DENGAN penjagaan ketat sepasukan polisi, 5 dan 6 Maret yang
lalu, pucuk pimpinan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Ds
G.H.M. Siahaan mengambil alih Yayasan Universitas HKBP Nommensen
dan jabatan rektor universitas tersebut, sekaligus menyerahkan
kepada Dewan Pimpinan Yayasan dan pejabat rektor yang baru. Hal
itu terpaksa dilakukan karena pimpinan Yayasan dan rektor lama
tidak bersedia menghadiri upacara serah terima tersebut. Bahkan
DP Yayasan dan rektor lama lewat kuasa mereka, Syarief Siregar
SH, sempat memasang iklan di beberapa harian yang menghimbau
Menteri P&K, Menhankam dan Kapolri dan menyatakan,
pengambil-alihan DP Yayasan dan jabatan rektor tersebut melawan
hukum. Alasannya: Statuta Baru (SB) telah dicabut Menteri P&K
awal Pebruari yang lalu, maka universitas swasta di Medan itu
belum lagi mempunyai statuta lagi. Dengan kata lain, universitas
tersebut masih dalam sengketa.
Ceritanya memang dimulai dari keputusan Muktamar Agung HKBP 28
Oktober sampai 4 Nopember 1978, yang memberhentikan DP Yayasan
dan rektor lama universitas tersebut. DP Yayasan dan rektor lama
menolak keputusan Muktamar Agung. Dengan berpegang pada SB, Dr.
T.D. Pardede, rektor yang diberhentikan, mengatakan bahwa yan
berhak memberhentikan rektor hanva DP Yayasan Universitas.
Tapi, pada 3 Pebruari 1979 yang lalu, SB itu telah dicabut oleh
Menteri P&K sendiri, setelah pertemuan dua hari antara pihak
yang diberhentikan, pih.lk yang memberhentikan serta Menteri
P&K. Mayjen A.E. Manihuruk, yang terpilih sebagai Ketua Yayasan
Universita Nommensen yang baru pada sidan HKBP 13 Januari
1979, itu berpendapat SB itu bertentangan dengan Angaran Dasar
HKBP. Antara lain karena dalam SB disebutkan Universitas
Nommensen seolah-olah tidak mempunyai hubungan dengan HKBP. Atau
menurut Daoed Joesoef, SB tidak didukung oleh ketiga unsur yang
seharusnya mendukungnya: HKBP, Yayasan dan Universitas Nommensen
(TEMPO, 3 Maret 1979)
Sewenang-Wenang
Tentu saja setelah SB dicabut, Yayasan Universitas itu berpegang
pada AD tahun 1970 kembali. Dan setelah Menteri P&K memberikan
greenlight penggantian DP Yayasan dan rektor seperti yang
diputuskan Muktamar Agung HK BP, dilanjutkan oleh pucuk pimpinan
HKBP dengan lebih pasti. Misalnya, pengangkatan 10 orang anggota
pimpman Yayasan baru antara lain Ny. M. Panggabean.
Pada 9 Desember 1978, pucuk pimpinan HKBP mengirim surat pada
pimpinan Yayasan dan rektor lama guna bersiap-siap mengadakan
serah terima jabatan. Setelah ada pencabutan SB, sekali lagi
HKBP mengirim surat yang ishya lebih pasti: pimpinan yayasan
dan rektor lama agar mempersiapkan serah tcrima jabatan pada 5
dan 6 Maret 1979. Pada 26 Pebruari pimpinan Yayasan dan rektor
lama membalas surat HK :BP. Isinya menolak mengadakan serah
terima jabatan. Ini yang mendorong pucuk pimpinan HKBP mengambil
alih Yayasan Universitas dan jabatan rektor dari pimpinan
Yayasan dan rektor lama.
Ulah Dr. Pardede agaknya karena merasa diperlakukan
"sewenang-wenang" oleh Muktamar Agung. Katanya pada T1M PO di
Medan: "Untuk mengelola Nommensen saya sendiri sudah banyak
habis. Dan uang itu harta pribadi saya." Banyak yang tidak
mempercayai ucapan Pardede itu. Desas-desus yang berkecamuk
justru menunjuk soal harta kekaaall sebagai pangkal kericuhan.
Menurut Manga'raja Sinta Mardame Sinaga, hekas Bupati Tapanuli
Utara yang diangkat menjadi Wakil Ketua DP Yayasan baru, "kas
universitas kini sudah kosong. "
Menghindar
Konon kosongnya kas itu karena uangnya dibagi-bagikan pada dosen
dan karyawan universitas tersebut. Apa benar? "Pembagian uang
itu memang ada," kata OHS Purba MA.MSC, rektor baru Nommensen.
"Tapi saya disuruh keluar ketika rapat pembagian uang sedang
berlangsung," lanjut Purba yang waktu itu menjabat Purek III.
Hingga dia tidak kebaghln uang. Cuma, kenapa dia disuruh keluar,
dia sendiri tidak menyebutkan sebabnya. Ketua DP Yayasan baru,
Manihuruk, juga membenarkan adanya pembagian harta kas itu.
Beberapa staf pengajar telah mengakuinya. Tapl itu bukan
pembagian cuma-cuma tapi merupakan pinjaman jangka panjang tanpa
bunga. Dan kata Syarief Siregar si pengacara itu: "Uang itu
merupakan pinjaman 20 tahun untuk biaya pembangunan rumah
dosen-dosen Nommensen." Berapa jumlah yang dibagikan, belum ada
kepastian. Ada yang menyebut Rp 160 juta, tapi ada pula yang
menyebut hanya Rp 100 juta. Yang menyebut umlah yang lebih
kecil itu punya alasan: karyawan dan dosen yang telah memiliki
rumah tidak mendapat pinjaman. Pardede sendiri, yang awal Maret
berada di Jakarta, ternyata menghindar j dari wartawan. Hingga
berapa pastinya uang kas yang dikeluarkan, belum jelas.
Bagaimana sikap mahasiswa Universitas Nommensen sendiri dalam
kericuhan ini? Beberapa dari sekitar 2.500 mahasiswa memang
memberikan reaksi. Mereka membuat selebaran, mengecam kedua
belah pihak serta adanya "pembagian rejeki" antara staf
pengajar. Untung, sebelum selebaran itu tersebar, yang berwajib
telah menyitanya.
Tugas pertama rektor baru OHS Purba (47 tahun), yang tahun lalu
ditunjuk Pardede sendiri sebagai Purek III Universitas
Nommensen, adalah untuk mengembalikan kehidupan kampus Nommensen
seperti sedia kala. Ini tugas berat, sebab kecuali DP Yayasan
dan rektor lama belum menerima semua keputusan HKBP, harus pula
mengusut uang kas universitas yang amblas. "Kita akan mmta agar
uang itu dikembalikan utuh. Itu saja," kata Sinaga, wakil ketua
DP Yayasan yang baru itu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini