Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ringkasan Berita
Pemerintah memberikan penugasan tambahan impor daging sapi dan kerbau kepada PT Berdikari dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI).
Jatah impor daging sapi milik pelaku usaha umum terkena sunat 100 ribu ton.
Pemerintah mengklaim pengalihan kuota impor daging kepada BUMN untuk mengontrol stok menjelang Ramadan dan Lebaran.
RAPAT koordinasi terbatas di kantor Kementerian Koordinator Pangan, Jakarta, Rabu pagi, 5 Februari 2025, awalnya hanya berlangsung setengah jam pada pukul 09.00 hingga 09.30 WIB. Namun Menteri Koordinator Pangan Zulkifli Hasan meneruskan rapat hingga pukul 10.00 WIB untuk membahas perubahan neraca komoditas 2025, salah satunya impor daging sapi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam rapat tersebut, Zulkifli Hasan memutuskan penugasan impor daging sapi dan daging kerbau masing-masing sebanyak 100 ribu ton kepada dua badan usaha milik negara (BUMN) pangan, yakni PT Berdikari dan PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI). "Dalam rakortas disepakati alokasi importasi daging lembu untuk pelaku usaha umum sebanyak 80 ribu ton serta penugasan importasi komoditas daging sapi sebanyak 100 ribu ton dan daging kerbau sebanyak 100 ribu ton kepada BUMN pangan," kata Zulkifli pada Rabu, 5 Februari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdikari dan PPI mendapat jatah mengimpor 50 ribu ton daging sapi dan 50 ribu ton daging kerbau. Akibatnya jatah impor daging sapi pelaku usaha umum tinggal 80 ribu ton dari semula 180 ribu ton.
Dua hari sebelum rapat terbatas itu, rencana pengalihan sejumlah kuota impor daging sapi dari swasta kepada BUMN sudah tersiar. Pengalihan ini diduga menjadi penyebab izin impor 180 ribu ton daging sapi bagi pengusaha swasta tak kunjung keluar hingga saat itu.
Daging kerbau impor di Pasar Jatinegara, Jakarta, Februari 2024. TEMPO/Tony Hartawan
Kasan, Sekretaris Kementerian Koordinator Pangan menjelaskan, keputusan mengalihkan sejumlah alokasi impor daging sapi reguler ke BUMN karena mempertimbangkan wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) yang berpotensi naik saat musim hujan. Lagi pula, menurut dia, penugasan kepada BUMN itu membuat pemerintah lebih mudah mengawasi stok dan harga daging. “Terutama agar harga pada hari besar keagamaan nasional tetap terjaga,“ ujarnya kepada Tempo, Ahad, 2 Februari 2025.
Menurut Kasan, alokasi penugasan impor untuk daging sapi dan kerbau oleh BUMN sudah mempertimbangkan realisasi impor BUMN pada 2024, produksi daging dalam negeri, dan kebutuhan nasional. Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono yang mengikuti rapat mengatakan perusahaan pelat merah adalah alat negara untuk mengontrol stok dan harga daging. “Dia bisa kami dorong, bisa kami suruh, bisa kami tekan, demi kepentingan rakyat,” ujarnya, Rabu, 5 Februari 2025.
Seorang pejabat di sektor pangan bercerita, pemerintah telah menyiapkan rencana pengalihan ini dalam rapat koordinasi teknis di kantor Kementerian Koordinator Pangan pada Selasa petang, 4 Februari 2025. Menurut dia, usul penambahan penugasan kepada BUMN berasal dari Kementerian Pertanian. Namun, hingga berita ini terbit, Wakil Menteri Pertanian Sudaryono belum merespons permohonan konfirmasi yang diajukan Tempo.
Penambahan penugasan impor daging kerbau kepada BUMN sebenarnya telah dibicarakan sejak rakortas di kantor Kementerian Koordinator Pangan pada Rabu, 22 Januari 2025. Dari draf kesimpulan rapat yang dilihat Tempo, agenda rakortas tersebut membahas “pembelian gabah petani 2025”. Namun di dalamnya ada tambahan poin kesepakatan mengenai penugasan kepada BUMN pangan untuk mengimpor daging kerbau sebanyak 100 ribu ton.
Pemangkasan jatah impor itu tentu saja membuat pengusaha importir mengeluh. Pasalnya, kuota impor daging sapi sebanyak 180 ribu ton bagi 86 pelaku usaha telah ditetapkan dalam neraca komoditas pada Senin, 9 Desember 2024. Badan Pangan Nasional (Bapanas) juga telah mensosialisasi alokasi itu kepada 86 pelaku usaha pada Senin, 13 Januari 2025.
Dari 86 pelaku usaha itu, 27 di antaranya merupakan pemain baru. Tiap pelaku usaha yang mampu merealisasi impor dengan besaran tertentu akan mendapatkan tambahan kuota impor pada tahun berikutnya. Bagi pelaku usaha yang mampu mencapai realisasi impor di atas 60 persen, pemerintah memberikan bonus kuota 2 persen. Tertinggi, ada bonus 8 persen kepada perusahaan yang realisasi impornya menembus 90 persen.
Selain itu, ada tambahan kuota impor 1 persen bagi pelaku usaha yang berkomitmen mengimpor sapi hidup. Sedangkan mereka yang tak berkomitmen jatahnya akan berkurang 1 persen. Ini merupakan program Kementan untuk menambah populasi sapi perah demi mendukung program makan bergizi gratis. Pemerintah sedianya mengalokasikan jatah impor daging sapi dengan kalkulasi realisasi tahun lalu sebesar 160 ribu ton ditambah 20 ribu ton tahun ini.
Tapi hitung-hitungan itu ambyar. Kini pemerintah hanya menjatah kuota impor bagi perusahaan dengan realisasi di atas 60 persen. Setelah dihitung ulang, hanya 43 perusahaan yang akan mendapatkan kuota impor daging sapi. Sedangkan sisanya diminta pemerintah menjadi distributor 1 alias membeli barang dari BUMN.
Stok daging sapi beku milik PT Berdikari di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Desember 2022. TEMPO/Aisha Shaidra
Ketika ditemui seusai rakortas, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi tak banyak berkomentar ihwal pemangkasan kuota impor daging ini. "Saya paham (pengusaha ketar-ketir), tapi ada kepentingan negara lagi yang lebih besar," ujarnya, Rabu, 5 Februari 2025.
Ketua Umum Asosiasi Industri Pengolahan Daging Indonesia Ishana Mahisa ragu akan argumentasi pemerintah mengalihkan kuota impor daging sapi sebanyak 100 ribu ton dari swasta kepada BUMN untuk menekan harga. Pasalnya, berdasarkan pengalamannya berbisnis olahan daging, harga bahan pangan itu justru makin mahal ketika diimpor perusahaan pelat merah. "Kami punya pengalaman kurang bermanfaat kalau pemerintah masih menunjuk BUMN," ujar Ishana.
Ketua Umum Asosiasi Pedagang Mie dan Bakso Lasiman punya keluhan yang sama. Selama ini ia tak bisa langsung membeli daging impor dari Berdikari atau PPI. Perusahaan pelat merah hanya memasarkan daging melalui distributor swasta, yang jelas mengambil laba. “Makin panjang rantai pasok, harganya makin mahal,” ujarnya.
Data Panjiva Inc., platform milik S&P Global yang mencatat data perdagangan internasional, menunjukkan harga rata-rata daging kerbau India yang diimpor Berdikari sepanjang tahun lalu US$ 3.466 per ton atau sekitar Rp 55 ribu per kilogram. Angka ini kontras dengan harga jual daging kerbau di tingkat distributor yang bertengger di kisaran Rp 84-90 ribu.
Padahal pemerintah telah menetapkan harga acuan penjualan (HAP) di konsumen untuk daging sapi dan daging kerbau. Berdasarkan Peraturan Badan Pangan Nasional Nomor 12 Tahun 2024, harga daging sapi segar/chilled paha depan dipatok Rp 130 ribu per kilogram, paha belakang Rp 140 ribu per kilogram, dan paha depan beku Rp 105 ribu per kilogram. Sedangkan daging kerbau beku dipatok di harga Rp 80 ribu per kilogram.
Perusahaan yang disebut-sebut memegang jalur distribusi tunggal adalah PT Suri Nusantara Jaya atau Grup Suri. Mereka menjual daging kerbau trimming 90CL FQ 18 dengan harga Rp 1,7 juta per 20 kilogram (Rp 87.360 per kilogram). Di sebuah perusahaan yang terafiliasi dengan Suri, harga itu lebih jauh melejit. Daging kerbau prime tenderloin dibanderol Rp 125-126 ribu per kilogram, sedangkan secondary paha depan dan belakang Rp 93-101 ribu per kilogram.
Komisaris Utama Suri Nusantara Jaya Diana Dewi belum merespons pesan Tempo hingga berita ini terbit. Namun, pada Rabu, 20 November 2024, kepada Tempo, ia membantah hal tersebut. “Saya (hanya) beli, coba tanya kepada penjualnya.”
A.S. Hasbi Al Islahi, Group Head Corporate Secretary PT Berdikari, membantah anggapan bahwa perusahaannya hanya bekerja sama dengan satu atau dua perusahaan. Ia mengklaim ada 17 perusahaan yang bekerja sama untuk menjadi distributor daging. Namun ia tak merinci nama perusahaan tersebut.
Perusahaan-perusahaan ini memberikan uang panjar sekitar 10 persen dari total nominal pembelian kepada Berdikari, yang akan digunakan oleh BUMN ini untuk mengimpor daging. Menurut Hasbi, Berdikari membuka diri kepada siapa pun yang hendak membeli daging.
Namun persoalannya, perusahaan kesulitan mendistribusikan barang jika pesanannya terlalu kecil. Karena itu, Berdikari menetapkan standar bagi perusahaan yang ingin menjadi distributor daging, di antaranya soal kapasitas gudang dan kekuatan finansial. “Karena gudang kami sendiri terbatas,” ujar Hasbi kepada Tempo, Sabtu, 8 Februari 2025.
Hasbi bercerita, dua tahun lalu perusahaannya kelabakan setelah mengimpor daging dari Brasil. Berbulan-bulan stok bahan pangan impor itu mengendap di gudang. Pasalnya, harga daging di Australia saat itu sedang turun. Para distributor memilih mengimpor langsung dari Negeri Kanguru. Pengalaman ini, ujarnya, mengakibatkan Berdikari lebih selektif memilih mitra.
Menurut dia, selisih harga jual daging di konsumen akhir dengan harga perolehan impor nyaris dua kali lipat karena beberapa faktor. Mulai dari bea masuk, pajak pertambahan nilai, biaya distribusi, hingga penyimpanan daging dalam fasilitas mesin pendingin. ●
Khairul Anam dan Dian Rahma Fika berkontribusi dalam penulisan artikel ini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo