Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Yogyakarta -Badan Gizi Nasional merespons munculnya aksi pengepul susu dan peternak sapi perah di Boyolali, Jawa Tengah yang menggelar protes dengan cara membuang dan mandi sus pada Sabtu, 9 November 2024. Aksi mandi susu itu simbol protes atas pembatasan kuota di Industri Pengolahan Susu (IPS) yang berdampak pada berkurangnya serapan susu sapi lokal.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kalangan industri kami harapkan turut merespons dengan aksi mandi susu di Boyolali itu, produksi susu para peternak lokal itu musti terserap ke industri," ujar Deputi Bidang Pemantauan dan Pengawasan Badan Gizi Nasional, Dadang Hendrayudha saat menghadiri peluncuran Pogram Percontohan Makan Bergizi di Yogyakarta Rabu 13 November 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dadang menuturkan, pemerintah Indonesia saat ini sedang menyiapkan program makan bergizi yang salah satu menunya adalah susu. Produksi susu Tanah Air akan sangat berperan vital sehingga perlunya kolaborasi peternak dengan industri. "Industri wajib mengambil produk susu dari peternak lokal itu, mau diolah menjadi apa saja silahkan," kata Dadang.
Dadang mengatakan, salah satu misi pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ingin memerangi stunting yang masih tinggi lewat program makan bergizi yang di dalamnya memuat menu susu ini. Mengacu data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, satu dari empat anak mengalami anemia, sementara prevalensi stunting pada angka 21,5 persen. Kondisi ini membuat pentingnya pemenuhan kebutuhan gizi anak-anak.
Dadang mengungkapkan, salah satu tantangan terberat penyediaan makan bergizi ini aspek bahan baku. "Kalau kita berbicara soal penyiapan program ini di Jawa, tidak ada masalah, namun ketika sudah di luar Jawa tantangannya banyak," kata Dadang.
Dadang menuturkan, pemerintah memproyeksikan, perlu proses lebih ekstra untuk menjalankan program makan bergizi gratis ini di sebagian wilayah di luar Jawa. "Di luar Jawa umumnya penduduk lebih sedikit dengan lokasi berjauhan, bahan baku juga sulit, lalu sumber daya manusia yang akan direkrut untuk menjalankan program ini." Hal tersebut menurutnya berkebalikan dengan di Jawa yang relatif lebih mudah mencari sumber daya dan bahan baku untuk menu makan bergizi gratis.