChat diperkirakan meniru langkah KakaoTalk dan Line: menjual stiker dan game. Tencent juga menjadikan WeChat sebagai platform e-commerce.
Berusaha prima dalam layanan, ikhtiar memperluas pengguna juga dilakukan dengan menggaet selebritas dalam promosi. Line percaya diri menggeber promo dengan Agnes Monica. Selain itu, mereka menggunakan televisi sebagai sarana berpromosi. "Penambahan jumlah pengguna menjadi prioritas utama kami," ujar Sohn.
Melihat melesatnya pengguna layanan pesan instan, BlackBerry pun berniat melepas BlackBerry Messenger (BBM) ke platform lain, yakni Android dan iOS. Kabar mengejutkan itu disampaikan langsung oleh Chief Executive Officer BlackBerry Thorstein Heins di BlackBerry Live 2013 di Florida, Amerika Serikat, Mei lalu.
Jika nantinya BBM sudah bisa diaplikasikan pada ponsel berbasis Android atau iOS, sepertinya bakal mengacaukan rencana ekspansi para pemain aplikasi pesan instan asal Asia tersebut. "Pemain di industri ini tak menduga rencana BlackBerry itu," ujar Sohn. Yang bisa mereka lakukan saat ini hanya menanti respons konsumen atas kedatangan BBM Multiplatform tersebut.
"Ini tahun menentukan. Siapa pun yang berhasil memikat banyak pengguna sampai akhir tahun berpeluang mendominasi layanan pesan instan," ucap Sohn. Mari kita tunggu!
Anton William
Pesan dalam angka
BlackBerry Messenger
Fitur: BBM, grup BBM, kanal BBM, panggilan suara, kirim gambar, emoticon
Line
Fitur: Pesan, grup, panggilan suara, kirim gambar, kirim video, emoticon, game, akun resmi
WeChat
Fitur: Pesan, grup, panggilan suara, kirim gambar, kirim video, panggilan video, pencarian pengguna terdekat, stiker, game, e-commerce
WhatsApp
Fitur: Pesan, grup, kirim gambar, kirim video, emoticon
KakaoTalk
Fitur: Pesan, grup, panggilan suara, kirim gambar, kirim video, emoticon, game, akun resmi, e-commerce, Kakao Page
Pengguna
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo