Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ririn Radiawati awalnya hanya mencoba-coba saat memutuskan membeli mata uang digital bitcoin tiga tahun lalu. Dia mengenal bitcoin ketika menulis soal mata uang digital yang diluncurkan pada 2009. Kala itu, dia bekerja sebagai jurnalis bidang ekonomi di salah satu media online nasional.
Tanpa pikir panjang, Ririn pun merogoh kocek untuk membeli bitcoin di situs lokal. Nilai satu bitcoin setara dengan Rp 3,6 juta. Lantaran hanya iseng, ia pasrah jika investasinya lenyap. "Beli saja, nothing to lose. Apalagi enggak sampai satu koin," katanya lewat pesan WhatsApp, Selasa pekan lalu.
Beberapa kali ia mengecek pergerakan nilai tukar bitcoin di Internet. Selama beberapa tahun, tak ada perubahan signifikan. Dia pun mulai melupakannya. Namun, beberapa pekan lalu, dia membaca berita tentang inflasi bitcoin. Nilainya melonjak menjadi Rp 12,5 juta per satu bitcoin. "Langsung jual saja," kata Ririn, yang kini sedang belajar ilmu politik di Northwestern University, Amerika Serikat.
Bitcoin adalah mata uang virtual dengan nilai pasar tertinggi. Nilai tukar satu bitcoin saat ini mencapai Rp 38 juta. "Sekarang nilainya memang tinggi, padahal di awal kemunculannya nyaris tak ada harganya," kata Chief Executive Officer Bitcoin Indonesia Oscar Darmawan di Jakarta pada Rabu pekan lalu.
Bitcoin merupakan salah satu cryptocurrency alias uang digital terenkripsi dalam jejaring finansial online. Bitcoin dan mata uang digital lainnya, seperti ethereum, ripple, dan litecoin, bisa dikirim atau digunakan dalam transaksi pembayaran antarpengguna.
Anehnya, hingga saat ini, tak ada yang tahu siapa perancang bitcoin. Hanya ada nama Satoshi Nakamoto yang disebut-sebut sebagai pembuatnya, tanpa informasi lebih detail. Dalam menyusun sistem aset digital ini, Nakamoto dipercaya berkolaborasi dengan sejumlah anggota komunitas bitcoin tanpa pernah bertemu. Terakhir kali informasi tentang Nakamoto muncul sekitar enam tahun lalu.
Menurut Oscar, peminat bitcoin dan aset digital lain di Indonesia terus tumbuh. Exchanger atau situs penyedia jasa informasi dan jual-beli bitcoin bermunculan. Sejauh ini situs bitcoin.co.id milik Bitcoin Indonesia merupakan exchanger aset digital terbesar di Indonesia. Jumlah anggotanya mencapai 328 ribu orang.
Masih banyak orang Indonesia belum memahami perdagangan komoditas aset digital. Kondisi ini pernah dialami teknologi Internet ketika pertama kali muncul. Dulu, kata Oscar, Bitcoin Indonesia bahkan sempat dikira perusahaan multilevel marketing. "Padahal perusahaan ini berfokus pada teknologi dan aset digital," ujarnya.
Pada dasarnya, bitcoin mirip dengan jaringan pembayaran konvensional seperti kartu kredit atau PayPal. Sementara perusahaan penyedia jasa keuangan memiliki dan mengatur sistem mereka sendiri, bitcoin justru memakai format terdesentralisasi. Struktur jaringan bitcoin langsung berada di pengguna dengan ribuan komputer dalam jaringan Internet memproses transaksi aset digital tersebut.
Dengan struktur terdesentralisasi, bitcoin menjadi jaringan keuangan terbuka pertama di dunia. Jaringan dan layanannya tidak memiliki banyak peraturan kompleks seperti pada perbankan. Transaksi dalam jaringan bitcoin dihitung dalam unit bitcoin. "Sekarang sudah ada forum, sistem untuk membayar dalam rupiah. Hampir separuh dari daftar anggota kami tergolong aktif," kata Oscar.
Meski terus diminati, kemunculan bitcoin memicu kontroversi. Bank Indonesia menyatakan bitcoin dan semua jenis mata uang virtual ilegal karena bukan merupakan mata uang atau alat pembayaran yang sah di Indonesia. Masyarakat diimbau berhati-hati terhadap bitcoin dan mata uang virtual lain. Bank Indonesia tak menjamin segala risiko yang muncul dari kepemilikan dan penggunaannya.
Sebaliknya, sebagian besar negara di Eropa dan Amerika mengizinkan penggunaan bitcoin dalam transaksi jual-beli barang dan jasa. Perusahaan teknologi dunia seperti Microsoft dan Google bahkan menerima pembayaran dalam bentuk bitcoin. Meski begitu, ada pula beberapa negara yang melarang, seperti Bolivia, Ekuador, dan Kirgistan.
Identitas pemilik bitcoin yang dirahasiakan membuat mata uang virtual ini menjadi incaran para peretas. Bulan lalu, para peretas dengan ransomware WannaCry yang mengunci data penting ratusan komputer, milik perseorangan hingga lembaga pemerintahan, meminta uang tebusan dalam bentuk bitcoin. Dari tiga alamat digital yang terlacak, mereka mendapatkan setidaknya 40 bitcoin senilai sekitar Rp 2 miliar.
Banyak pula kabar bitcoin dijadikan medium pencucian uang. Namun Oscar tak sependapat. Menurut dia, teknologi aset digital tidak cocok untuk kejahatan pencucian uang karena semua nomor dan aktivitas transaksi terbuka. "Bisa dicek terus ke belakang sampai pertama kali dana itu masuk. Uang tebusan WannaCry saja hanya menumpuk dan tidak dikeluarkan atau dicairkan," ucap Oscar.
Selain memakai praktik jual-beli, bitcoin bisa diperoleh dengan cara menambang (mining) menggunakan peralatan dan sistem komputer. Bitcoin bisa ditambang karena proses pengiriman dalam setiap transaksi harus melalui para penambang (miner). "Miner bisa dianalogikan seperti server bank," kata Ayip Hemly, yang memulai bisnis penambangan sejak 2013.
Sementara lembaga keuangan dan perbankan memiliki server yang dikelola sendiri, para penambang adalah bagian dari rantai gugus (blockchain) bitcoin yang saling tersambung. Data dari tiap penambang akan saling mereplikasi ketika peralatan penambangan memindahkan data bitcoin saat transaksi berlangsung.
Para penambang kemudian mendapatkan komisi dari proses pengiriman bitcoin. Setiap orang bisa menjadi server bitcoin dengan membeli atau merancang sendiri peralatan penambangan mereka. Dengan sistem yang terkoneksi, sejarah transaksi yang terjadi bisa diamati langsung oleh pengguna dengan tingkat keamanan tinggi. "Jika mengincar salah satu blok bitcoin, peretas harus membongkar dulu blok-blok yang ada di depannya," kata Ayip.
Gabriel Wahyu Titiyoga
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo