Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kesibukan Presiden Direktur PT Newmont Nusa Tenggara Martiono Hadianto bertambah dalam sepekan terakhir. Bersama Blake Rhodes, Vice President Newmont Ventures Limited, ia mesti mengunjungi Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara, Pusat Investasi Pemerintah, dan Badan Koordinasi Penanaman Modal. ”Kami dalam proses menjelaskan,” kata Martiono.
Bekas Direktur Utama Pertamina tersebut memang harus menjelaskan perubahan pemegang saham di produsen emas di Nusa Tenggara Barat itu. Sejak 25 Juni 2010, Newmont punya pemegang saham baru, yakni PT Indonesia Masbaga Investama. Perusahaan ini membeli 2,2 persen saham Newmont dari PT Pukuafu Indah, milik pengusaha tambang Jusuf Merukh—meninggal pada 22 Juni 2011. Pukuafu adalah pemilik 20 persen saham Newmont Nusa Tenggara.
Rupanya pembelian saham senilai US$ 71,34 juta ini didanai oleh Newmont Ventures. Untuk membayar pinjaman itu, Indonesia Masbaga menggadaikan hak suaranya, selain dividen, kepada Newmont Ventures Limited, anak perusahaan Newmont Mining Corporation, Amerika Serikat. Hal ini tercantum dalam laporan tahunan Newmont Mining per 31 Desember 2010.
Menurut laporan yang juga disampaikan kepada Komisi Sekuritas dan Bursa Amerika Serikat—lembaga yang mengawasi pasar modal—pada Desember 2009, Newmont Mining telah menyetujui pinjaman kepada Pukuafu. Sebagai kompensasinya, Newmont akan mendapatkan dividen dari 20 persen saham, termasuk kewajiban dan hak suaranya.
Pengalihan hak suara itu membuat Newmont otomatis menjadi mayoritas. Padahal, dalam kontrak karya antara pemerintah dan Newmont Nusa Tenggara, pasal 24, disebutkan sekurang-kurangnya 51 persen saham perusahaan dimiliki ”peserta Indonesia”—apakah itu pemerintah, warga negara Indonesia, atau perusahaan yang dikendalikan warga negara Indonesia.
Kondisi di atas memang membuat perhitungan saham di PT Newmont Nusa Tenggara jadi berbelit. Setelah divestasi saham 7 persen Newmont Nusa Tenggara yang dibeli pemerintah, saham Newmont Mining Corporation di anak usaha itu seharusnya menjadi minoritas, yakni tinggal 49 persen melalui Nusa Tenggara Partnership.
Nah, dengan menguasai hak suara Indonesia Masbaga yang 2,2 persen, Newmont Mining kembali menjadi mayoritas. Apalagi jika ditambah hak suara dari Pukuafu. ”Tampaknya Newmont masih ingin tetap mayoritas,” kata mantan Dirjen Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Simon F. Sembiring.
Kepala Pusat Investasi Pemerintah Soritaon Siregar menyatakan kedatangan Newmont untuk menjelaskan soal saham dan hak suara itu.
Niat pemerintah membeli 7 persen saham Newmont Nusa Tenggara adalah menjadikan pihak Indonesia sebagai mayoritas—sekurang-kurangnya 51 persen saham—seperti telah diatur dalam kontrak karya. Tapi pembelian itu ditentang sebagian fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat. Namun Menteri Keuangan Agus Martowardojo tetap melanjutkan pembelian itu. Sebaliknya, DPR meminta Badan Pemeriksa Keuangan mengaudit transaksi itu.
Rencana pemerintah juga ditolak pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat dan Kabupaten Sumbawa. Adapun Kabupaten Sumbawa Barat akhirnya menerima, termasuk tawaran Agus agar daerah membeli 1,75 persen saham yang sudah dibeli pemerintah.
Kini muncul persoalan Masbaga dan Pukuafu. Pukuafu pernah membantah telah menjual sahamnya kepada Indonesia Masbaga. Sebaliknya, dia malah menuduh Newmontlah yang diam-diam telah menjual saham yang dijaminkannya itu. Newmont membantah tudingan tersebut.
Dalam sebuah kesempatan, Martiono pernah menjelaskan bahwa Pukuafulah yang menjual sahamnya kepada Indonesia Masbaga. Newmont Nusa Tenggara, kata dia, hanya bertugas mencatat dan melaporkan perubahan saham kepada pemerintah. Laporan itu berdasarkan dokumen yang diteken Pukuafu dan Indonesia Masbaga di depan notaris. Pemerintah, kata dia, telah mengesahkan pengalihan atau perubahan saham itu.
Vice President Newmont Ventures Blake Rhodes, dalam rilis yang diedarkan Minggu, 4 Juli 2011, menerangkan bahwa Indonesia Masbaga telah membeli saham dari Pukuafu pada Juni 2010. Sebagai pemberi pinjaman, kata Rhodes, Newmont Ventures berkuasa menggunakan hak suara Indonesia Masbaga jika perusahaan ini wanprestasi atau gagal bayar. ”Ini hal umum, di Indonesia dan negara lain.”
Indonesia Masbaga adalah perusahaan yang baru berdiri empat bulan ketika membeli saham Pukuafu pada Juni 2010. Sehingga banyak yang mempertanyakan asal-usul duit perusahaan ini untuk membeli saham Pukuafu. Baru belakangan ini diketahui, duit pembelian itu berasal dari pinjaman oleh Newmont Ventures sebesar US$ 71,3 juta.
Simon Sembiring menduga pinjam-meminjam yang memiliki konsekuensi beralihnya hak suara ini tidak dilaporkan Newmont Nusa Tenggara kepada pemerintah. ”Kalau dilaporkan kan pasti ditolak karena itu melanggar kontrak karya,” ujarnya.
Menurut Simon, berdasarkan laporan tahunan Newmont Mining per 31 Desember 2010 itu, Newmont bisa dikatakan telah melanggar kontrak karya. ”Sebab, ada pengalihan hak suara Pukuafu dan Indonesia Masbaga yang membuat Newmont menjadi mayoritas,” katanya. Mayoritas itu menyangkut jumlah saham dan suara. ”Ini esensi divestasi 51 persen saham Newmont ke Indonesia.”
Seorang pejabat di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral membisikkan bahwa memang tak pernah ada laporan dari PT Newmont Nusa Tenggara tentang pengalihan hak suara sebagai konsekuensi dari utang-piutang Newmont, baik dengan Pukuafu maupun Indonesia Masbaga. ”Setahu saya yang diterima hanyalah laporan perubahan pemegang saham,” katanya.
Kepala Pusat Investasi Pemerintah Soritaon Siregar mengatakan lembaganya masih melakukan klarifikasi atas benar-tidaknya pengalihan hak suara Indonesia Masbaga kepada Newmont. ”Lawyer PIP dengan Newmont Nusa Tenggara sedang bekerja untuk pengecekan ini,” ujarnya.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo, menurut sumber di Kementerian, terkejut saat diberi tahu soal pengalihan suara itu. Ketika Pusat Investasi melakukan uji tuntas atas tujuh persen saham Newmont, soal itu belum tercium. ”Pengalihan suara itu, kalau ada, harus dilaporkan dan mendapatkan persetujuan dari pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,” ujar pejabat ini.
Agus mengakui pembelian saham Pukuafu oleh Indonesia Masbaga menjadi catatan penting divestasi saham Newmont. Dia akan meminta dilakukan koreksi apabila pembelian itu melanggar kontrak karya. ”Kalau ternyata pemiliknya bukan dari Indonesia, harus diperbaiki sesuai dengan rencana divestasi 51 persen untuk nasional,” tuturnya.
Hal yang sama disampaikan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Thamrin Sihite. Kepada Tri Suharman dari Tempo, ia menuturkan kontrak karya mewajibkan divestasi 51 persen saham kepada Indonesia. ”Artinya, tidak boleh ada pihak asing,” ucapnya melalui sambungan telepon.
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Gita Wirjawan mengingatkan pemerintah mengecek kebenaran pengalihan suara itu. Kalau benar, kata dia, hal itu akan mematahkan keinginan pemerintah menjadikan pihak Indonesia sebagai pemegang saham mayoritas di Newmont Nusa Tenggara.
Anne L. Handayani
Komposisi Pemegang Saham PT Newmont Nusa Tenggara
Nusa Tenggara Mining Corp. Japan -> 100% -> Nusa Tenggara Mining Corp. BV Netherlands -> 43,75% -> Nusa Tenggara Partnership -> 56% -> PT Newmont Nusa Tenggara (Pemegang Kontrak Karya)
Newmont Mining Corporation Delaware -> 100% -> Newmont Nusa Tenggara Holding BV Netherlands -> 56,25% -> Nusa Tenggara Partnership -> 56% -> PT Newmont Nusa Tenggara (Pemegang Kontrak Karya)
PT Bumi Resources Mineral -> 99,9 % -> PT Multi Capital -> 75% -> PT Multi Daerah Bersaing -> 24% -> PT Newmont Nusa Tenggara (Pemegang Kontrak Karya)
Pemerintah Daerah dan Provinsi -> 25% -> PT Multi Daerah Bersaing -> 24% -> PT Newmont Nusa Tenggara (Pemegang Kontrak Karya)
Keluarga Merukh ? 100% -> PT Pukuafu Indah -> 17,8% -> PT Newmont Nusa Tenggara (Pemegang Kontrak Karya)
PT Indonesia Masbaga Invesment -> 2,2% -> PT Newmont Nusa Tenggara (Pemegang Kontrak Karya)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo