Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

<font size=1 color=#FF9900>DIREKSI PLN</font><br />Karpet Merah untuk Dahlan

Karyawan PLN menolak Dahlan Iskan. Suara Serikat Pekerja terbelah.

14 Desember 2009 | 00.00 WIB

<font size=1 color=#FF9900>DIREKSI PLN</font><br />Karpet Merah untuk Dahlan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

DUA puluhan anggota Serikat Pekerja PT PLN berkumpul di Restoran Sari Kuring, di kawasan Sudirman, Jakarta. Pada Jumat sore pekan lalu itu, separuh dari mereka berdiri, separuh duduk. Suasananya riuh. Sesekali mereka meneriakkan nama Fahmi Mochtar, Direktur Utama PLN, sambil mengepalkan tangan kanan ke atas. Riyo Supriyanto, Ketua Umum Serikat Pekerja PLN, angkat bicara. ”Kami menolak penggantian Direktur Utama PLN dari orang luar,” kata pria berambut keperakan ini lantang. Pernyataan Riyo disambut tepuk tangan anggota Serikat Pekerja.

Menurut Riyo, organisasinya punya beberapa alasan menolak pencalonan Dahlan Iskan sebagai Direktur Utama PLN. Nama pemilik kerajaan media massa Jawa Pos mulai disebut-sebut bakal menggantikan Fahmi sejak bulan lalu. Pertama, Dahlan dinilai tidak menguasai kompetensi teknis ketenagalistrikan dan proses bisnis PLN. Kedua, ia juga memiliki usaha pembangkit tenaga listrik 2x25 megawatt di Kalimantan Timur. ”Bagaimana mungkin penjual listrik ke PLN kemudian menjadi direktur PLN sendiri. Ini potensi terjadi kolusi dan nepotisme,” kata Riyo.

Riyo mengungkapkan, penggantian orang nomor satu di perusahaan pelat merah ini tidak akan menyelesaikan masalah ketenagalistrikan yang mengakibatkan pemadaman bergilir di hampir seluruh wilayah. Menurut dia, problem justru terletak pada kebijakan pemerintah yang tidak menaikkan tarif dasar listrik sampai akhir tahun ini. Subsidi listrik juga terbatas pada biaya operasi dan investasi, tidak sesuai dengan pertumbuhan permintaan listrik.

Selain itu, kebijakan energi nasional tentang energi primer, khususnya gas dan batu bara, tidak mendukung efisiensi dalam biaya bahan bakar energi pada pembangkit. Pembangkit listrik yang seharusnya menggunakan gas terpaksa menggunakan bahan bakar minyak, yang harganya lebih mahal. Apalagi jika harga minyak mentah dunia naik, harga BBM pun ikut berfluktuasi.

Proyek pembangkit listrik tenaga uap 10 ribu megawatt juga dituding menjadi pemicu masalah. Ternyata dana megaproyek itu tidak cukup, sehingga direksi terpaksa menggunakan dana internal PLN untuk menutupi kekurangan biaya investasi. Akibatnya, biaya operasional berkurang. Padahal biaya ini digunakan untuk memelihara pembangkit dan sarana kelistrikan. ”Itu sebabnya terjadi peristiwa gardu meledak dan ada pemadaman,” ujarnya.

Kesimpulan Riyo dan teman-temannya, penggantian Direktur Utama PLN tak akan menyelesaikan masalah PLN dan ketenagalistrikan. Menurut dia, Fahmi juga layak dipertahankan karena berhasil menurunkan kehilangan daya listrik hingga di bawah 10 persen. Laporan keuangan PLN juga dinilai semakin baik. ”Kalau dipaksakan direksi dari luar PLN, kami tidak menjamin terciptanya hubungan industrial yang harmonis dan kondusif,” ujarnya.

Kubu Serikat Pekerja PLN lain yang dipimpin Ahmad Daryoko juga menolak Dahlan Iskan. ”Direktur Utama PLN bukan jabatan politis tapi teknis. Jadi semestinya diduduki orang yang mengerti teknis.” Dia mengungkapkan, Dahlan tak punya kompetensi dan latar belakang teknis ketenagalistrikan. Padahal problem di PLN kebanyakan bersifat teknologi dan modal, sehingga memerlukan sosok orang yang mengerti teknologi. Kubu Ahmad sempat menggelar unjuk rasa di kantor pusat PLN pada awal Desember menolak Dahlan.

Ahmad menambahkan, kehadiran Dahlan tak hanya sarat muatan politis, tapi juga kepentingan bisnis. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagalistrikan akan memberi peluang buat Dahlan untuk memanfaatkan posisi dengan berbisnis. Sebab, undang-undang ini memberikan peluang penjualan pembangkit listrik ke swasta dan penjualan listrik oleh swasta. Regulasi ini sebenarnya reinkarnasi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2002 yang pernah dibatalkan di Mahkamah Konstitusi pada 2004. ”Kami curiga masuknya Dahlan Iskan karena implementasi undang-undang ini, karena dia juragan listrik juga,” ucapnya.

Sumber Tempo di PLN mengatakan, selain Dahlan Iskan, dua nama lain yang mengikuti uji kepatutan dan kelayakan untuk posisi Direktur Utama PLN adalah Murtaqi Syamsuddin, yang saat ini menjabat Direktur Jawa-Madura-Bali, dan Rudiantara, yang menjabat Wakil Direktur Utama PLN. Di antara mereka bertiga, Dahlan Iskan merupakan calon kuat untuk menduduki jabatan nomor satu itu. Menurut Ahmad, mestinya yang juga layak adalah Agung Nugroho, Direktur Konstruksi Strategis PLN.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh mengaku tidak mempermasalahkan Direktur Utama PLN berasal dari luar. ”Bisa orang dari dalam dan dari luar,” katanya. Menurut Darwin, yang terpenting orang itu mampu memajukan PLN sesuai dengan konteks zaman, memberdayakan kerja sama dengan pemerintah daerah dalam pengadaan listrik, meningkatkan peran badan usaha milik daerah dan swasta setempat. "Sehingga tidak perlu menarik jaringan listrik PLN," ujarnya. Namun dia menolak saat ditanya apakah Dahlan Iskan memenuhi kriteria itu.

Tri Mumpuni, Direktur Eksekutif Institut Bisnis dan Kerakyatan, sebuah lembaga swadaya masyarakat di bidang energi, berpendapat pemerintah mesti melakukan uji kepatutan dan kelayakan dengan kriteria yang jelas. ”Mesti profesional, punya rekam jejak, latar belakang p endidikan dan kemampuan,” katanya.

Sejauh ini, menurut Tri, karier jabatan di PLN memang tak jelas, penuh dengan muatan politis. Akibatnya, jajaran direksi pun jadi tidak kompak karena punya kepentingan sendiri-sendiri. PLN sudah melalui 12 tahun dari masa krisis ekonomi 1997, tapi belum mengalami kemajuan berarti. Ketidakberhasilan direksi PLN saat ini, kata dia, ibaratnya membersihkan piring-piring kotor manajemen yang lalu. ”Lucu, Fahmi tiba-tiba disuruh mundur. Jangan sampai ketidakmampuan pemerintah mengelola lembaga terus asal copot,” tuturnya.

Mengenai pencalonan Dahlan Iskan, Tri mengungkapkan, kandidat Direktur Utama PLN mesti bersih dari muatan politis. Calon bisa siapa saja, asal mengikuti uji kepatutan dan kelayakan dengan kriteria yang sesuai. Jika ini terjadi, jajaran direksi PLN bisa kompak. Tri menambahkan, Murtaqi Syamsuddin termasuk orang yang tidak mempunyai kepentingan politis.

Dalam sebuah acara diskusi Bank Century di Hotel Aryaduta, pekan lalu, Dahlan Iskan mengaku tidak mempedulikan tudingan-tudingan dari serikat pekerja PLN. Dia mengaku lebih senang kalau tidak terpilih sebagai direktur utama. Karena, kalau terpilih, ”Bakal kehilangan perusahaan-perusahaan saya," katanya.

Memang, Dahlan mengaku sudah beberapa kali dipanggil Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai rencana penunjukannya sebagai orang utama badan usaha milik negara tersebut. Dia melihat permasalahan listrik Indonesia sebagai hal berat sekaligus menantang. Di hadapan Presiden, Dahlan memaparkan salah satu programnya, yaitu pembangunan 100 pembangkit listrik baru. Meski mengaku siap jika ditunjuk, Dahlan pun memilih menyerahkan keputusan akhir kepada Presiden. "Tinggal nasib saja," katanya.

Nieke Indrietta, Reza Maulana

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus