Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Dituding Gagal Bayar Utang, Gunung Raja Paksi Cerita Bawa 1,9 M ke Pengadilan

Pengadilan dinilai tak mempertimbangkan fakta persidangan, termasuk komitmen pembayaran utang dan kondisi perusahaan yang solid.

14 Februari 2021 | 13.11 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Logo PT Gunung Raja Paksi Tbk. gunungrajapaksi.com

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Public Relation PT Gunung Raja Paksi Tbk. Fedaus membeberkan kronologi perkara perusahaan dengan vendornya, PT Naga Bestindo Utama, terkait kewajiban membayar utang Rp 1,9 miliar atas pembelian scrap baja senilai total Rp 2,4 miliar.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Gunung Raja Paksi mengatakan perusahaan sejatinya sudah berkomitmen membayar utang dan telah membawa uang tunai ke pengadilan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Dua kali sidang di pengadilan, kami sudah bawa cash Rp 1,9 miliar plus bunga beberapa ratus juta. Kami sampaikan bahwa kami punya uang untuk membayar dan sudah mencoba melunasi di bank, namun gagal,” ujar Fedaus saat dihubungi Tempo pada Ahad, 14 Februari 2021.

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebelumnya telah memutus permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang atau PKPU sementara atas Gunung Raja Paksi. Permohonan ini diajukan oleh Naga Bestindo Utama.

Fedaus mengaku terkejut atas putusan hakim. Ia menilai pengadilan tidak mempertimbangkan fakta persidangan, termasuk komitmen pembayaran utang dan kondisi perusahaan yang berstatus tidak bermasalah atau solid.

Perkara yang membelit Gunung Raja Paksi ini bermula ketika perusahaan membeli scrap baja kepada Naga Bestindo, September 2020 lalu. Perusahaan membayar dengan cara mencicil karena kondisi krisis pandemi Covid-19. Gunung Raja Paksi, kata Fedaus, telah menyetor cicilan pertama senilai Rp 500 juta.

Pada 12 November, perusahaan melakukan pembayaran untuk cicilan kedua senilai Rp 20,2 juta melalui BCA. Namun, bank memberitahukan bahwa transaksi itu ditolak dengan alasan rekening kredit tidak dapat digunakan untuk transaksi. Pada 26 November, perusahaan mencoba kembali melakukan pembayaran cicilan kedua dengan nominal sama, namun transaksi tetap ditolak.

Kemudian pada 4 Desember 2020, manajemen menjajal melunasi utang senilai Rp 1,9 miliar. Lagi-lagi transaksi itu ditolak oleh bank. Fedaus pun menyebut pembayaran utang perusahannya malah berada dalam status cessie atau pengalihan hak kepada pihak ketiga.

“GRP (Gunung Raja Paksi) terus berusaha melakukan komunikasi dengan NBU (Naga Bestindo Utama) via surat, email, WhatsApp, dan telepon. Namun, NBU tidak menanggapi secara positif. Utang kami malah dioper atau cessie,” tutur Fedaus.

Selang sepekan atau 10 Desember 2020, Naga Bestindo mendaftarkan permohonan PKPU ke Pengadilan Jakarta Pusat. Padahal saat itu Fedaus memastikan perusahaannya mampu melunasi utang.

“Utang terhadap NBU juga hanya 1,9 miliar, kecil dibandingkan total penjualan kami yang Rp 9 triliun per tahun,” ujarnya.

Pengadilan berlangsung hingga putusan dijatuhkan pada akhir Januari lalu. Fedaus mengatakan perusahaan memiliki waktu 45 hari sejak putusan untuk menyusun rencana pembayaran utang ke kreditur. Ia memastikan putusan pengadilan tidak mempengaruhi operasional perusahaan.

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, Francisca mulai bergabung di Tempo pada 2015. Kini ia meliput untuk kanal ekonomi dan bisnis di Tempo.co.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus