DI Abadan Senin minggu lalu kapal tangki World Ambassador mulai
memunggah 110.000 ton minyak jenis ligt crude dan 140.000 ton
heavy crude buat perusahaan Mitsui di Jepang. Sebuah tanker
lain direncanakan tiba Rabu di P. Kharg untuk memunggah crude
buat Ashland Oil, sebuah perusahaan AS.
Pada upacara pemunggahan World Ambassador di Abadan, -- kota
minyak empat bergabungnya perkilangan terbesar di dunia --
Hassan Nazih, direktur pengelola National Iran Oil Co.
mengatakan bahwa Iran akan mengekspor antara 2 dan 3 juta barrel
tiap hari. Di masa Shah, ekspor mencapai 5,4 juta barrel per
hari. Menurunnya tingkat ekspor ini memang sudah dicanangkan
oleh para pemimpin pemerintahan baru. Jadi tak mengejutkan.
Dicoret Dari Kamus
Yang agak mengejutkan ialah bahwa pertama kalinya sejak
seperempat abad Iran akan memutuskan hubungan kerja dengan 13
konsortium perusahaan yang selama itu mengurusi perdagangan
minyak Iran. "Kata 'konsortium' sedang dicoret dari kamus
perusahaan kita," kata Hassan Nazih Konsortium itu, terkenal
dengan nama "Osco", sebagian sahamnya dimiliki oleh British
Petroleum (40%). Shell punya 14%, dan perusahaan Perancis
Compagnie Francaise des Petroles 6%. Lima perusahaan AS (Exxon,
Gulf, Mobil, Standard Oil dari California dan Texaco) bersaham
7%. Lima perusahaan AS lain yang tergabung dalam grup Iricon
dapat 5%. Dengan suara galak Nazih mengatakan ia akan berurusan
dengan perusahaan itu satu per satu, dan "tak akan ada konsesi
bagi mereka."
Nazih layak bersuara keras dalam revolusi yang berwarna
nasionalistis ini. Para peninjau Barat tentu saja ragu kemampuan
Iran nanti memasarkan minyaknya tanpa "Osco", walaupun hal itu
tak mustahil. Yang lebih risau sebenarnya negeri-negeri Barat
sendiri. Nazih mengatakan Iran akan menjual langsung minyaknya
kepada penawar tertinggi -- dan harga yang disebut cukup
mengecutkan AS$ 18 dan $ 20. Harga dasar dari OPEC hanya AS$
13.35.
Sebagai reaksi, pekan ini pelbagai perusahaan Amerika
merencanakan memboikot lelang harga tinggi itu. Sebelumnya
negeri industri sendiri sudah pagipagi siap. Awal Maret, di
Paris, mereka brsepakat mengambil pelbagai tindakan yang
bertujuan mengurangi 5% permintaan minyak internasional.
Maksudnya ialah guna mengurangi desakan kekurangan minyak di
dunia dan akibat naiknya harga setelah revolusi Iran.
International Energy Agency (IEA) yang beranggotakan 2 negara
setidaknya telah memutuskan demikian, terutama buat mengurangi
ketergantungan pada OPEC.
Tapi berbeda dengan nada awal IEA waktu didirikan di tahun
1973, suara kali ini menekankan sikap "non-konfrontasi" dalam
menghadapi OPEC. Terutama atas desakan AS. Bahkan pihak IEA
mengatakan programnya merupakan jawaban positif atas himbauan
Arab Saudi baru-baru ini yang menghendaki konsultasi antara
negara pengekspor dengan pengimpor minyak. OPEC akan menyetujui
seruan IEA kepada anggotanya agar mengurangi konsumsi minyak,
karena OPEC sendiri belakangan ini kian menekankan pengawetan
sumber alamnya.
Itu tak berarti muka manis akan terus dipakai antara negara
anggota OPEC dengan anggota IEA. Revolusi Iran bukan saja
menyebabkan turunnya ekspor dan naiknya harga, tapi juga
menghangatkan lagi masalah politik dalam perdagangan minyak
dunia. Iran misalnya memutuskan untuk tak mengirim minyak lagi
ke Israel dan Afrika Selatan. Padahal ketergantungan Afrika
Selatan dan Israel pada minyak Iran lebih besar ketimbang negara
manapun (lihat tabel).
Alasan Iran sudah terkenal. Kini tibatiba bergaung suara senada
dari Abu Dhabi, yang selama ini terdengar lunak. Mana Said
Otaiba, menteri perminyakan Persatu n Emirat Arab dan ketua
OPEC dewasa ini, pekan lalu diberitakan menyangkutkan
perdagangan minyak dengan perjuangan rakyat Palestina.
"Negeri-negeri yang minta kita untuk mensuplai minyak," kata
Otaiba, "harus membantu kita untuk mencapai penyelesaian yang
adil bagi cita-cita ini, menjamin hak-hak sah rakyat Palestina."
Berbicara di depan konferensi enerji yang dihadiri 22 negara
Arab dan wakil 300 organisasi di negeri Arab, Otaiba menyebut
juga tuntutan dikembalikannya wilayah Arab yang diduduki dan
juga kembalinya bagian Arab di kota Yerusalem. Revolusi di Iran
memang mengubah banyak nada di Timur Tengah (lihat Luar Negeri).
Negeri industri Barat terpaksa memperhitungkan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini