Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Game Back 4 Blood dirilis pada Selasa, 12 Oktober 2021, di PlayStation, Xbox, dan Microsoft Windows.
Bergenre first-person shooter, Back 4 Blood merupakan penerus Left 4 Dead yang menjadi game wajib satu dasawarsa lalu.
Ada keluhan soal bot yang sering stuck.
Di dunia ini, ada hal-hal yang ditakdirkan hanya bisa dinikmati bersama-sama. Dari bermain sepak bola, ngeronda, hingga makan martabak. Mulai pekan ini, daftarnya bertambah satu: Back 4 Blood.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Game first-person shooter ini dirilis pada Selasa, 12 Oktober lalu. Back 4 Blood membawa pemain, tepatnya sekumpulan pemain (maksimal empat orang), menikmati kisah bersama-sama dari awal sampai tamat. Ini menjadi kekuatan utama game besutan Turtle Rock Studios tersebut. Berbeda dengan permainan lain di genre tembak-tembakan yang biasanya datang ke suatu arena, baku tembak, mati, respawn, dan mati lagi sampai ronde habis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Permainan ini berlatar sebuah kota kecil di Amerika Serikat pasca-kiamat. Peradaban musnah akibat wabah parasit yang menyebabkan hampir semua manusia menjelma menjadi zombi. Sekelompok orang bertahan hidup di benteng peninggalan Perang Saudara pada abad ke-19. Militer, atau lebih tepat disebut sisa-sisa tentara, mengirim regu penyintas yang jago melawan zombi, yang disebut cleaners, dengan berbagai misi. Pemain bisa memilih delapan karakter yang memiliki keahlian berbeda. Ada yang penembak jitu, ada yang ahli pengobatan, ada yang jago main senjata tajam, dan lainnya.
Game Back 4 Blood. Playstation.com
Kesan pertama ketika memainkan Black 4 Blood adalah nostalgia Left 4 Dead. Terbit pertama kali pada akhir 2008, game yang juga besutan Turtle Rock Studios ini menyuguhkan revolusi bermain video game dengan mengajak pemain bermain bareng secara online, menyelesaikan misi demi misi. Komunikasi dan kerja sama menjadi kunci.
Sejak 2008 hingga saat ini, tentu saja, bermunculan game dengan konsep serupa. Beberapa judul yang mengemuka adalah Payday 2 (2013) dan Warhammer: Vermintide 2 (2018). Namun kekalutan akibat dikepung puluhan zombi, lalu lega saat teman datang menanggapi permintaan tolong kita, cuma ada di Left 4 Dead. Sensasi itu dipoles lebih halus oleh Turtle Rock Studios di penerusnya, Back 4 Blood.
Game ini terdiri atas empat babak yang masing-masing terbagi dalam beberapa bab. Misinya beragam, dengan tingkat kesulitan yang naik-turun. Pada babak awal, misalnya, ada bab yang membuat para pemain mengira sudah mengakhiri misi saat sukses menyeberangi sungai lewat jembatan dan kapal kandas yang dipenuhi zombi. Ternyata, militer meminta mereka kembali masuk ke kapal laknat tersebut dan meledakkannya supaya kawanan zombi itu tidak membahayakan permukiman.
Pada bab lain, misinya lebih mudah dan mengasyikkan. Misalnya saat cleaners mengalihkan perhatian kawanan zombi untuk membuka jalan bagi penyintas yang baru mereka selamatkan. Caranya dengan memutar keras-keras musik di jukebox di bar. Hasilnya adalah tembak-menembak sengit di tengah cabikan gitar Lemy Kilmister dari Motorhead pada lagu Ace of Spades.
Game Back 4 Blood. Playstation.com
Hingga hari kelima pasca-perilisan, Back 4 Blood mendapat tanggapan positif di berbagai platform penjualan. Belum diketahui berapa angka penjualannya. Namun, saat pengembang membuka versi percobaan (open beta) pada Agustus lalu, game ini menyedot lebih dari 100 ribu pemain, hanya dari Steam.
Kekurangan game ini ada pada nilai keekonomian. Bagi sebagian pemain, berat melepas Rp 800 ribu untuk game yang bisa ditamatkan dalam 8 sampai 10 jam. Singkatnya masa permainan itu diakali pengembang dengan sistem kartu. Setiap bermain ulang, kartu itu dikocok dan berefek pada variasi serta tingkat kesulitan permainan. Misalnya kartu yang membuat lingkungan berkabut atau kartu yang menurunkan zombi yang bisa memanggil kawanan besar. Akses ke tiap ruangan pun diubah dalam tiap permainan. Walhasil, tingkat replayability game ini tinggi.
Kritik juga datang dari Raynaldy Fernando. Pengulas game dari kanal The Lazy Monday yang lebih dikenal sebagai Yongs ini dibuat frustrasi oleh bot yang tidak bergerak, seperti terjepit. Bot adalah pemain pelengkap yang disediakan game jika jumlah pemain tidak memenuhi kuota skuad, yaitu empat orang. “Hampir setiap main, bot-nya stuck,” kata Yongs, yang memainkan Back 4 Blood di komputer (PC). “Begitu kita sampai safe room, baru bot tiba-tiba ada lagi.”
Hal itulah yang membuat gamer berusia 23 tahun tersebut pantang memulai permainan jika belum ada genap empat pemain. Dari hasil bertanya kanan-kiri, Yongs mengatakan permasalahan serupa juga ditemui pada konsol Xbox dan PlayStation.
iTempo_Back4Blood
Namun, sampai hari kelima memainkan game ini di PlayStation 5, Tempo belum mendapati kendala itu. Malah, bagi saya, bot di Back 4 Blood sangat bisa diandalkan. Jika kebagian bot bertipe penyembuh, misalnya, dia sering berada di belakang pemain dan dengan sigap menambahkan health point yang mulai tiris. “Lebih baik main bareng bot daripada pemain lain yang tidak kita kenal dan tidak bisa berkomunikasi,” kata Dipo Siahaan, 41 tahun, rekan satu skuad Tempo.
Yang dia maksudkan adalah bermain bersama teman. Kalau tidak bisa berempat, ya, bertiga atau berdua sembari saling cela lewat voice chat. Bot hanya sebagai pelengkap. Meski ada pilihan solo, percayalah, game ini tidak ditujukan untuk dimainkan sendirian. Hambar. Seperti menghabiskan martabak sendirian.
REZA MAULANA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo