Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Peserta program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau pemegang Kartu Indonesia Sehat (KIS) diharuskan membayar iuran per bulan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kewajiban pembayaran iuran itu tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Iuran adalah sejumlah uang yang dibayar secara teratur oleh peserta, pemberi kerja, dan/atau pemerintah,” bunyi Pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011. Lantas, apa sanksi nunggak iuran BPJS Kesehatan?
Sanksi Nunggak Iuran BPJS Kesehatan
Berdasarkan Pasal 19 dalam beleid yang sama, ketentuan pembayaran iuran program JKN sebagai berikut:
- Pemberi kerja wajib memungut iuran yang menjadi beban peserta dari pekerjanya dan menyerahkannya kepada BPJS.
- Pemberi kerja wajib membayar dan menyetor iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
- Peserta yang bukan pekerja dan bukan penerima bantuan iuran (PBI) wajib membayar dan menyetor uang iuran yang menjadi tanggung jawabnya kepada BPJS.
- Pemerintah membayar dan menyetor iuran untuk PBI kepada BPJS.
1. Penjara 8 Tahun atau Denda Rp1 Miliar Bagi Pemberi Kerja
Apabila pemberi kerja melanggar ketentuan pembayaran iuran program JKN, maka dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 8 tahun atau denda maksimal Rp1 miliar.
“Pemberi kerja yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 tahun atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,” bunyi Pasal 55 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011.
2. Tidak Bisa Klaim Jaminan Kesehatan
Selanjutnya, merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, jika peserta dan/atau pemberi kerja tidak membayar iuran hingga akhir bulan berjalan, maka penjaminan peserta diberhentikan sementara sejak tanggal 1 bulan berikutnya.
“Dalam hal pemberi kerja belum melunasi tunggakan iuran kepada BPJS Kesehatan, pemberi kerja wajib bertanggung jawab pada saat pekerjanya membutuhkan pelayanan kesehatan sesuai dengan manfaat yang diberikan,” tulis Pasal 42 ayat (2) Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
Untuk mempertahankan status kepesertaan aktif, peserta harus membayar iuran bulan tertunggak. Pembayaran iuran tertunggak dapat dilakukan oleh peserta atau pihak lain atas nama peserta.
3. Pemberian Denda
Kemudian, apabila dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali, peserta wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap di fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) yang didapatkannya.
“Dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan aktif kembali sebagaimana dimaksud pada Pasal 42 ayat (3), ayat (3a), dan ayat (3b), peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib membayar denda kepada BPJS Kesehatan untuk setiap pelayanan kesehatan rawat inap tingkat lanjutan yang diperolehnya,” tulis Pasal 42 ayat (5) Perpres Nomor 64 Tahun 2020.
Besaran denda adalah 5 persen dari perkiraan biaya paket Indonesian Case Based Groups (INA-CBGs) sebagaimana diagnosis dan prosedur awal untuk setiap bulan tertunggak dengan ketentuan:
- Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 bulan.
- Besar denda paling tinggi Rp 30 juta.
MELYNDA DWI PUSPITA
Pilihan Editor: Inilah 4 Jenis Kecelakaan yang Tidak Ditanggung BPJS Kesehatan