PAK Turut, sebuah nama sederhana akhir-akhir ini mulai populer sebagai nama dagang yang dipakai bengkel-bengkel ketok kendaraan ringsek. Bentuk papannya sederhana saja, tanpa lampu neon segala, tetapi ada embel-embel yang menyengat rasa ingin tahu: magic. Di Jakarta, misalnya, ada "Ketok Magic Indah" dan "Senyum Ketok Magic, Anak Didik Eyang Turut, Blitar". Di Surabaya, ada nama bengkel "Dodok Halus Putera Merapi. Anak Buah Pak Turut dari Blitar". Entah berapa banyak bengkel seperti itu yang elas, papan-papan nama mereka kini bisa dilihat bertebaran di berbagai kota di Jawa, Bali, Kalimantan, dan Sumatera. Para pengelola bengkel tersebut mengaku mampu membetulkan mobil-mobil ringsek hingga kembali mulus sepertl bentuk semula dalam waktu tak sampai sejam. Bagaimana cara kerja "bengkel magic" itu merupakan rahasia terbatas kalangan pemuda dari Blitar. Bengkel "Ketok Magic Indah" di Jalan Pemuda, Jakarta, misalnya, tertutup rapat dengan pagar seng. "Pekerjaan kami perlu konsentrasi. Kalau dilihat orang, harus diulangi," kata Koko Wahayono, 25 tahun pemilik bengkel tersebut. Bengkel Koko kecil, menempel di sebuah rumah sederhana, tapi, menurut Koko, tiap hari rata-rata menerima order 5-6 mobil. Kecuali ada tambahan pekerjaan, misalnya mendempul atau sampai mengecat, tak ada mobil yang harus menginap. Betapapun ringsek mobil itu. Melihat singkatnya waktu kerja, rapi, penuh rahasia, dan embel-embel "magic" timbul kesan bahwa yang bekerja di bengkel itu bukan orang -- setidaknya bukan orang sembarangan. Cara menentukan ongkos kerja juga ganjil. Kata Koko, yang berkepentingan harus lebih dulu mengajukan penawaran, meski bengkel itu sudah punya standar tarif. Kesepakatan ongkos yang dicapai tidak boleh bulat: harus ada unsur Rp 5 di ujung suatu jumlah. Misalnya Rp 10.005, atau Rp 30.005. Mengapa begitu -- atau untuk siapa unsur Rp 5 itu sebenarnya -- Koko tak mau menjelaskan. Ongkos yang ditarik "bengkel magic" memang lebih murah dibanding bengkel ketok biasa. Dan hasilnya dijanjikan ditanggung memuaskan: besi-besi di sekitar lokasi yang diketok tidak akan lembek dan cat di seputarnya juga tidak rusak. "Karena kami bisa meluruskan pelat-pelat dan besi chasis tanpa api atau alat pelembek lain," kata Kholik Achmadi, 25 tahun, pemilik bengkel "Dodok Halus Putera Merapi" di Jalan Tenggilis Lama, Surabaya. Kholik mengaku usaha perbengkelannya baru sekitar dua setengah tahun. Kurang lebih sudah 1.500 kendaraan bermotor yang ditanganinya. Omset bulannya, katanya, sekitar Rp 2,5 juta. Setiap pemilik "bengkel magic" yang dihubungi TEMPO rata-rata mengaku bahwa ilmunya diperoleh dari Mbah Turut di Blitar. Kata mereka, sang guru mengajar teknik perbengkelan, dan mengamalkan suatu ilmu lain yang harus ditempuh dengan berpuasa 7 hari -- 40 hari. "Mbah berasal dari Desa Sentul, tak jauh dari makam Wak Karno (maksudnya Bung Karno) di Blitar," tutur Koko. Putra sulung Pak Turut yang ditemui TEMPO pekan lalu di Blitar, Warsidi, 48 tahun, menuturkan bahwa ayahnya meninggal tahun 1982. Tetapi ia membantah kalau ayahnya disebut mengajarkan ilmu yang aneh-aneh. Mengapa muridnya mengklaim sebagai "bengkel magic" ? "Itu bohong. Hanya sekadar cara mereka untuk menarik langganan. Bapak hanya mengajarkan membaca bismillah saja," kata Warsidi, yang kini mengelola bengkel ketok peninggalan ayahnya di Blitar. Warsidi prihatin, karena nama Pak Turut kini dicatut oleh banyak pihak, apalagi dengan embel-embel "magic". "Saya sendiri malu mencantumkan nama Pak Turut, karena pekerjaan saya sendiri masih kalah halus dibanding pekerjaan Bapak," kata Warsidi dengan rendah hati. Tetapi, sejauh ini, Warsidi tak berniat menuntut orang yang menjual nama bapaknya. "Wong mereka tidak mengganggu pekerjaan kami," katanya, lugu. Nama asli Mbah Turut, menurut Warsidi, sebenarnya Amat Taslim. "Di daerah sini, kebanyakan orang kampung memang mempunyai julukan. Entah karena apa Ayah digelari Pak Turut," kata Warsidi. Amat Taslim semula miskin, bekerja sebagai tukang solder yang keluar masuk kampung, kemudian pindah profesi jadi tukang arloji, hingga akhirnya membuka bengkel ketok. Usaha bengkel Pak Turut, kendati terletak di sebuah desa, cukup maju. Sampai akhirnya ayah sembilan anak itu mampu membeli rumah dan sawah. "Resep ayah saya, setiap mobil penyok yang diketok harus kembali seperti semula," tutur Warsidi. Macam-macam komentar para pemakai jasa "bengkel magic". Nyonya Naryo, Jakarta, mengaku pernah membetulkan sedannya yang ringsek bagian depannya di salah satu "bengkel magic" di bilangan Rawasari. Dia merasa puas. Tetapi Tato, seorang anggota VVC (Volkswagen Van Club), mendapat pengalaman aneh. Kombinya, yang ringsek di sebelah kiri, pernah dibetulkan di "Ketok Magic Cibinong", dan hasilnya memuaskan. Tapi, tak lama, kena tabrak lagi di bagian yang sama. Ujang, pemilik mobil omprengan, berpendapat lain lagi. "Bohong, tu, bengkel magc-magican," katanya, pekan lalu. Sekitar bulan lalu, Kijang omprengannya ringsek berat, karena menabrak tiang listrik. Ia membawa ke sebuah "bengkel magic". Biayanya disepakati Rp 185.315. Ternyata, sesudah 'nginap seminggu, baru klar. Hasilnya juga mengecewakan: hasil ketokannya tidak rata, bahkan beberapa baut hilang, sehingga mobilnya jadi reyot. "Begitu melihat saya tertipu, pemilik mobil lain yang kebetulan ada di bengkel itu langsung menarik kembali mobilnya," tutur sopir omprengan Pasar Minggu-Lenteng Agung, yang terpaksa membawa mobilnya ke bengkel biasa, dan keluar biaya lagi Rp 300 ribu. Mungkin yang membetulkan mobil Ujang itu belum lulus atau malah bukan murid Pak Tutur. M.W., Diah Purnomowati (Jakarta), Jalil Hakim (Surabaya), M. Baharun (Blitar)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini