Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Teliti Quran Unduhan Sebelum Baca

Informasi AlQuran digital unduhan bermasalah menyebar di Internet. Belum ada yang melewati tashih lembaga Lajnah Pentashihan AlQuran.

9 Juni 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBUAH akun Facebook yang menamakan diri Yusuf Mansur, April lalu, mengunggah informasi yang mengagetkan. Yusuf menulis ada ayat Al-Quran yang diubah dalam aplikasi Apple dan Android. Nama aplikasi Quran bermasalah itu adalah The Holy Quran, Arabic Text and English Translation terjemahan Maulvi Sher Ali, kumpulan Ahmadiyah dan Qadiani. Akun yang mendapat 63.472 like itu mengatakan aplikasi tersebut tersedia di Google Play dan iPhone App Store.

Jreng! Tentu saja informasi ini sangat mengejutkan. Terbukti ada 4.120 akun lain yang me-like tulisan tersebut, dan 8.582 pengunjung menyebarkan (share) ke penjuru jagat maya. Adapun kesalahan yang disoroti akun Yusuf ada pada ayat ketujuh surat Ali Imran. Dalam ayat itu terdapat penambahan kata "bil haqqi" (dengan kebenaran) sebanyak tiga kali di tengah kalimat.

Berbagai respons muncul atas tulisan itu. Sebagian besar mengecam. Namun tidak sedikit yang melakukan pengecekan pada aplikasi Android masing-masing. Mereka yang mengecek mengabarkan tidak menemukan kesalahan itu. Tempo, yang mengunduh aplikasi tersebut baru-baru ini, juga tidak mendapati kesalahan dimaksud.

Yusuf Mansur, ustad populer pemimpin Pondok Pesantren Daarul Quran, Tangerang, lewat pesan pendek kepada Tempo membantah kabar bahwa akun di Facebook itu miliknya. Ia juga mengaku tidak paham soal Al-Quran digital bermasalah itu. "Ada yang lebih mumpuni soal ini."

Pada 5 Juni 2013, Tempo membuka akun atas nama Yusuf Mansur itu, dan tulisan menghebohkan tersebut sudah tidak terlihat. Tak terbukti ada kesalahan tidak berarti pengguna gadget boleh mempercayai aplikasi yang tertanam di alatnya. Sebab, informasi Quran digital bermasalah ternyata dialami sendiri oleh Fajri Aryuanda, 24 tahun, karyawan badan usaha milik negara di Jakarta. Awalnya Fajri memberikan hadiah tablet IMO Y3, sekitar Juli 2012, kepada calon istrinya, Wiwid Wijayanti, 24 tahun, guru pesantren Al-Islah tingkat aliyah di Lamongan, Jawa Timur. Di alat canggih itu, ia berinisiatif mengunduh Al-Quran dari Play Store milik Google.

Setelah sebulan menggunakan aplikasi Quran, Wiwid yang hafiz Quran memprotes karena banyak kesalahan. "Ada kata-kata yang tidak lengkap dan diganti. Nama surat juga kebalik-balik," ujar Fajri menirukan Wiwid, yang dinikahinya akhir 2012. Wiwid pun langsung menghapus aplikasi itu. Sayang, Fajri tidak ingat lagi bagian yang dipermasalahkan istrinya tersebut.

Pengalaman itu membuat Fajri kapok mengunduh Al-Quran ke perangkat selulernya. "Saya enggak mau lagi instal," ucapnya. Dia juga menghapus Al-Quran unduhan di smartphone miliknya.

Vishnu K. Mahmud, Head of Communications PT Google Indonesia, mengatakan belum tahu kasus Al-Quran digital bermasalah yang dilansir akun Yusuf Mansur. "Harus saya cek dulu," ujarnya. Menurut dia, setiap aplikasi di Play Store ada tombol "Flag as Inappropriate" di bagian bawah untuk pengaduan secara personal. Jika itu dilakukan, akan segera direspons tim Google di pusat.

Informasi soal Quran bermasalah telah membuat Fahrur Rozi, Kepala Seksi Pentashihan Mushaf Al-Quran pada Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran, kelimpungan. Dialah yang selama ini memimpin proses tashih (penelitian) Quran yang beredar di Indonesia. Fahrur mendapat informasi terkait dengan akun Yusuf Mansur secara informal sejak sebulan lalu, dan segera sibuk mengunduh berbagai aplikasi Quran untuk Android. "Kami mencari versi yang ditulis di akun Yusuf Mansur itu, tapi belum mendapatkan versi yang bermasalah," katanya. Ia menyebutkan staf Lajnah juga pernah mengirim pesan pendek melalui akun Yusuf Mansur itu, tapi belum mendapat jawaban.

Pernyataan Fahrur dikuatkan atasannya, Abdul Aziz Sidqi, Kepala Bidang Pentashihan Mushaf Al-Quran. Menurut dia, sampai saat ini belum ada laporan resmi soal Quran unduhan bermasalah ke lembaganya. Ia juga mengakui kesulitan memantau Quran unduhan karena terdapat di berbagai aplikasi.

Muhammad Shohib, Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Quran Kementerian Agama, mengatakan semua mushaf Al-Quran, baik cetak maupun elektronik, untuk beredar di Indonesia harus mendapatkan pentashihan dari lembaganya. Namun ia mengakui pentashihan mushaf elektronik masih terbatas. Sedangkan mushaf cetak hampir semuanya telah melalui pentashihan. "Hanya yang meminta pentashihan yang kami lakukan," ujarnya. Adapun untuk Quran digital unduhan belum pernah ada yang meminta pentashihan.

Selama ini, jika ada laporan Quran bermasalah, Lajnah akan menindaklanjuti dengan melakukan klarifikasi ke penerbit atau pengelolanya. "Karena ini masalah sensitif, kami melakukan secara hati-hati," kata Shohib. Jika penerbit berada di dalam negeri, Lajnah akan memanggil dan melakukan penelitian. Setelah itu, akan diketahui apakah kesalahan disebabkan oleh hal teknis atau manusia.

Shohib mengatakan proses pentashihan berpedoman pada mushaf Al-Quran standar Indonesia. Pentashihan meliputi tulisan dan tanda baca yang sesuai dengan pedoman tersebut. Prinsip pentashihan adalah bahwa pemerintah ingin melindungi Quran yang beredar karena ini masalah sensitif.

Lama proses tashih bergantung pada seberapa baik naskah/master Quran yang diserahkan. Kalau masternya cukup baik, pentashihan oleh tiga pentashih bisa berlangsung dua-tiga bulan. Dalam pentashihan biasanya kesalahan tidak di semua produk. Kesalahan yang umum, misalnya, ada halaman yang terbalik, kosong, atau ada yang tidak benar.

Sedangkan kasus penambahan ayat jarang terjadi. "Jika itu ditashih, penambahan kata bakal ditemukan," ujar Shohib. Untuk pentashihan itu, lembaga Lajnah memiliki 25 hafiz Quran.

Shohib mengakui kasus Quran digital pernah dilaporkan ke Lajnah beberapa tahun lalu. Namun Quran bertitel Al-Furqan yang hanya terdapat di Internet itu (ternyata) bukanlah Al-Quran. "Di pasar tidak ditemukan. Kami unduh, kemudian kami cetak," ucapnya. Lembaganya sengaja tidak mengekspos hal itu, dan ternyata kasus tersebut hilang begitu saja. "Kalau kami ekspos bisa menimbulkan kegelisahan."

Persoalan lain yang mungkin muncul sekitar Al-Quran digital adalah kemungkinan perbedaan dalam penomoran ayat. Muhlis Hanafi, Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran, mencontohkan ada sedikit perbedaan dalam hal penomoran ayat mushaf Ahmadiyah Qadiyan (Jamaah Ahmadiyah Indonesia). Dalam mushaf standar di Indonesia, kalimat "basmallah" tidak masuk sebagai bagian ayat kecuali dalam surat Al-Fatihah. Tapi, dalam mushaf Ahmadiyah Qadiyan, kalimat itu masuk ke ayat.

Muhlis berpendapat soal kalimat "basmallah" yang dinomori itu bisa ditoleransi karena memang ada perbedaan di kalangan ulama, apakah "basmallah" masuk ayat atau tidak. "Quran unduhan itu banyak sekali, dan umumnya dari luar. Jika dalam bentuk penomoran berbeda bisa ditoleransi, tapi kalau penambahan ayat itu masalah serius," ujarnya.

Agar soal serius ini bisa dicegah kemunculannya, tak ada ruginya lembaga-lembaga pentashih berprakarsa segera melakukan penelitian.

Erwin Zachri

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus