Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=1 color=#FF9900>WIRAUSAHA</font><br />Berhaji dengan Ikan dan Tokek

Tokek diperdagangkan dengan harga jutaan rupiah. Diduga mujarab untuk obat. Sutarjo salah satu pengecap legit bisnis tokek.

14 Desember 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SUTARJO kini punya pekerjaan sambilan yang memberikan penghasilan jauh lebih besar ketimbang usaha utamanya. Semula ia membuka warung ikan bakar. Hasilnya lumayan. Tapi belakangan bisnis jual-beli tokek lebih menyita waktunya. Maklumlah, duit yang bisa diraupnya memang jauh lebih menjanjikan. Seekor tokek berukuran 3 ons bisa dijual sampai Rp 30 juta.

Sudah setahun ini, Sutarjo menggeluti bisnis reptil yang punya nama ilmiah Gekko gecko itu, dari membeli bakalan, melakukan pembibitan, sampai menjualnya. ”Awalnya iseng. Setelah tahu hasilnya besar, saya coba agak serius,” kata pria asal Pacitan yang akrab disapa Tarjo ini.

Bisnis ini bermula pada pengujung 2008. Saat itu Tarjo ditemui seorang rekannya yang mencari tokek sepanjang 30 sentimeter. Bobotnya harus 3-5 ons. Dahsyat, si kawan berani membayar dengan harga Rp 10-50 juta per ekor. Saat itu, ia belum paham kenapa harganya begitu mahal. ”Awalnya saya bertanya-tanya, tapi saya usahakan juga karena saat itu ada waktu luang,” ujarnya.

Melalui saudaranya di kampung, Tarjo pun berhasil memperoleh 12 ekor tokek dengan bobot 0,5-1 ons. Setelah dipelihara selama tiga bulan, bobot tokek-tokek itu bertambah hingga 3 ons. ”Setelah saya tawarkan, eh, dibayar Rp 5 juta seekor,” katanya.

Dari situ Tarjo yakin, si tokek bakal mendatangkan rezeki. Secara bertahap, ia mengorder tokek bakalan dari Pacitan, Wonogiri, Solo, dan Cirebon untuk dibiakkan. Di kota-kota itu, tokek ditangkap dari perumahan hingga alam liar. Salah satu medan perburuan favorit ialah Alas Jebulan, Watugaleng, Pacitan.

Menurut Gino, mitra Tarjo yang biasa berburu di hutan itu, tokek diambil dari pepohonan atau tebing kecil. ”Kami biasa menggunakan tangga untuk memanjat,” ujarnya. Cara menangkapnya pun tak sembarang. Sarana pelindung tubuh harus lengkap. Memakai topi plus sarung tangan. Jika tidak, salah-salah tangan bisa tergigit dan akibatnya cukup fatal. ”Ada racunnya. Selain itu, susah dilepas, harus dicungkil pisau,” tutur Gino.

Tokek-tokek hasil perburuan itu kemudian dikemas dalam kotak kayu dan dikirimkan kepada Tarjo. Untuk seekor tokek seberat setengah ons, Gino dibayar Rp 20 ribu. ”Jika sudah besar dan terjual mahal, ada bonus,” katanya sembari terkekeh.

Sampai di tangan Tarjo, tokek-tokek kecil yang akan dibiakkan disimpan terpisah. Agar tumbuh baik, hewan itu diberi pakan serangga dan potongan daging ikan. Setelah dipelihara selama setahun lebih, bobotnya pun melar hingga lebih dari 3 ons. Selain merawatnya mudah, hewan ini relatif tahan penyakit.

Saat ini, Tarjo memiliki kurang-lebih 800 ekor tokek, dan 200 di antaranya siap jual. Reptil-reptil itu ditempatkan di tujuh kandang khusus dari kayu yang diletakkan di dak lantai tiga rumahnya, di bilangan Ciledug, Tangerang. Order pun terus mengalir. Setiap hari tak kurang dari 10 orang mengontak Tarjo. Namun tak semua dilayani. ”Saya harus memilih yang benar-benar serius agar hasilnya maksimal,” ujarnya.

Tarjo mengaku saat ini ia tengah menjalin bisnis dengan pengusaha asal Belanda, Korea, dan Jepang yang meminta pasokan tokek berbobot 3-5 ons. Orang-orang asing itu mengaku membutuhkan tokek untuk bahan baku obat berbagai penyakit, seperti kanker, stroke, sakit gula, penyakit kulit, hingga AIDS. ”Itu kata mereka, saya sendiri enggak tahu pasti khasiatnya,” ujar bekas buruh bangunan ini.

Dalam beberapa kali pengiriman ke kolega asingnya itu, tokek-tokek tersebut ada yang dihargai sampai Rp 30 juta. Tapi pria 41 tahun ini enggan menyebut nilai penjualannya. Yang pasti, untungnya gede. Dengan biaya pemeliharaan yang relatif murah, Rp 1-3 juta untuk keseluruhan tokek selama kurang-lebih delapan bulan, paling tidak ia bisa menjual Rp 5 juta seekor.

Hasilnya pun kentara. Dari bisnis ikan bakar dan tokek, Tarjo bisa membangun rumah bertingkat yang lumayan megah. Tak lupa, ia pun bisa menunaikan ibadah haji. Bahkan salah satu tetangganya mengatakan Tarjo bisa membangun masjid besar di dekat rumahnya. ”Amin,” kata Tarjo saat dimintai konfirmasi mengenai hal itu.

Dalam setahun terakhir, tokek—tekek dalam bahasa Jawa—memang telah menjelma menjadi bisnis yang menjanjikan. Keuntungannya bisa jutaan rupiah. Tak hanya jual-beli langsung, bisnis ini juga ramai di dunia maya. Ketik saja ”tokek” di mesin pencari, ribuan entri akan muncul. Hanya, masih belum terbukti, apakah bisnis ini akan bertahan lama atau sekadar euforia sesaat.

Fery Firmansyah

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus