Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Analis kebijakan pangan Syaiful Bahari merekomendasikan presiden terpilih, Prabowo Subianto, mengumpulkan tarif impor pangan untuk menaikkan pendapatan. Ketua Komunitas Industri Beras Rakyat (Kibar) itu mengatakan selama ini praktik jual beli impor pangan telah menyebabkan kerugian, sehingga perlu mengatur pengenaan tarif bagi importir.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia memaparkan isu ini bukan hal baru, bahkan Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU sejak 2013 sudah memeriksa dan mengadili para kartel, demikian juga KPK. Bahkan Ombudsman menyampaikan total kerugian negara yang disebabkan maladministrasi di kementerian dalam impor bawang putih mencapai Rp 4,5 triliun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Uang gelap yang beredar dalam jual beli impor pangan jika dikumpulkan dari beberapa komoditas maka bisa mencapai puluhan triliun setiap tahunnya,” kata dia kepada Tempo, dikutip Senin, 30 September 2024.
Syaiful menambahkan, rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara di luar Kementerian Keuangan menjadi sinyal pemerintahan baru tengah menghadapi kondisi keuangan negara yang tidak dalam keadaan baik-baik saja, terutama untuk membiayai program-program setelah dilantik pada 20 Oktober 2024.
Cara ini dinilai lebih baik dibanding menaikkan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN 12 persen, yang memberatkan masyarakat. “Potensi penggalian keuangan negara melalui PNBP masih terbuka lebar di sektor importasi pangan,” ujarnya.
Selama ini alasan ditetapkannya kuota impor pangan karena memperhatikan petani di dalam negeri. Namun Syaiful berujar, tidak semua komoditas pangan bisa diproduksi di dalam negeri secara efisien, sehingga memang harus impor. Sebagai contoh, bawang putih, bombai, buah-buahan impor, kedelai, dan garam. Seluruhnya tidak tumbuh dan berproduksi dengan baik di dalam negeri.
Terdapat komoditas pertanian yang pantas swasembada dan ada yang tidak perlu, karena tidak efektif dan efisien. Adapun beras, bawang merah, kacang-kacangan, dan gula adalah pangan yang bisa diproduksi seluruhnya dalam negeri, karena itu harus diproteksi.
Kebijakan praktek pembatasan dan kuota impor selama ini justru menciptakan munculnya mafia dan perburuan rente dalam impor pangan. Dengan penetapan tarif impor, Syaiful mengatakan, harga komoditas pangan bisa lebih murah, karena jumlah importir lebih banyak tidak dimonopoli oleh kartel. Harga ke konsumen pun bisa bersaing untuk mendapatkan barang yang murah dan bagus.
“Bahkan pemerintahan Prabowo bisa melakukan subsidi program makan gratis dan bergizi yang sumber pendanaannya berasal dari pungutan tarif impor pangan,” ujarnya.