Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Bisnis

Badan Pangan Nasional Sebut Cadangan Beras Pemerintah Bulan Ini Paling Kecil, Apa Dampaknya?

Direktur Bapanas Rachmi Widiriani mengatakan stok cadangan beras pemerintah di Bulog pada Oktober 2022 ini hanya sebesar 673.613 ton.

25 Oktober 2022 | 13.16 WIB

Hamparan sawah menguning saat panen padi di daerah terdampak genangan Waduk Jatigede, Desa Cibogo, Darmaraja, Sumedang, Jawa Barat, 7 Agustus 2015. Kemarau panjang akibat dampak El Nino diprediksikan bakal mempengaruhi stok beras di masa paceklik di awal tahun depan. Idealnya Bulog memiliki stok 2,5 juta ton beras pada akhir tahun. TEMPO/Prima Mulia
Perbesar
Hamparan sawah menguning saat panen padi di daerah terdampak genangan Waduk Jatigede, Desa Cibogo, Darmaraja, Sumedang, Jawa Barat, 7 Agustus 2015. Kemarau panjang akibat dampak El Nino diprediksikan bakal mempengaruhi stok beras di masa paceklik di awal tahun depan. Idealnya Bulog memiliki stok 2,5 juta ton beras pada akhir tahun. TEMPO/Prima Mulia

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan, Badan Pangan Nasional (Bapanas) Rachmi Widiriani mengatakan stok cadangan beras pemerintah (CBP) di Perum Bulog pada Oktober 2022 ini hanya sebesar 673.613 ton.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"Kalau dibandingkan bulan Oktober tahun lalu, maka stock in hand di 2022 ini paling kecil," ucapnya dalam diskusi yang diselenggarakan Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi secara daring, Selasa, 25 Oktober 2022. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

CBP pada Oktober 2022 jauh lebih rendah dibandingkan dengan stok Oktober dua tahun sebelumnya. Pada Oktober 2021, stok CBP Bulog mencapai 1,25 juta ton. Rachmi mengungkapkan penyerapan beras di musim gadu ini cenderung sulit. Sebab, Bulog dituntut untuk menyalurkan cadangannya agar harga beras tidak terus melonjak. 

Sementara cadangan beras pemerintah kini dikhawatirkan akan semakin merosot hingga akhir tahun. Target stok beras sebesar 1,2 juta ton pada Desember 2022 pun diperkirakan tak bisa tercapai. 

Dalam praktiknya, kata Rachmi, pengadaan beras pada dua bulan terakhir ini sangat sedikit. Bahkan Bapanas memprediksi stok beras di Bulog pada akhir tahun di bawah 500 ribu ton. Oleh karena itu, Bapanas memutuskan untuk mencabut kebijakan fleksibilitas harga gabah per 17 Oktober 2022. 

Menurut dia, pemerintah harus segera melakukan percepatan pengadaan beras untuk mengganti stok beras Bulog yang keluar bulan ini. Namun, ia mengakui bahwa pembelian beras petani di tengah musim paceklik ini membutuhkan usaha yang lebih besar. Sebab, produksi gabah kini rendah tetapi petani sedang menikmati harga gabah yang tengah berada di titik tertinggi. 

Di sisi lain, Bulog terikat dengan ketentuan harga pembelian di tingkat petani sehingga terjadi persaingan ketat antara pemerintah dan swasta untuk menyerap beras petani. Pemerintah akhirnya bekerja sama dengan para penggiling untuk mempercepat penyerapan beras.

"Pasalnya, stok beras nasional sekitar 21,1 persennya ada di penggilingan," kata dia. 

Melalui kerja sama tersebut Bapanas, Bulog, dan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, pemerintah berupaya menyerap sekitar 300-500 ribu ton beras hingga Desember 2022.

Selanjutnya: Cadangan beras menipis, faktor cuaca tak kondusif.

Sebelumnya, Sekretaris Jenderal Aliansi Petani Indonesia Muhammad Nuruddin telah memperingatkan bahwa saat ini stok beras domestik sangat tidak aman. Ia menyebutkan CBP kian tipis, sementara faktor cuaca ke depan akan terus menggerus hasil panen petani. 

"Kalau dilihat dari luasan lahan panen yang setiap tahun berkurang, faktor iklim yang berdampak pada produktifitas, mau gak mau pasti akan impor di tahun depan," ujarnya saat ditemui Tempo di Hotel Four Points, Jakarta Pusat, Jumat, 21 Oktober 2022. 

Akibat faktor cuaca, Nuruddin memperkirakan penurunannya bisa mencapai 30 persen dari total 50 juta ton gabah kering panen (GKP). Karena itu, ia berharap Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Pusat Statistik segera berkoordinasi dan memutuskan apakah langkah mengimpor beras akan dipilih sebagai solusi.

Jika tidak, ia memprediksi akan semakin banyak kasus penyelundupan impor di tahun depan. "Mending diformulasi supaya enggak ada impor selundupan. Jujur saja bahwa ada faktor iklim menurunkan produktivitas padi secara nasional," tuturnya.

Namin meski impor dapat menjadi pilihan, menurut Nuruddin, akan sulit mencari negara yang bersedia mengimpor beras. Sebab, masing-masing negara saat ini cenderung mengamankan stok domestik demi menjaga ketahanan pangan mereka. 

"Sekarang negara mana yang masih mengizinkan impor. Thailand, Vietnam, Cina, India, kan lagi krisis pangan juga ini," kata Nuruddin. 

Ia pun menyarankan agar pemerintah segera menyiapkan strategi dari pengembangan benih yang tahan terhadap perubahan iklim. Supaya, kata dia, hasil panen petani bisa meningkat meski musim paceklik masih akan berlangsung beberapa bulan ke depan sehingga pasokan domestik tetap terjaga. 

Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini. 

Riani Sanusi Putri

Lulusan Antropologi Sosial Universitas Indonesia. Menekuni isu-isu pangan, industri, lingkungan, dan energi di desk ekonomi bisnis Tempo. Menjadi fellow Pulitzer Center Reinforest Journalism Fund Southeast Asia sejak 2023.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus