Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Di Balik Proyek Akuisisi PGN yang Merugi

Anak usaha PGN merugi saat mengakuisisi sejumlah ladang minyak dan gas. Ada dugaan fraud di balik transaksi yang terlalu mahal.

23 Juli 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Anak usaha PGN mengakuisisi sejumlah blok minyak dan gas.

  • Saka Energi merugi karena kinerja blok minyak dan gas di luar proyeksi.

  • Kementerian BUMN melaporkan audit BPK tentang akuisisi oleh PGN kepada polisi.

BUTUH dua bulan bagi Badan Pemeriksa Keuangan untuk menemukan sejumlah keganjilan dalam proyek-proyek PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk atau PGN. Anggota VII BPK, Hendra Susanto, mengatakan tidak ada permintaan dari penegak hukum untuk mengaudit PGN secara khusus. Namun, dia menambahkan, BPK ingin membuktikan beberapa isu tentang perusahaan gas pelat merah itu. "Setelah kami dalami, ternyata benar ada masalah," katanya pada Kamis, 20 Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BPK menerbitkan laporan hasil pemeriksaan kepatuhan atas pengelolaan pendapatan, biaya, dan investasi 2017-2022 PGN pada April lalu. Berkas tersebut memuat 16 temuan, termasuk kerugian operasi dalam proyek-proyek lawas PGN. Di antaranya kerugian fasilitas penyimpanan dan regasifikasi terapung atau floating storage regasification unit (FSRU) Lampung, dugaan nilai akuisisi tiga lapangan kerja minyak dan gas yang terlalu mahal, serta mangkraknya terminal gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) Teluk Lamong, Surabaya. "Rekomendasinya, serahkan saja ke aparat penegak hukum," ujar Hendra.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hendra mengaku sudah menyerahkan laporan hasil audit tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi pada April lalu, tak lama setelah berkas itu terbit. Kejaksaan Agung juga meminta laporan tersebut, tapi Hendra menyarankan tim Korps Adhyaksa berkoordinasi langsung dengan KPK. "Tidak mungkin saya pecah-pecah laporannya. Silakan berbagi," ucapnya.

Anggota VII BPK Hendra Susanto, di Jakarta, September 2022. Dok.BPK

Kejaksaan Agung pernah menyelisik dugaan korupsi di tubuh PGN pada 2017, tepatnya proyek pembangunan FSRU Lampung senilai US$ 400 juta. Proyek yang berjalan pada 2011-2014 ini diduga menyebabkan kerugian negara hingga US$ 250 juta atau sekitar Rp 3,24 triliun. Kejaksaan Agung lantas mencegah Hendi Prio Santoso, Direktur Utama PGN saat proyek itu berlangsung, bepergian ke luar negeri. Tapi Kejaksaan kemudian menyetop penyidikannya. Hendi saat ini menjabat Direktur Utama Mind Id.

Kini, menurut informasi yang diperoleh Tempo, penegak hukum mengincar proyek bermasalah lain. Salah satunya akuisisi wilayah kerja minyak dan gas oleh PT Saka Energi Indonesia, anak usaha PGN. Seorang pejabat PGN mengatakan beberapa direktur PGN pada 2017 sudah dipanggil KPK dan Kejaksaan Agung sejak tahun lalu. Namun juru bicara Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, dan juru bicara KPK, Ali Fikri, belum memberi tanggapan tentang informasi ini. Demikian pula mengenai penyerahan hasil audit BPK.

Yang jelas, dalam laporannya, BPK menyebutkan nilai akuisisi tiga wilayah kerja minyak dan gas oleh Saka Energi terlalu mahal US$ 56,6 juta atau sekitar Rp 852 miliar. Tiga wilayah kerja itu adalah Ketapang dan Pangkah di lepas pantai Jawa Timur dan Fasken di Texas, Amerika Serikat. Alih-alih untung, Saka Energi dan PGN malah "rugi bandar" hingga US$ 347 juta atau Rp 5,2 triliun karena membeli lapangan minyak dan gas tersebut.

•••

PERUSAHAAN Gas Negara mendirikan Saka Energi pada 27 Juni 2011. Saat membangun anak perusahaan tersebut, PGN sedang kebanjiran duit segar. Pada saat tutup tahun 2010, perusahaan gas pelat merah ini punya kas di bank sebanyak Rp 1,5 triliun serta harta setara kas dalam bentuk deposito berjangka senilai Rp 9,53 triliun yang tidak dibatasi penggunaannya.

Dengan modal tersebut, PGN mulai berekspansi dari bisnis gas yang disalurkan lewat jaringan pipa ke usaha lain, yaitu pengelolaan sektor hulu minyak dan gas. Setahun berdiri, Saka Energi mulai mengakuisisi hak partisipasi lapangan minyak dan gas yang dikuasai sejumlah perusahaan. Wilayah kerja Ketapang yang berada di lepas pantai Jawa Timur menjadi target pertama Saka Energi. Sampai saat ini Saka Energi memiliki 10 aset di sektor hulu minyak dan gas, baik dalam bentuk hak partisipasi seperti di Blok Ketapang maupun sebagai operator seperti di Blok Muriah di Jawa Tengah.

Dari semua aset yang dikuasai Saka Energi, enam wilayah kerja sudah memasuki fase produksi dan sisanya ada pada tahap eksplorasi. Tapi tidak semua pembelian ladang minyak dan gas tersebut berujung manis. Menurut Anggota VII Badan Pemeriksa Keuangan, Hendra Susanto, ada kejanggalan dalam akuisisi tiga wilayah kerja minyak dan gas oleh Saka Energi. Dia mengatakan Saka Energi tidak hanya merugi karena investasi. "Kami melihat ada dugaan unsur fraud dan tindak pidana," ucapnya.

Indikasi fraud mencuat saat Saka Energi mengakuisisi hak partisipasi Saka Energi Sierra Oil Services Limited di wilayah kerja Ketapang. Dalam laporan keuangan PGN 2012 disebutkan Saka mengakuisisi 20 persen participating interest Sierra Oil Services senilai US$ 71 juta melalui perjanjian jual-beli pada 30 November 2012. Perjanjian tersebut disetujui Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada 18 Februari 2013.

Pekerja memeriksa valve dan blind flange di kawasan Onshore Processing Facility (OPF) Saka Indonesia Pangkah Limited (SIPL), Gresik, Jawa Timur, 13 Juli 2023. Antara/Rizal Hanafi

Ketika proses akuisisi berjalan, ada penilaian potensi ekonomi Blok Ketapang yang memiliki cadangan terduga sebanyak 84 juta barel setara minyak. Blok minyak yang dioperasikan perusahaan Malaysia, Petronas Carigali, ini memiliki target produksi 25 ribu barel minyak mentah per hari dan 50 juta kaki kubik gas alam pada produksi puncaknya.

Dalam setiap publikasi dan laporan keuangan, PGN hanya menyebutkan Saka Energi mengakuisisi 20 persen hak partisipasi Blok Ketapang dari Sierra Oil Service. Tapi hasil audit BPK menemukan fakta lain. Seturut pemeriksaan para auditor BPK, Sierra Oil Service adalah bagian dari Sunny Ridge Group. BPK pun menyebutkan transaksi akuisisi Blok Ketapang berlangsung dengan Sunny Ridge Group.  

BPK juga menemukan kejanggalan dalam persetujuan tender akuisisi Blok Ketapang yang diberikan Dewan Komisaris PGN dan Saka Energi pada 18 Juli 2012. Menurut BPK, persetujuan itu mendahului proses uji tuntas sehingga belum mencukupi. Dalam laporannya, BPK menyatakan uji tuntas akuisisi ini bermula saat Saka Energi menyurati Goldman Sachs, perantara akuisisi, pada 12 Juni 2012. Dalam surat itu, manajemen Saka Energi menyatakan siap menebus hak partisipasi Sunny Ridge di Blok Ketapang minimal 10 persen dengan nilai transaksi US$ 3 juta per 1 persen.

Pada 25 Juli 2012, Saka Energi menyurati Sunny Ridge, menyatakan siap menebus 20 persen hak partisipasi di Blok Ketapang senilai US$ 71 juta. Baru setelah itu, pada 12 September 2012, Saka Energi menunjuk PricewaterhouseCoopers Indonesia Advisory (PwC) sebagai konsultan keuangan, pajak, akuntansi, dan valuasi dalam akuisisi yang disebut sebagai Project Seagull tersebut.

PwC menerbitkan hasil uji tuntas aspek keuangan, pajak, dan valuasi pada 18 Oktober 2012. Bersamaan dengan itu, Saka Energi menerima laporan dari Hadiputranto, Hadinoto & Partners selaku akuntan publik yang menguji tuntas akuisisi Blok Ketapang. Dalam laporan BPK disebutkan Saka Energi menawar harga akuisisi Blok Ketapang berdasarkan data eksternal dari konsultan minyak dan gas Wood Mackenzie, yang kemudian dianalisis tim internal mereka. "Saka mengusulkan penawaran US$ 71 juta ke PGN untuk pengambilan keputusan investasi WK Ketapang. PGN memiliki tim kajian sendiri untuk harga," demikian petikan laporan BPK.

Untuk mendapat penilaian pihak ketiga mengenai akuisisi ini, BPK mengutip kajian dari Lembaga Afiliasi Penelitian dan Industri Institut Teknologi Bandung (LAPI ITB). Lembaga itu menyatakan penilaian atas aset Blok Ketapang menghasilkan net present value (NPV) US$ 10 juta, jauh di bawah harga beli US$ 71 juta. Dengan kata lain, ada potensi kerugian dalam transaksi ini dengan indikator NPV di bawah 0. "LAPI ITB menjelaskan bahwa bisnis migas berisiko sehingga nilai NPV harus naik," kata BPK.

BPK juga menyatakan, berdasarkan pengalaman, jika rasio keuntungan NPV terhadap harga beli sebesar 1, ada keyakinan kuat investor akan memperoleh keuntungan. Sedangkan jika nilai akuisisi yang dapat memberikan keuntungan sebesar harga pembelian adalah US$ 40,5 juta, terjadi kemahalan US$ 30,5 juta. Ini yang menjadi dasar penilaian BPK mengenai potensi harga yang kelewat mahal dalam akuisisi Blok Ketapang oleh Saka Energi.

Penilaian itu tak meleset lantaran Saka Energi dan PGN terus merugi. Sampai 2022 atau satu dekade setelah akuisisi berjalan, Saka Energi merugi US$ 54,6 juta akibat investasi di Blok Ketapang. Arus kas perusahaan itu hingga 2020 minus US$ 123 juta. Sebab, selain mengeluarkan biaya akuisisi di depan, Saka Energi harus membayar modal kerja US$ 238 juta serta modal operasi US$ 115 juta. Sementara itu, pendapatan yang diperoleh hanya US$ 303 juta.

Menurut penilaian BPK, kondisi ini terjadi karena, saat mengakuisisi Blok Ketapang, Saka Energi menggunakan ramalan pendapatan yang kelewat ambisius. Perusahaan itu memasang asumsi harga minyak mentah dunia US$ 100 per barel sepanjang 2014-2041. Padahal dalam kenyataannya harga minyak pada periode tersebut naik-turun dan rata-rata mencapai US$ 52,1 per barel sejak 2014 hingga 2022. Ini yang membuat Saka Energi bisa merugi hingga bertahun-tahun karena membeli blok minyak dan gas ini.

BPK menyatakan kerugian terjadi karena sejumlah hal. Yang pertama, pemegang saham Saka Energi atau direksi PGN saat itu mengakuisisi Blok Ketapang dengan skenario yang salah. BPK pun menyebutkan Direktur Utama PGN 2012 juga menyetujui usulan akuisisi Blok Ketapang menggunakan skenario yang keliru. Pada tahun tersebut, Direktur Utama PGN dijabat oleh Hendi Prio Santoso, yang kini menempati posisi Direktur Utama Mind Id.

•••

HASIL audit Badan Pemeriksa Keuangan tentang dugaan harga akuisisi blok minyak oleh Saka Energi atau Project Seagull yang terlalu mahal memunculkan nama Sunny Ridge. Selain dalam akuisisi Blok Ketapang, PGN dan Saka Energi berhubungan dengan Sunny Ridge dalam pembelian hak partisipasi di Lapangan Kepodang, wilayah kerja Muriah.

Blok Ketapang dan Muriah adalah wilayah kerja minyak dan gas yang dioperasikan Petronas. Pada 23 Oktober 2014, Saka Energi menebus 20 persen hak partisipasi Sunny Ridge Offshore Limited di Blok Muriah dengan harga US$ 40,4 juta. Perjanjian jual-beli ini berlaku efektif pada 16 Desember 2014. Saat diakuisisi, blok tersebut dalam tahap pengembangan.

Dalam laporan keuangan tahun 2014, PGN mengaku untung dari akuisisi ini karena mendapat diskon pembelian US$ 5,60 juta. Sunny Ridge dalam posisi membutuhkan uang, sementara tidak ada penawar selain Saka Energi. Tapi, pada 2019, Petronas mundur sebagai operator lapangan kerja ini karena produksi gas di sana terus menurun. Saka Energi pun kini terbebani dan ditinggal sendirian karena mesti mengurus Blok Muriah dengan hak partisipasi 100 persen.

Di sisi lain, Sunny Ridge terlepas dari beban setelah menjual kepemilikannya kepada Saka Energi. Data Offshore Leaks Database yang berisi 810 ribu "perusahaan cangkang" di seluruh dunia menyebutkan dua entitas dengan nama Sunny Ridge. Yang pertama adalah Sunny Ridge Offshore Limited yang terdaftar di negara suaka pajak British Virgin Islands. Tidak ada keterangan mengenai pemilik, alamat, dan pengurus perusahaan. Yang ada hanya nama Portcullis TrustNet (Singapore) Pte Limited sebagai agen yang merangkap perantara.

Entitas kedua bernama Sunny Ridge Group Limited yang tercatat di negara suaka pajak lain, Seychelles. Lagi-lagi perusahaan ini memakai nama Portcullis TrustNet sebagai agen. Sedangkan di Indonesia, keberadaan Sunny Ridge terlacak di media sosial LinkedIn. Seorang pengguna LinkedIn mencantumkan Sunny Ridge Group sebagai perusahaan tempatnya bekerja pada 2011-2015. Mantan pegawai bank yang kemudian bertugas di Blok Ketapang dan Muriah ini menyebut Sunny Ridge Group sebagai bagian dari Northstar Group.

Northstar adalah perusahaan investasi yang didirikan pengusaha nasional Patrick Walujo dan Glen Sugita. Perusahaan ini pernah punya bisnis minyak dan gas, antara lain melalui Samudra Energy Limited. Tidak ada catatan tertulis mengenai hubungan Northstar dengan Sunny Ridge. Namun Northstar, Samudra Energy, dan Sunny Ridge berada dalam satu naungan agen, yaitu Portcullis TrustNet.

Saat dimintai tanggapan mengenai informasi ini, Head of Corporate Affairs Northstar Group Hiro Wardhana membantah. Menurut dia, tidak ada investasi Northstar pada perusahaan bernama Sunny Ridge. "Jika ada, pasti tercatat dalam bekas portofolio," tuturnya pada Sabtu, 22 Juli lalu. Hiro juga mengelak saat Tempo meminta tanggapan tentang pengguna LinkedIn yang mencatat hubungan antara Northstar dan Sunny Ridge. "Tidak ada nama itu di Northstar," kata Hiro ketika Tempo menyebut satu nama pengguna LinkedIn tersebut.

Sedangkan Hendi Prio Santoso yang menjabat Direktur Utama PGN 2008-2017 mengatakan semua inisiatif, usul, serta proses akuisisi blok minyak dan gas oleh Saka Energi sudah sesuai dengan ketentuan. "Ekspansi itu sepenuhnya dilakukan oleh manajemen Saka Energi," ucapnya pada Sabtu, 22 Juli lalu.

Toh, dalam laporannya, BPK merekomendasikan manajemen PGN saat ini berkoordinasi dengan PT Pertamina (Persero) yang kini menjadi induk usahanya serta Kementerian Badan Usaha Milik Negara untuk melaporkan terlalu mahalnya harga akuisisi dan kerugian operasi Saka Energi kepada penegak hukum. "Rekomendasi BPK sudah kami teruskan ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian untuk ditindaklanjuti," kata Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN Carlo Brix Tewu pada Sabtu, 22 Juli lalu.

Tempo menerima tanggapan dari manajemen PGN pada Senin 24 Juli 2023. Sekretaris Perusahaan PGN, Rachmat Utama, mengatakan keputusan pembangunan proyek infrastruktur gas bumi dan investasi yang dilakukan oleh perusahaan di setiap periode telah melalui proses kajian yang matang secara internal, dengan
melibatkan lembaga-lembaga terkait yang independen dan kredibel di dunia.

Menurut dia setiap keputusan strategis perusahaan, termasuk diantaranya pembangunan proyek infrastruktur gas bumi dan investasi di sektor minyak dan gas, telah dilaporkan dan mendapatkan persetujuan dari para pemegang saham. "Baik melalui Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) ataupun Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), jika dibutuhkan," kata dia dalam keterangan tertulis. Rachmat mengatakan saat ini, manajemen PGN telah berupaya optimal dalam melaksanakan mitigasi risiko dari setiap proses dan keputusan bisnis yang sudah berjalan. Dengan prinsip kehati-hatian namun juga di sisi lain dituntut untuk akseleratif sesuai dinamika bisnis dan kondisi perekonomian yang berjalan. 

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Di edisi cetak, artikel ini terbit di bawah judul "Rugi Bandar Juragan Gas"

Khairul Anam

Khairul Anam

Redaktur ekonomi Majalah Tempo. Meliput isu ekonomi dan bisnis sejak 2013. Mengikuti program “Money Trail Training” yang diselenggarakan Finance Uncovered, Free Press Unlimited, Journalismfund.eu di Jakarta pada 2019. Alumni Universitas Negeri Yogyakarta.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus