Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Ada Yang Menangis, Ada Yang Jadi Jutawan

Kurs obligasi pembangunan RI 1964 melonjak drastis tidak terkendali. Adanya pengumuman menkeu yang mau melunasi sekaligus obligasi-obligasi negara yang beredar, ada oknum Bepepam yang memanfaatkan kesempatan. (eb)

17 Maret 1979 | 00.00 WIB

Ada Yang Menangis, Ada Yang Jadi Jutawan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
KEGEGERAN terjadi di Bursa Efek Jakarta. Kurs obligasi pembangunar, RI 1964 yang sejak lama diam dan beku mendadak sontak melangit. Sampai 22 Nopernber 1978 untuk lembaran (kopur) Rp 25 kurs beli yang terjadi masih Rp 55. Tapi ketika pimpinan call membuka sidang 9 Januari lalu kurs ini melonjak ke Rp 300 dengan peredaran 500 lembar dan pada 21 Pebruari naik lagi mencapai Rp 4350. "Saat itu kami kaget karena tak biasa terjadi kurs obligasi melompat begitu drastis," kata seorang makelar kawakan. Biasanya para makelar diam tapi sejak 28 Nopember tahun lalu setiap kali call banyak terjadi permintaan di dalam maupun di luar ruangan bursa. Sementara itu Badan Pelaksana Pasar Modal (Bapepam) yang mengelola bursa tampaknya tidak berusaha mengerem harga atau menghentikan perdagangan obligasi. Jutawan Maka tak heran pada transaksi harihari berikutnya kurs ini menderas naik tidak terkendali. Sampai 6 Maret lalu kurs yang terjadi untuk kopur Rp 25 mencapai Rp 9500 dengan peredaran nominal sejumlah Rp 5000. Sehingga dalam tempo 3,5 bulan saja kurs naik Rp 9445. Dengan demikian kurs untuk kopur Rp 125 berubah menjadi Rp 47.500, lembaran Rp 250 naik menjadi Rp 95.000 dan kurs terbesar Rp 2500 meningkat menjadi Rp 950.000 selembar. Melihat loncatan kurs demikian tinggi "banyak yang menjadi jutawan mendadak," kata Hendro, makelar saham di Pasar Modal. Sementara itu banyak pula yang menangis merasa tertipu karena tergoda menjual cepat obligasi yang telah disimpan 14 tahun Ny. Titi, seorang karyawati PT Danareksa misalnya, mendadak menjadi jutawan. Pada 1977 ia membeli 60 lembar obligasi pembangunan RI 1964 nominal Rp 25(). Awal Maret lalu 10 lembar dijualnya dengan harga Rp 950.000. Sisanya yang 50 lembar disimpannya menunggu pelunasan dari pemerintah @ Rp 204.000. Total ia mendapat rejeki nomplok sekitar Rp 10 juta. "Ini mungkin rejeki bayi yang sedang saya kandung," kata ibu yang mcrcncanakan membeli rumah ini. Mengapa nilai obligasi itu mendadak melejit Ini baru terungkap setelah pengumuman Menteri Keuangan Ali Wardhana tanggal 5 Maret yang disiarkan pers 7 Maret lalu. Isi pengumuman nomer Peng-10/MK.011/1979 itu: pemerintah memutuskan untuk melunasi sekaligus obligasi-obligasi negara yang beredar selama ini. Pelaksanaan pembayarannya mulai 16 Maret minggu ini di 23 kota Indonesia. Pengumuman itu menggembirakan para pemilik obligasi pembangunan RI 1964. Sebab khusus untuk resepis 6% pinjaman obligasi pembangunan 1964 pemerintah membayar 816 kali harga nominal per kopur ditambah bunga. Misalnya untuk kopur Rp 25 dilunasi dengan harga Rp 20.400. Pengumuman Menteri Keuangan itu oleh kalangan bursa efek dianggap "aneh dan janggal serta sangat terlambat". Keterlambatan itu "telah memberi peluang kepada pihak-pihak yang telah mengetahui dahulu untuk mengeduk keuntungan besar." Sebelumnya hampir tidak ada transaksi atas obligasi ini. Mclonjaknya kurs obligasi pembangunan 1964 itu menyebabkan pemilik awam melepaskan obligasinya. Ini kelihatan dari jumlah peredarannya yang meningkat terus dari kosong sampai ratusan lembar per hari. Dengan kata lain akibat naiknya kurs, obligasi yang semula disimpan belasan tahun tersedot ke tangan beberapa orang. Malahan sudah menjadi rahasia umum di kalangan makelar, Bapepam maupun Danareksa bahwa saat yang baik itu dimanfaatkan oleh beberapa orang oknum pejabat Bapepam. "Sesungguhnya," kata seorang tenaga ahli asing yang diperbantukan pada PT Danareksa, "petugas di Pasar Modal termasuk makelar dilarang melakukan jual beli efek-efek untuk kepentingan pribadinya." Menurut orang asing itu di luar negeri perbuatan seperti itu adalah tindakan kriminil. Dari Koran "Sebetulnya sebelum pengumuman itu keluar sudah ada SK Menteri Keuangan tanggal 28 Nopember 1978 yang isinya sama dengan pengumuman. "Seharusnya begitu SK ditandatangani segera diumumkan melalui mass media hingga perdagangannya di bursa langsung disetop," kata J.A. Turangan, ketua Bapepam. Hingga tidak akan terjadi penyalahgunaan. Menurut Turangan pengumuman pelunasan obligasi "kami ketahui dari koran, dan itulah sebabnya perdagangan obligasi kami tutup mulai tanggal 7 Maret." Orang pertama Bapepam ini mengaku tidak mengetahui sebelumnya bahwa ada SK Menteri Keuangan. "Saya meminta SK itu per telepon setelah ada berita di pers," katanya. Sampai saat ini "Bapepam belum menerima SK maupun surat pengumuman itu secara resmi." Ia kurang mengerti mengapa hal itu sampai terjadi. "Terus terang saya sangat menyayangkan dan banyak orang kecewa," katanya. Dia sependapat bahwa para petugas pelaksana pasar modal seharusnya dilarang ikut dalam perdagangan efek-efek. Tapi larangan itu sampai kini belum ada. "Tapi sudah saya instruksikan e-ara lisan bahwa itu tak boleh. Untuk tidak mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap Pasar Modal larangan itu ebaiknya dibuat tertulis." Menurut catatan Bank Indonesia pada 1969 jumlah nominal obligasi pembangunan dengan bunga 6% itu ada Rp 541.600. Dengan pelunasan 816 kali maka yang dibayar pemerintah melalui kantor Kas Negara berjumlah Rp 441,9 juta. Mengapa 816 kali? Tidak ada penjelasan resmi mengapa angka itu yang dipilih. Turangan sendiri semula mengira pelunasannya paling banter akan 200 kali. Kenaikan yang begitu besar ini yang agaknya mendorong spekulasi. Keanehan lain: mengapa keputusan Menkeu 28 Nopember tahun lalu itu baru diumumkan awal Maret ini Hingga timbul dugaan bahwa terjadi kebocoran yang mengakibatkan spekulasi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus