SEBENARNYA pedagang-pedagang Pasar Turi Surabaya setengah
terpaksa mengasuransi kios mereka. Soalnya BRI hanya mau
melayani kredit bagi pedagang yang sudah 'sadar' berasuransi
saja.
Tapi perusahaan asuransi mana? "Yang ditunjuk oleh BRI sondiri,"
kata Joni Ping, pemilik kios alat kosmetik di pasar yang telah
terbakar itu. Bahkan pembayaran premi dilunasi setahun di muka,
dilakukan oleh bank pemerintah tersebut dengan cara langsung
memotong dari rekening koran masingmasing nasabah. Nilai
tanggungan asuransi diatur sebesar kredit yang diterima
pedagang.
Semuanya lancar. Sampai terjadi kebakaran besar yang melanda
Pasar Turi 2 Mei tahun lalu. Pedagang tak begitu risau. Bukankah
kios-kios mereka dalam tanggungan perusahaan asuransi?
Namun apa lacur. Tak semua perusahaan asuransi memenuhi
kewajiban tepat seperti seharusnya. Hanya perusahaan asuransi
Jasa Indonesia, Ampuh dan Ramayana saja yang kelihatannya beres.
Sedangkan pedagang yang mengklim perusahaan asuransi Suntad dan
Wringin Lloyd terpaksa gigit jari.
Berkali-kali pedagang mencoba mencari penyelesaian sendiri.
Willianto Kohar misalnya mendatangi kantor Suntad di Jalan
Rajawali Surabaya. Tak mudah mencari penanggungjawabnya. Kantor
sepi dan setengah tutup. Sejak Januari lalu pintu kantor Suntad
memang jarang kelihatan dibuka. Sekali-sekali ketemu dengan
pengurus, Willianto meyakinkan bahwa ia adalah pembayar premi
yang baik. Premi sejak Desember 1977 sampai 1978 telah lunas
berjumlah Rp 203 ribu lebih. Begitu juga premi tahun sebelumnya.
Tapi dengan alasan masih mempertimbangkan tuntutan klim, Suntad
mundur terus. Dan akhirnya angkat tangan urus saja di kantor
pusat, di Jakarta, kata petugas perusahaan itu.
Listrik & Telepon Mati
Nyoman Semaral pimpinan Suntad di Surabaya menyatakan kepada
TEMPO, ada 180 pedagang yang terdaftar sebagai nasabahnya. Kalau
semua klim dilayani maka Suntad mempunyai kewajiban membayar
sekitar Rp 1,1 milyar lebih. Sedangkan Tadjoedin, pimpinan pusat
Suntad di Jakarta, tak banyak bicara. Untuk sementara, katanya,
Suntad membekukan aktivitasnya. "Kami ingin membereskan masalah
Pasar Turi dulu," kata Tadjoedin. Kantor Suntad di Jakarta,
seperti juga di Surabaya, memang sepi. Seorang pegawai pun tak
nampak di sana. Kakek penjaga kantor cuma bisa bilang: "Listrik
dan telepon sudah lama mati di sana," katanya sambil menunjuk
kantor dengan meja-meja berdebu.
Di kantor Wringin Lloyd memang masih ada kegiatan. Menurut
Direktur Wringin, Sutansah Karnadikusuma SH nasabahnya di Pasar
Turi hanya 8 orang dengan nilai klim Rp 20 juta lebih. Tapi
diakuinya sendiri, perusahaan asuransinya memang tidak bonafid.
"Yah, sebagai perusahaan nasional kemampuan kami memang
terbatas." Yang bisa dilakukannya hanya membayar klim nasabahnya
secara mengangsur "sesuai dengan kemampuan," kata Sutansah. Dia
membantah perusahaannya berkaitan dengan BRI dalam menangani
pedagang Pasar Turi. 'Mereka berurusan langsung de ngan kami,"
katanya.
Buntu mengurus klim sendiri -- apalagi tanda-tanda
ketidak-bonafidan Wringin Lloyd dan Suntad -- 150 pedagang Pasar
Turi menyerahkan perkaranya kepada pengacara Rubianto
Halimsetiono SH untuk menggugatnya ke pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini