Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pengelola Pusat Perbelanjaan Indonesia (APPBI) terpaksa menurunkan target okupansi atau tingkat keterisian unit dalam pusat belanja atau mal di Indonesia tahun ini menjadi hanya 80 persen. Target sebelumnya sebesar 90 persen diprediksi tidak tercapai hingga akhir tahun.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketua Umum APPBI Alphonzus Widjaja menuturkan target itu termaktub dalam rencana bisnis yang asosiasinya susun pada 2023. Rencana bisnis antara lain memuat target tingkat kunjungan dan okupansi pusat-pusat belanja di Indonesia pada 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dia mengatakan tingkat kunjungan di pusat-pusat belanja dalam negeri sebenarnya sudah cukup baik, yakni lebih dari 100 persen dari capaian sebelum pandemi Covid-19. Untuk tingkat okupansi, dia berharap pada 2023 mencapai 80 persen dan 2024 naik menjadi 90 persen.
“Kami terpaksa merevisi karena banyak sekali gangguan-gangguan yang mengakibatkan peritel tak bisa pembukaan toko-toko barunya,” ujar dia dalam bincang media di sebuah restoran di Sarinah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat, 5 Juli 2024.
Alphonsuz menjelaskan rendahnya tingkat okupansi itu disebabkan oleh produk-produk ilegal yang membanjiri pasar Indonesia. Menurut dia, baik toko impor maupun lokal terdampak oleh banjir impor ilegal. Dia mencontohkan, bisnis UMKM hijab terhambat karena di pasar beredar hijab impor seharga hanya Rp 5 hingga Rp 8 ribu. “Impor ilegalnya sama sekali tidak pernah diperhatikan. Yang diubah-ubah hanya impor resmi,” kata dia.
Dengan kondisi ini, Alphonsuz memprediksi sampai akhir tahun, tingkat okupansi akan stagnan di angka 80 persen. Dia mengaku sulit meningkatkan tingkat okupansi itu lantaran masa puncaknya telah lewat pada Lebaran lalu. Tahun ini, hanya tersisa satu momentum, yakni Natal dan tahun baru.
Namun bila kondisi ini terus dibiarkan, dia mengaku ragu tingkat okupansi dapat bertahan di angka 80 persen sampai memasuki 2025. Dia mengatakan, banyak peritel akan menutup tokonya karena kalah oleh impor ilegal. “Kalau dibiarkan terus, ini akan mengancam industri ritel secara keseluruhan,” kata dia.